Prolog

8.4K 413 247
                                    

I could fall or I could fly
Here in your aeroplane
And I could live, I could die
Hanging on the words you say
And I've been known to give my all
And jumping in harder than
Ten thousand rocks on the lake

So don't call me baby
Unless you mean it
Don't tell me you need me
If you don't believe it
So let me know the truth
Before I dive right into you

Lagu Dive dari Ed Sheeran mengalun lembut menghiasi kafe estetik yang selalu ramai pengunjung ini. Uniknya konsep yang diusung oleh kafe membuat banyak muda-mudi yang betah mampir berlama-lama. Bagaimana tidak, kafe ini merupakan satu-satunya kafe di kota Tangerang yang memiliki perpustakaan dengan jumlah buku terbanyak dan terlengkap.

Sudah begitu, harga makanan dan minuman di kafe ini terbilang relatif murah. Memang, soal rasa makanan di kafe ini kalah enak jika dibanding dengan kafe kafe lainnya, tetapi jika mengingat porsi setiap piringnya selalu banyak, hampir dua kali lipat dari porsi di kafe atau rumah makan mana pun, siapapun pasti akan memilih berkunjung lagi dan lagi ke kafe ini.

Belum lagi, di sini tersedia wifi gratis, penerangan cahaya yang baik, penyejuk ruangan yang benar-benar sejuk meski kafe sedang dikunjungi banyak orang. Point plus-nya pekerja di kafe ini ramah dan cantik-cantik!

Fathan memarkirkan motornya. Ia turun, menyangkutkan helm di spion motor, lalu merapikan belakang kemeja kotak-kotaknya yang sedikit terangkat saat berkendara. Dari parkiran sudah terlihat jelas pengunjung kafe di sore ini sangat padat. Fathan menghela napas, ga kebagian bangku deh kayaknya, pikirnya sambil menghampiri meja kasir.

"Selamat datang di Bumi Biru Cafe. Untuk berapa orang, Kak?" sapa salah satu perempuan berhijab di balik meja kasir.

"Satu orang aja, masih ada bangku kosong ngga ya, Mbak? Kayaknya penuh banget ini."

"Iya Kak, sore ini yang datang lagi ramai banget. Sebentar saya cek dulu ya, Kak." Perempuan berusia 20 tahunan itu sedikit membungkuk untuk mengecek komputer. "Wah semua bangku penuh, Kak."

"Yah, penuh banget, Mbak?"

Perempuan itu mengangguk, "Banget, Kak. Semua bangku sudah terisi."

Fathan menghela napas, kecewa. Semenjak tau ada kafe yang menyediakan perpustakaan dan wifi gratis dekat toko tempatnya berdagang, ia jadi cukup sering mampir ke kafe ini sebelum pulang. Namun apalah daya ia tidak mendapat tempat duduk, ia berniat untuk mampir ke toko buku di dekat rumahnya saja sambil mampir beli makanan di jalan.

Belum sempat berbalik badan perempuan di balik kasir itu bersuara lagi, "Eh, tapi ada yang sendirian nih, Kak."

"Hah?" Spontan Fathan menyaut. "Maksudnya?"

Melihat ekspresi Fathan yang terkejut membuat perempuan itu tertawa renyah. "Maksudnya gini, Kak. Ada yang duduk sendirian nih, kalau Kakaknya mau makan sambil ngerjain tugas di sini boleh nebeng duduknya sama kakak yang ini." Ia menunjuk layar komputer, pada perempuan yang makan sendirian di bangkunya.

Fathan ikut melirik layar komputer. "Waduh, cewe lagi ya yang sendirian."


Perempuan berhijab itu tertawa lagi, matanya menyipit. "Gapapa kali, Kak. Duduknya kan hadap-hadapan bukan samping-sampingan."

Fathan manggut-manggut, benar juga. Belum sempat memikirkan kemungkinan lain, perempuan di balik kasir berkata lagi, "Ya kali aja nanti mah ada percakapan, kan duduknya sudah hadap-hadapan."

Fathan tergelak mendengarnya. "Ah mbaknya bisa aja, saya berasa dicomblangin ini kalo kaya gini."


Keduanya tertawa.

"Daripada nyari tempat lain, belum tentu tempat lain nyaman kayak di sini, Kak," lanjutnya.

"Waduh, strategi marketingnya bisa banget! Yaudah deh saya samperin mbaknya itu, deh. Bangku nomor berapa, Mbak?"

Sambil masih tersenyum perempuan itu kembali mengecek layar komputer. "Nomor 12, Kak."

"Okey!"

Alasan Fathan untuk memilih tetap berada di kafe itu hanya 1, motornya sudah dikepung oleh pengunjung yang baru datang setelahnya, saat ini motornya sudah berada di tengah-tengah, pengunjung yang datang setelahnya datang membawa rombongan. Mereka sudah mem-booking kursi di luar, salah satu teman mereka sudah ada yang datang terlebih dahulu menjaga kursi agar tidak ada yang menempati tempat duduk mereka.

Mata Fathan menyapu seisi kafe, mencari bangku dengan angka 12. Nah, itu dia!

Benar saja, di sana ada perempuan berhijab yang sedang duduk seorang diri. Ia sedang sibuk membaca buku sambil mengemil beberapa macam dessert, es krim 3 rasa, dan segelas smoothies coklat. Fathan meneguk ludahnya, bukan karena mengiler dengan makanan di depannya tetapi karena memikirkan seberapa banyak kandungan gula yang akan dikonsumsi perempuan ini.

Bukankah biasanya perempuan justru menghindari gula? Kenapa perempuan ini justru tergila-gila dengan gula? Kira-kira masalah apa yang sedang ia emban hingga sebegini gilanya?

Perempuan yang sudah duduk di bangku 12 mendongak, menatap Fathan yang terdiam di depan bangkunya. Merasa aneh, sudah lima menitan lelaki itu hanya diam menatapnya, apa mereka saling kenal?

"Kenapa, Mas?" tanyanya ketus.

Fathan tersadar, ia gelagapan. "Oh hm maaf, Mbak."

Sebelum melanjutkan ia berdehem. "Begini, boleh saya ikut duduk di sini? Semua bangku sudah terisi penuh, cuma bangku mbaknya aja yang masih bisa menampung orang, boleh saya bergabung?"

Melihat gelagat Fathan perempuan itu mengernyitkan dahi, aneh, pikirnya. Untuk memastikan lelaki di depannya bukan sedang melakukan modus kemudian lanjut menjalankan misi kriminalnya, perempuan itu menatap seisi kafe. Ternyata betul, tidak ada lagi bangku kosong kecuali bangkunya. Ia cukup terkejut, perasaan saat ia datang pengunjung di kafe baru ada beberapa bangku, selang setengah jam seluruh bangku benar-benar sudah full terisi, apa ia terlalu serius membaca bukunya hingga tidak menyadari semua pengunjung yang datang?

Sebelum membolehkan Fathan duduk perempuan itu menatap Fathan baik-baik, dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Beneran cuma numpang duduk aja kan?"

Sekarang giliran Fathan yang merasa risih dilihat seperti itu, dengan canggung ia mengangguk. "Iya, Mbak. Cuma ikut duduk aja kok ngga ngapa-ngapain. Saya bukan orang jahat kok, Mbak."

"Ngga ada yang bilang begitu kok, ngaku sendiri." Perempuan itu kembali membaca bukunya sambil menyendokkan dessert stroberi. Buku yang ia baca sengaja dinaikkan tinggi-tinggi hingga menenggelamkan wajahnya.

Fathan tersadar. Iya juga ya! Kan ngga ada yang bilang kalau dia orang jahat!

WAY BACK HOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang