Prolog 0

55 4 0
                                    

Ikhlas adalah salah satu cara untuk bisa merelakan apa yang sangat kita inginkan. Dan dari ikhlas juga, kita tau apa yang terbaik untuk hidup kita.

~*°*~


Lapangan hijau membentang dengan rumput rapi terawat. Sepasang anak kecil berusia sembilan tahun saling mengejar dan tertawa riang, tawa nyaring yang membuat sekelilingnya ikut merasakan indahnya pagi ini.


"Hahaha, ayo tangkap aku. Ha..ha.." gadis kecil berkaos merah jambu dan jins sepaha membalikkan badan sambil berlari kebelakang, menatap jauh lawannya yang sudah lelah mengejar namun masih tetap berlari untuk menggapainya.


"Humairaaaa.. Awas ya kalau aku bisa menangkapmu. Aku nggak bakalan kasihan lagi."


Gadis yang dipanggil Humaira itu teriak lucu untuk meledek lawannya lalu kembali berlari kedepan, memberi jarak antara mereka. Rambut hitam nan panjang itu berkibar indah mengikuti irama langkah kaki yang semakin cepat.


"Nggak baka-aaaaaa."


"Humairaaa !!!"


Anak lelaki itu mempercepat larinya, mendekati Humaira yang sudah terjatuh akibat tersandung.


"Ya ampun, berdarah."


Humaira meringis kecil ketika mendapat luka menganga yang menghiasi lutut halusnya, serta telapak tangannya yang lecet. Namun disaat itu juga, ia tersenyum senang karena merasa diperhatikan.


"Panik banget sih. Ini nggak terlalu sakit kok. Di lap aja, nah udah bersih deh." Humaira tersenyum lebar setelah berhasil membersihkan darah yang mengotori lututnya.


"Gimana nggak panik coba, aku bisa dimarahi bunda karena nggak bisa jagain kamu. Kamu kan tanggung jawab aku."


Humaira meninju pelan lengan temannya. "Apaan sih."


"Yaudah, sini naik." anak lelaki itu berjongkok membelakangi Humaira, berniat menggendongnya.


"Beneran, nih? Jangan salahkan aku kalau kamu nggak sanggup nanti." ujar Humaira sambil berusaha mendekati anak lelaki didepannya.

"Nggak usah ngerasa gendut. Kamu itu bagaikan kacang tanah, dan aku kulitnya. Jadi sebanyak dan sebesar apapun isinya, sang kulit tetap sanggup memeluknya erat. Kamu ngerti kan? Aahh.." anak lelaki itu mulai berdiri dengan sedikit helaan nafas lelah.


"Huh, dasar banyak gombalnya. Kecil-kecil udah pande gombal." Humaira pun tak tahan untuk tidak mencubit kedua pipi imut anak lelaki yang sedang menggendongnya ini.


"AAW!! Sakit."


Humaira tertawa, diikuti anak lelaki itu. Setelah beberapa menit berjalan, mereka pun sampai di ujung lapangan hijau itu, tempat mereka meletakkan sepeda.


"Denganku saja. Nanti aku akan suruh paman Aji untuk mengantar sepedamu pulang." ujar anak lelaki itu sambil menurunkan Humaira.

-Sekilas tentang paman Aji. Beliau adalah supir pribadi keluarga Ihsan yang sudah bekerja selama sepuluh tahun, sejak umurnya 23 tahun.

"Ah."


"Sakit sekali, ya? Masih bisa berjalan?"


"Tenang aja, aku itu gadis yang kuat."


"Lebih tepatnya, gadis yang tomboy." ujar anak lelaki itu tertawa kecil sembari mengusap lembut rambut halus Humaira.


"Isss."


--------------------
---------------
----------
-----

Humaira Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang