TIGA | Lost

18 2 0
                                    

"Aku dapat tersesat di tempat ini," ujarnya kagum yang membuat Dean turut tersenyum. "Tenang saja, aku akan selalu menemukanmu," ujarnya yang membuat Alanna menoleh dengan cepat dan menatapnya dengan tatapan yang tidak dapat Dean baca.

'Aku juga. Aku juga berharap jika kau pindah kesini lebih awal.' ujar Dean dalam hati.

____

Dean tersenyum kepada Alanna dan menujuk jarinya ke arah pintu. "Omong-omong tersesat, kita harus melanjutkan School tour supaya kau tidak tersesat lagi di kelas berikutnya," ujar Dean yang dijawab Alanna dengan anggukan. Mereka melangkah keluar dan melangkah dalam. "Kau tidak banyak berbicara. Apa itu karena kau gugup dengan sekolah baru?" tanya Dean memecah keheningan. Alanna terdiam sejenak sebelum mengangguk pelan. "Ya, dan juga aku tidak pandai berteman," ujarnya pelan yang membuat Dean mengangkat alisnya. "dan mengapa itu?"

Alanna tampak ragu untuk sesaat sebelum ia akhirnya menjawab, "Aku merasa jika aku akan berlaku menyebalkan, ataupun percakapan itu akan berakhir canggung."
"Tenang saja aku akan terus mengajakmu bicara," ujar Dean yang membuat Alanna menatapnya bingung.

"Kalau kau belum menyadari, aku sangat hyperactive," ujar pemuda itu dan tiba-tiba saja Alanna tergelak. Tawa Alanna hampir tidak bersuara, tetapi rautnya membuat Dean tercengang. "Maaf, aku hanya merasa kata itu kurang tepat," ujar Alanna sambil menahan tawanya sedangkan Dean membalas menatapnya jenaka. "Bukan Hyperactive? bagaimana dengan menawan?" tanya Dean sambil mengangkat-angkat alisnya yang membuat Alanna hampir tertawa lagi.

"Konyol. Kau konyol dan menyebalka," ujar Alanna dan Dean menghentikan langkahnya dengan dramatis dan berbalik menatap gadis itu. "Begitu? aku berbaik hati mengantarkan kau berkeliling sekolah dan kau berkata jika aku menyebalkan? tak dapat diterima. Kau menyakiti hatiku," ujarnya lalu memegang dadanya dan membuat tatapan meringis sementara Alanna akhirnya menyerah, dan kembali tertawa.

Dean tersenyum melihat tawa Alanna dan mereka kembali berjalan. "Kalau kau tidak menyadari, kau sedari tadi menarikku sampai aku hampir terjungkal, dan kau membawaku mendobrak pintu kelas Mr. Sam," ujar Alanna, sedangkan Dean kembali menatapnya tidak terima. "Hei! Mr. Sam tidak keberatan," ujarnya dan Alanna hanya mengangkat bahunya sambil tersenyum.

"Aku ingin memiliki banyak teman, sehingga dari kecil aku tak ragu memulai percakapan terlebih dahulu. Kurasa Tuhan mengirimku untuk membantumu, bagaimana menurutmu?" tanya Dean yang membuat Alanna kesulitan menjawab. "Ya, mungkin begitu," ujar Alanna pelan sedangan ia sedang berusaha menenangkan jantungnya yang mendadak bekerja dengan tidak normal.

"Alanna." Gadis itu menoleh dan menatap Brittany. "Hei, sedang apa kau disini?" tanyanya sambil menatap ke Dean sekilas. "Hei Brit, aku sedang membawa Alanna mengelilingi sekolah. Rupanya tadi dia tersesat saat sedang menuju ruang musik," ujar Dean yang membuat Alanna merutuk dalam hati sedangkan pemuda itu sedang menyunggingkan seyum jenaka dengan Brit yang menggodanya, "Ah begitu, tersesat ke arah yang tepat ya," kata Brit dengan ambigunya yang membuat Alanna bingung. "Aku tidak memaham-"

"Aku izin ke kamar mandi untuk lima menit. Kalian membuang waktuku. Sampai nanti," ujar Brittany berlalu, meninggalkan Dean yang tertawa dan Alanna yang kebingungan. "Kujamin Brit memiliki kelas matematika. Ia selalu seperti itu saat pelajaran matematika, seolah-oleh ia berganti kepribadian," ujar pemuda itu lalu mengajaknya melanjutkan perjalanan.

Mereka telah mengelilingi sekolah dan Alanna hanya mengikuti Dean tanpa arah. Pemuda itu berjalan dengan kedua tangan di saku dan kemudian ia menangkat tangannya dan memetik jarinya. "Kau sudah makan?" tanyanya, seolah baru mendapat ide.

Alanna menggeleng dan Dean kembali menariknya. "Kalau begitu ayo ke Cafe. Kantin tidak begitu menyinangkan. Makanan di  Cafe lebih-"

"Tentu lebih enak Mr. Sanders," ujar seseorang yang membuat mereka menoleh. Kemudian Dean menyengir dan mengarahkan tangannya kepada Alanna. "Miss Tara, Ini adalah Kimberly, murid baru kita, dan aku mendapat izin dari Mr. Sam untuk membawanya mengelilingi sekolah karena ia sebelumnya tersesat," jelas Dean panjang lebar yang membuat Alanna ingin memukul kepalanya. 'kenapa ia terus membahas aku tersesat?' tanya Alanna dalam hati.

"Baiklah, kalian boleh melanjutkan karena aku dapat melihatmu jujur mengenai Miss Chester. Tetapi di lain waktu kau akan mendapat kartu jika aku menangkapmu, Mr. Sanders," ujar wanita itu yang merupakan sang kepala sekolah sedangkan Dean mengangguk mengerti sebelum akhirnya berlalu. "Hanya jika ia dapat menangkapku," ujar Dean pelan yang membuat Alanna menoleh. "Kau sering membolos?"

"Ya, Aku masuk sekolah, jadi itu tidak dapat dikategorikan membolos bukan? membolos pelajaran, mungkin ya, tapi hanya sesekali," ujar Dean dengan jujur sambil menggaruk kepalanya.

Alanna tidak bersuara, dan tidak lama mereka tiba disebuah Cafe didalam sekolah. langit-langitnya tinggi, dan tampak seolah tempat itu memiliki dua lantai. Pada langit-langitnya terdapat lampu-lampu kecil yang indah, beserta dengan tanaman yang menjalar pagar area  'lantai dua.'

"Kau yakin kita masih di area sekolah?" tanya Alanna yang membuat Dean terkekeh. "Tenang saja, sekolah kita tidak memiliki jalur keluar rahasia, setidaknya tiada yang tahu," ujar Dean sembari membawanya duduk ke sebuah meja.

"Kau memiliki alergi, atau preferensi tertentu? Aku akan memesankannya untukmu," tanya Dean dan Alanna menggeleng. "Pesankan aku menu favoritmu saja, supaya aku dapet mencobanya," ujar Alanna dan Dean mengangkat jempolnya sebelum melangkah. Alanna kembali menatap sekeliling dengan tatapan kagum.

Dean kembali membawa sebuah nampan dengan dua gelas minum dan dua piring berisi kue potongan. "Ini adalah Blackberry mascarpone chocolate cake," tunjuknya kepada sebuah kue berwarna cokelat dengan topping blackbery, dan filling berwarna ungu dan putih. "Dan ini adalah Blackberry lavendar white chocolate buttercream," tunjuknya kepada sebuah kue berwarna putih dengan filling berwarna keunguan, serta dilapisi cream tipis berwarna putih yang membuatnya tampak lezat.

"Sedangkan ini adalah Hot chocolate, dan Iced chocolate. Aku bukan penggemar kopi," ujar pemuda itu membuat Alanna tersenyum kecil. "Kalau begitu, kau ebih menyukai yang dingin atau yang panas?"

"Minuman? Dingin, Kau? hangat. Kalau dingin berarti kau mengabaikanku, kalau panas berarti kau sedang marah padaku. Bukan hal yang bagus," ujar Dean sambil terkekeh sedangkan Alanna menatapnya dengan tatapan yang ia tidak dapat baca -lagi.

Sejujurnya dalam hati gadis itu hanya bingung. Sebelumnya ia tidak pernah dekat dengan pemuda manapun, dan ia hanya berteman sekedar mengenal nama dan kadang-kadang berbicara, sehingga ia bungung dengan prilaku Dean kepadanya. 

Pemuda itu hangat, terlalu hangat. Dan ia merasa jika hal itu berdampak tidak baik padanya. Bukan, pada hatinya. Hatinya mudah berdebar kencang disaat pemuda itu berkata sesuatu, dan ia tahu lebih baik dari pada mengharapkan yang tidak mungkin, namun itulah yang membuatnya bingung.

Akan tetapi apapun yang ia pikirkan meluap begitu saja karena tiba-tiba sekujur tubuhnya basah dan terasa lengket akan minuman.

081818

B A D [ slow update ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang