Papa ...
Zara menelan ludah. Ia menurunkan tangan dan memperbaiki posisi duduknya, sementara seorang gadis pembawa payung dengan pakaian serba ketat memayunginya dari sinar matahari yang sudah tidak panas.
Santai, Ra ... santai ... Papa nggak tau, kok kalo ini elo.
Ia berusaha menenangkan diri. Batinnya berdoa dengan sungguh-sungguh, memohon supaya ia bisa menghindar dari kecurigaan Ayahnya hingga akhir.
"Lo dateng juga ternyata."
Sebuah suara yang dalam dan jernih memasuki pendengaran gadis itu. Zara menoleh ke kanan, mendapati seorang racer dengan pakaian dan motor yang serba hitam telah siap di belakang startnya. Blackie. Sosok itu bahkan tidak merasa perlu menoleh pada Zara saat menyapanya barusan.
"Yah." Gadis bermata hitam--sebenarnya jika diperhatikan warnanya cenderung kelabu--itu angkat bahu. "Siapa mau lewatin balapan di Edelweiss Corp.?"
Blackie tertawa kecil. Tawanya terasa menggelitik telinga Zara, entah kenapa.
"Gue tau Sandy udah kasih tau lo tentang itu."
Kening Zara berkerut. "Apaan?"
Blackie sedikit memiringkan wajahnya ke arah Zara. "Putra mahkota Edelweiss Corporation."
"Bukan sesuatu yang bisa dibanggain, menurut gue." Cetus gadis itu. "Siapapun bisa jadi penerus perusahaan, kan?"
"Oya?" Entah bagaimana, Zara bisa menebak jika saat ini Blackie tengah mengangkat alis. Belum sempat ia menjawab pertanyaan itu, suara pemberitahuan pada corong-corong speaker mengumumkan bahwa mereka akan memulai pemanasan. Safety car telah menepi, menandakan bahwa para racer telah diizinkan melintasi sirkuit. Motor-motor meraung membelah aspal super halus dengan santai dan yakin. Blackie ada di posisi paling depan, dengan Red King di posisi kedua. Baru kemudian disusul oleh racer lainnya.
Zara serius memperhatikan medan yang ia lalui. Sirkuit ini benar-benar keren, mirip dengan yang biasa ia lihat di televisi, di acara balap motor F1. Panjangnya hampir lima kilometer, dan mereka akan memutarinya 25 kali nanti. Ia menggenggam kemudi dengan pasti. Sekali lagi berdoa dalam hati demi kemenangannya.
Dan setelah mereka menyelesaikan pemanasan masing-masing, balap motor itu akhirnya dimulai. Suara letusan pistol membelah udara, diiringi sorak-sorai para penonton yang mendukung jagoan masing-masing. Valdo dan Aldy memperhatikan layar-layar besar yang terpasang tinggi, menatap Red King dengan was-was sekaligus bangga.
Sementara Zaidan, pria itu menatap para racer dengan kening berkerut. Ia memang ikut bangga saat tahu putra sahabatnya memiliki bakat yang sangat 'laki-laki' seperti ini. Ia bangga pada sosok berbaju hitam legam di sana. Tapi entah kenapa, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres di sini. Bukan Blackie, bukan ...
Zaidan mengusap dagunya.
Kita tunggu saja, apa memang ada yang aneh di sini.
000Benar-benar balapan yang membuat para pengunjung menahan napas.
Bagaimana tidak! Dua racer terbaik kota mereka berkejaran susul-menyusul, tidak sedikitpun mau memberi kesempatan pada yang lainnya untuk bertahan di posisi depan.
Langit mulai berubah warna menjadi oranye saat balapan sore itu berakhir.
Dan Zara benar-benar menang.
Sorak-sorai para pendukungnya mengiringi gadis itu saat ia turun dari motor. Ia melambaikan dua tangan tanpa melepas helm. Dadanya buncah oleh perasaan bahagia. Saat MC meminta para juara untuk naik ke podium, matanya mengedarkan pandang, mencari sosok Blackie. Dilihatnya laki-laki itu tengah berangkulan dengan ayahnya--Sang Master Hitam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Four Academy : And The Soul of Yesterday
Teen FictionIni tentang Zara dan mimpi-mimpinya. Tentang masa lalu yang memaksa hadir di masa sekarang. Tentang cinta seorang sahabat. Cinta seorang saudara. Dan cinta yang tak pernah Zara bayangkan akan ada di dunia ini. Ia hanya tahu bahwa ia harus berjalan a...