Call In The Morning

607 67 7
                                    

Mentari pagi sudah menampaki diri untuk menyinari kota Seoul. Burung-burung bahkan sudah berkicauan di dahan pohon dengan begitu riangnya. Suara klakson mobil saling bersautan begitu terdengar sangat jelas di jalan sana. Dan orang-orang sudah berlalu lalang untuk memulai harinya.

Semua itu berbanding terbalik dengan sesosok pemuda manis yang masih bergumul mesra dengan selimut tebal dan di temani boneka kucing kesayangannya di sebuah apartemen mewah bercat baby blue.

Suara alarm terdengar begitu nyaring, membuat sang pemuda itu mengerang merasa terganggu akan hal suara tersebut. Setelah mematikan alarm yang sengaja ia pasang, ia mendudukkan dirinya dan menyenderkan tubuhnya di kepala ranjang.

Pemuda berusia dua puluh empat tahun itu memegang kepalanya, dan setelahnya ia mengerjapkan matanya membiasakan diri dengan cahaya matahari yang menerobos melalui jendela.

"Hoammm.." Ia sudah terbangun sepenuhnya dengan menggaruk pipinya pelan.

Ten Lee, atau sebut saja pemuda manis itu Ten. Ia melirik pada ponsel pintarnya yang tergeletak di atas nakas, dan setelahnya ia mengambil ponsel tersebut.

Senyuman manis mengembang dari bibir cherry Ten saat ia melihat foto seorang pria yang ia gunakan sebagai wallpaper ponselnya. Ia mengelus foto tersebut dengan tatapan rindunya. Rahang yang tegas. Hidung yang bangir. Mata bulat yang indah. Alis hitam dan tebal. Bibir berisi dan berwarna merah alami yang sangat menggoda. Ten menyukai apa yang ada pada sosok pria yang ada pada layar ponselnya itu.

Wajah Ten merona walau hanya sekedar membayangkan sosok pria itu. Tidak pernah terpikirkan olehnya walaupun hanya sekedar membayangkan, wajah putihnya yang terhias warna merah alami secara tiba-tiba berubah semakin memerah.

Drrttt.. Drrttt..

Lamunan Ten buyar saat merasakan ponselnya bergetar, menandakan bahwa ada seseorang yang menghubunginya.

"Ha-hallo.." suara Ten bergetar, tak bisa menyembunyikan kerinduannya yang mendalam saat tahu sang kekasih yang menghubunginya. Sudah hampir tiga bulan Ten tidak bertemu dengan sang kekasih, dan hal itulah yang begitu menyiksanya.

"Kau sudah bangun, sayang?" saat suara berat menyapanya dari sebrang sana, membuat jantung Ten berdebar lebih kencang. Ia merasakan sesak nafas saat dirinya sudah tak sanggup membendung kerinduan yang luar biasa.

Ten terdiam, menundukkan kepalanya dengan mengamati sebuah cincin yang melingkari jemarinya. Tubuh mungil itu gemetar, tak kuasa menahan rindunya sekaligus mengekspresikan rasa senangnya.

"Heem.. Aku baru saja bangun. Kau sedang apa, Taeyong?"

"Aku? Sedang memikirkan dan merindukanmu."

Ten mendengus kala mendengar jawaban tersebut. Ia tidak suka saat Taeyong merayunya.

Hey, kekasihnya itu adalah perayu ulung. Bahkan di depan dirinya pun, sang kekasih atau lebih tepatnya sang tunangan bisa merayu gadis atau pria-pria cantik lainnya. Terkadang dirinya bingung, bagaimana bisa ia menjalin kasih dengan sang perayu ulung seperti Taeyong.

Tapi Ten sadar, dan Ten juga tahu bahwa itu semua tidak ada artinya, sekalipun Taeyong merayu puluhan gadis dan pria-pria cantik lainnya. Toh kenyataannya, Ten sangat mengenal Taeyong seperti apa. Itu semua hanyalah sebuah sifat jahilnya, tidak sungguh-sungguh melakukan dengan hatinya.

"Berapa banyak gadis dan pria-pria cantik yang sudah kau goda selama ini, bajingan?" Ten bersungut-sungut, merasa jengah saat mendengar rayuan Taeyong.

Sedangkan di sebrang sana, Ten berani bersumpah jika saat ini pasti Taeyong tengah menahan tawanya karena mendengar dirinya mengumpat. Hal inilah yang di sukai oleh Taeyong, melihat dirinya yang mengamuk dan marah-marah tak jelas seperti ini.

Call In The Morning -TaeTen Vers-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang