Bab II

53 5 0
                                    

======Hai, terima kasih semua yang sudah membaca tulisanku. Mohon maaf jika kurang sana sini, karna masih newbie. Mohon rate, comment serta vote nya yah teman2x. Terimakasiiih.....=========

Dering nada alarmku berbunyi,  namun aku masih tidak ingin bangun dari tempat tidurku. Dengan masih menutup mataku, kuraih handphone yang ada di samping ranjangku untuk mematikan alarm lalu aku meringkuk lagi ke dalam selimut. Hujan yang turun deras dari semalam membuat cuaca menjadi sangat dingin, sehingga aku hanya ingin berlindung dalam kehangatan selimutku.

"Non Shienna, ayo bangun....Bibi sudah nyiapin sarapan". Terdengar ketukan pintu kamar dan teriakan Bi Iyem yang memanggilku. Dengan sangat terpaksa aku membuka mataku, berusaha mengembalikan seluruh kesadaranku. "Iya, Bi...saya uda bangun.", jawabku sambil menguap. 

"Baiklah, Non cepat mandi dan makan. Katanya hari ini mau ke kantor."

"Iya Bi...", jawabku.

Aku melihat jam dindingku, "ah, sudah jam 8 lewat", batinku. Badanku terasa pegal, karna kemarin seharian shopping bersama dengan kedua sahabatku. Kupaksakan diriku bangun dan mandi. Setelah selesai berbenah diri, aku turun menuju meja makan. Bi Iyem sudah menyiapkan sarapan favoritku; scrambled egg dan sosis goreng  sudah disiapkan di atas meja makan dengan secangkir teh manis hangat. Setelah selesai makan, ku ambil tas-ku lalu berjalan ke halaman depan. Supirku sudah menungguku di teras sambil membaca koran. Dia meletakkan korannya kembali di meja ketika dia melihatku sedang memilih sepatu di rak depan.

"Yuk Pak, kita berangkat."

"Baik, Non." jawab Pak Sadin. Dia sudah bekerja sebagai supir di rumah ini sejak lama bahkan sebelum aku lahir.

Kemacetan sepertinya sudah menjadi simbol Sunning City ini. Di sela kemacetan ini aku kembali teringat dengan lelaki yang kemarin malam aku temui. Aku merenung kembali memikirkan siapa sosok wajah tersebut. Dengan samar-samar aku sepertinya menemukan kembali ingatanku.  "Ya, itu pasti dia!!!" batinku. Ah, kalau itu benar, dia sudah banyak berubah. Pikiranku melayang ke waktu 10 tahun yang lalu, membandingkan sosok yang dulu dan sekarang. Ada satu hal yang harus kulakukan untuk memastikan kalau dia adalah Eddie Wyatt. 'Si populer' waktu di sekolah dulu.

=============================================================================

"Hei, kamu apa kabar, Vin? Kamu jadi ke sini minggu ini?" 

"Rasanya harus diundur sampe minggu depan nih, Kak. Masih ada urusan toko yang harus saya kelarin"

"Ooh, ya uda gpp, aku cuma mau nanya mastiin, buat jemput kamu di airport nanti. Kamu datang sendiri?"

"Iya kalau plan-nya ga berubah lagi, hahaha."

"Ooo, baiklah. Vin, kakak pertamamu lagi ada di sini yah? Rasanya kemarin kakak lihat orang yang mirip dengan Eddie."

"Iya, kak Eddie sedang ada di Sunning,  liburan bersama temannya. Ih, kak Shien kan sudah lama ga ketemu. Tapi koq masih inget aja. Hahaha. " tawa Elvin dengan nada mengejek.

"Yeee kamu. Kakak pun berpikir dengan sangat keras baru inget tau!!", jawabku dengan nada agak sedikit marah.

"Udahan dulu ah Vin, nanti kita ngobrol lama setelah kamu sudah sampai sini. Kakak lagi banyak kerjaan niih. Wokeeh. Byee.. "

"Wokeh. Siip"

Klik. Kudengar suara dia menutup telponnya. Bibirku tersenyum simpul, hatiku berdesir. Entah perasaan apa yang sedang menyelimuti hatiku. Walau aku sudah menganggap adiknya seperti adikku sendiri, orang itu, Eddie, aku belum pernah bertemu dengannya sekalipun sejak aku meninggalkan kota tersebut. Dan kini dia ada di sini, namun nampaknya hanya takdirlah yang mampu menghantarkan pertemuan kedua setelah yang kemarin itu.

Aku tak sabar ingin menceritakan ini pada kedua sahabatku. Namun harus kutahan terlebih dahulu karena janji meeting dengan clientku.

Akupun menyiapkan barang-barangku, kemudian berlalu pergi meninggalkan toko-ku.

The Cookies LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang