4. bagian empat

816 27 1
                                    

Begitulah, pada tahun 1311 S atau 1389 M sepeninggal Sri Rajasanegara, akhirnya menantu sekaligus keponakannya, Bhre Mataram Wikramawardhana dinobatkan menjadi Raja Wilwatikta dengan gelar Hyang Wisesa Aji Wikrama di balairung istana tanpa dihadiri oleh utusan dari beberapa kerajaan penopang yang condong berpihak kepada Bhre Wirabhumi Aji Rajanatha, anak laki-laki dari Sri Rajasanegara.

Namun keputusan sudah dibuat oleh dewan Saptaprabhu, bahkan mereka sampai pada sebuah angan-angan, bahwa demi mempersatukan kembali kejayaan Wilwatikta, dan kejayaan wangsa Rajasa, maka Kedaton Timur harus digempur jika memang tidak bersedia kembali ke pangkuan Wilwatikta.

Dalam pada itu, di Kedaton Pamotan, Bhre Wurabhumi menanggapi dingin undangan penobatan sepupu sekaligus adik iparnya menggantikan ayahandanya Sri Rajasanegara sebagai raja di Wilwatikta.

Sejak kakek, sekaligus ayah angkatnya, Dyah Wijayarajasa memaklumkan berpisahnya Kedaton Wetan sebagai kembaran dari Kedaton Kulon, maka sebenarnya dia sudah tidak terlalu memperdulikan tahta Wilwatikta.

Dari kisah dan catatan lontar yang dibacanya sejak kecil, dia tau bahwa dulunya pun sudah ada kedaton kembar, yaitu sejak masa kakek moyangnya, pendiri Wilwatikta, Dyah Wijaya Sang Nararya Kertarajasa Jayawardhana yang berkedudukan di Trik dan kedaton wetan yang dipimpin oleh Arya Wiraraja di Lamajang. Dan nyatanya dua kedaton itu awalnya bisa berdampingan dan bekerja sama dengan baik, sampai akhirnya karena pokal dan ambisi dari Dyah Halayuda yang membuat kisruh di Wilwatikta dan bahkan menyebabkan runtuhnya Kedaton Wetan pasca mangkatnya Arya Wiraraja yang sempat digantikan oleh Mpu Nambi. Karena fitnah Dyah Halayuda lah akhirnya Wilwatikta menyerbu benteng pertahanan kedaton wetan di Pejarakan yang berakibat runtuhnya Kedaton Wetan Lamajang.

Dari sejarah itu, Bhre Wirabhumi sebenarnya punya keinginan agar Wilwatikta dan Wirabhumi bisa berdampingan sebagai kedaton kembar sebagaimana masa Dyah Wijaya dan Arya Wiraraja.

Namun, kasak kusuk di Kedaton Kulon maupun di Kedaton Wetan, dari kerabat kraton dan para pejabat yang punya ambisi membuatnya menjadi tidak yakin keinginannya itu akan terwujud.

Dalam suatu mimpinya di waktu tidur, dia menyaksikan bahwa sejarah itu akhirnya berulang, Wikwatikta akhirnya menyerbu ke Wirabhumi, dan perang antar saudara itu sungguh begitu menakutkan di dalam mimpinya.

"Aku tidak tahu, tapi sepertinya mimpiku itu adalah suatu isyarat dari Hyang Agung, bahwa akhirnya sejarah perang antar saudara yang telah terjadi di bhumi Jawadwipa sejak di masa Tarumanegara, Pakuan, Medang, Panjalu dan seterusnya, juga akan melanda kembali di masa ini Paman" ujar Bhre Wirabhumi Aji Rajanatha kepada Rakryan Mpu Sasmita, seorang pejabat kepercayaannya.

"Hamba pun sangat prihatin dengan kemungkinan itu Anakmas, tak henti hamba saling berkirim kabar dengan Kakang Patih Gajah Enggon di Wilwatikta mengenai situasi di antara dua kedaton ini" ujar Rakryan Mpu Sasmita

"Sepeninggal Paman Mahapatih Gajah Mada dan Ayahanda Prabhu, memang sulit kita mencari seseorang yang disegani seluruh kerabat kraton dan pejabat sehingga persatuan diantara dua kedaton bisa tetap terjaga" ujar Aji Rajanatha

"Benar sekali Anakmas, Kakang Mahapatih Gajah Mada dan Gusti Prabhu Rajasanegara adalah dwitunggal yang tiada duanya, disegani semua kalangan baik kerabat yang lebih tua dan dihormati yang lebih muda, sehingga karenanya, rasa persatuan bisa terjaga" ujar Mpu Sasmita.

Paregreg, Senjakala WilwatiktaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang