Part 13

2.1K 331 29
                                    

Ini tentang rasa yang ada,
bukan karena cerita akal semata,
tapi rasa yang mampu membuat hati bersuara merdu. Hembusan nafas itu kian terasa menerpa wajah sampingnya, dia memejamkan mata menikmati tiap pergerakan yang dia rasakan, pelukaan itu semakin erat bersamaan dengan jantungnya yang semakin bergemuruh hebat.

Dia hanya bisa diam, menikmati semuanya, mengingat sebuah kejadian yang mungkin tak akan terulang lagi. Matanya mampu melihat wajahnya yang memurung, bibir yang selalu tersenyum kini tertekuk dan dia pun jadi tak tega, perlahan menyentuh tangan si pemilik, menggenggamnya dan dia taruh di dadanya seakan ingin lebih dihangatkan.

"Maafin aku ya." Kata maaf terucap lagi, dan dia tak bisa kalau tak harus menarik senyumnya, dia membalikan badannya, dan sekarang dia benar-benar bisa melihat wajah Melody dengan jelas.

"Iya." Katanya dengan senyum tipisnya. "Gak usah cemberut, jelek."

Melody malah semakin menekuk wajahnya, memandang Lidya hanya sebatas lirikan sebal.

"Udah dong, senyum." Lidya dengan paksa menarik ujung bibir Melody agar membentuk senyuman.
"Aku juga bcanda." Kata Lidya lagi menahan tawanya.

Melody langsung memukul bahu Lidya pelan, menampakan wajah yang benar-benar kesal. "Ih, ngeselin! Aku pikir beneran marah, aku udah takut"

"Hahah. Kok takut, kenapa?"

"Ya takut aja, kan aku jadi merasa bersalah."

"Haha. Kamu gak salah, mana ada bidadari yang salah."

"Idih gombal." Tidak tahu kenapa rasanya sangat malu, pipi Melody sudah bersemu merah, membuat Lidya tersenyum begitu lebar, memandang Melody tak henti-hentinya.

"Gapapa, sekali-kali."

Setelah itu semuanya diam, mereka hanya saling pandang dalam tatapan yang malu.

Kekaguman yang dia rasakan ini seirama. Bagaikan gendang debar jantungnya, yang ditabuhkan ketika mendengar suara Melody.
Dengan senyum yang serupa bidadari.

Andai semuanya bisa dia katakan dengan mudah, mungkin sekarang dia akan katakan kalau dia menyukainya kalau dia mencintainya, itu semua tak semudah apa yang dia pikirkan. Bayangan penolkaan selalu ada, karna dia tahu, mencintai seorang Melody baginya adalah salah.

Dia hanya takut, Melody tak bisa menerimanya, lebih parah lagi kalau Melody memutuskan untuk menjauh dan tak ingin bertemunya lagi, jadi untuk sekarang biarlah seperti ini, dia ingin menikmati senyum Melody tanpa harus berharap lebih.

Waktu yang semakin malam, membuat mereka memutuskan untuk memejamkan matanya, tapi tanpa dia duga, Melody menggenggam tangannya, dalam diam Melody mulai memejamkan mata, Lidya juga jadi mengikuti Melody, dia tersenyum melihat tangannya yang di genggam dan sekarang matanya mulai terpejam, bersiap untuk menuju mimpi yang indah.



..
.
.



Debarnya masih begitu terasa, bahagia masih menyelimuti hatinya, lipstick merah muda yang dia putar saja terlihat membahagiakan untuk dia lihat. Dia selalu tersenyum untuk apapun.

Dia duduk, menatap pantulan dirinya di cermin yang sangat membahagiakan.

Polesan tipis make up nya pun membuat dia terlihat cantik, sekarang dia sedang bersiap untuk mengantar Melody ke Bandung.

Kaos hijau tosca polos dengan topi yang menutupi kepalanya, tak lupa jeans dan sneaker, membuat dia terlihat lebih casual dari biasanya, badannya yang tinggi, bahunya yang berisi dan lebar membuat dia memang terlihat seperti laki-laki dibanding perempuan.

Dan kini dia sudah menyapa Melody dengan senyumannya yang khas, Melody sudah duduk disampingnya.

"Udah lama nunggu?"

Lidya menggelengkan kepalanya, tangannya memutar stir, melajukan mobilnya menuju Bandung. "Enggak kok, baru aja sampe."

"Syukur deh."

Melody memang baru saja selesai teater dengan team T, sekarang sudah hampir jam 10 malam, dan dia baru bisa keluar teater, pikirnya Lidya akan menunggunya lama, dia tak mau Lidya menunggu dan bosan.

"Kamu gapapa nganter aku gini?"

Melody memang sebenanrnya tidak enak, harus merepotkan Lidya, dia hanya takut Lidya jadi merasa terbebani.

"Heem, emang kenapa?"

"Ya aku takut kamu capek aja."

"Ya gapapa, kalau capeknya membahagiakan."

Melody yang bingung, dahinya mengerut, menuntut penejelasaan Lidya.
"Membahagiakan? Maksudnya?"

"Iya kan aku bahagia bisa nganter kamu."

Melody tersenyum, dia mulai menyandarkan dirinya di kursi, dia melirik Lidya yang kini tersenyum juga, dia lebih memilih diam, menguncir rambutnya yang terasa berkeringat.

"Gombal mulu kamu." Kata Melody saat tangannya sudah selesai memguncir rambutnya.

Lagi-lagi Lidya hanya tersenyum.

Jalanan malam yang padat membuat Lidya harus extra sabar, berkali-kali dia berdecak kesal karna macet yang terlalu panjang.

"Padahal udah malem, biasanya gak gini." Melody menekuk wajahnya, dia menatap dengan nanar mobil yang berderet tak bergerak, tubuhnya yang lelah membuat dia ingin segera sampai dirumah.

Lidya jadi menoleh, dia jadi tak tega, tangannya terulur, dengan berani menyentuh rambut Melody.

"Sabar ya." Kata Lidya tersenyum, terus memberikan sentuhan pada kepala Melody.

Melody seakan sedang berada dalam mode manjanya, dia malah menekuk wajahnya, membuat Lidya gemas, tangannya yang berada dikepala Melody berpindah untuk menggenggam tangan Melody, memberi kekuatan pada Melody untuk lebih sabar sedikit.

Mobilnya kembali bergerak, perlahan, pergerakan yang menurut Melody tak ada artinya.

Hembusan nafas Melody pun terasa lelah, dia pasrah akan keadaan jalanan yang begitu macet. Sudah dipastikan dia akan sampai Bandung lebih lama dari biasanya.

"Lidi..."

"Hm?" Lidya yang sedang fokus pada jalanan, menoleh sebentar saat gadis disebelahnya ini selalu memberikan suara lemas dan tak bersemangat.

"Capek..." kata Melody seakan mengadu, tangannya yang sedang di genggam Lidya, malah dia lepas, dan dia membawa tangan Lidya untuk menyentuh rambutnya lagi, memberi tahu Lidya kalau dia ingin diperhatikan seperti tadi.

Lidya mengerti dan tersenyum, memberikan sentuhan sayangnya pada kepala rambut Melody. "Sabar ya, mobil aku gak ada sayapnya ka."

"Memang kalau ada sayapnya kenapa?"

"Ya kan bisa terbang tuh, nerobos macet." Tatapan Lidya memberi tahu Melody kalau mobil-mobil dihadapan mereka bisa dia lewaati jika mobilnya bersayap, layaknya burung.

"Lagian kamu kesini gak bawa sayap si." Lanjut Lidya lagi dan ucapannya kali ini membuat Melody bingung.

"Dih, emang aku apa ada sayapnya."

"Kan bidadari, gimana si."

































Bersambung.

#TeamVeNalID


Aku belum tidur dan sekarang baru mau tidur, menghilangkan bayang-bayang kenyataan menuju mimpi yang indah.
-Masha

Melody Lidya [Stop]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang