Chapter 1: Unpredictable Evening

1.6K 38 0
                                    

Hello, my name’s Jasmin. I’m Indonesian and I’m 17 years old. Aku tinggal di daerah Bedford, Inggris. Jaraknya hanya sekitar 60 km arah Barat Laut dari London. Kota ini indah, apa lagi ketika malam hari. Aku senang sekali berdiri di atas Bedford Town Bridge ketika malam menjelang. Hanya 1 kata, ”wow”.

            Oh iya, kalian tau mengapa aku tinggal di sini? Yap, ayahku bekerja di kedutaan Indonesia di Inggris. Dan sekarang beliau mendapatkan tugas untuk mengabdi di negara Ratu Elizabeth ini. Yah, mungkin untuk beberapa waktu ke depan. Entahlah tepatnya sampai kapan aku menjadi seorang British.

.

.

            Sore ini masih sore keduaku semenjak aku dan keluargaku pindah kemari. Aku berjalan-jalan di daerah dekat rumahku, Queens Park. Tepatnya aku tinggal di Howard Ave. Ya memang. Ini dekat jalan besar tetapi keadaan jalanan di sini sepi. Jarang sekali terlihat kendaraan yang lalu lalang melintas di sepanjang jalan sampai menuju jalan utama yang terletak beberapa blok dari sini.

Aku membawa camera kesayanganku berkeliling komplek baruku. Kufoto setiap hal yang menarik di sini. Orang yang berlalu-lalang, mobil yang melintas, dan lain sebagainya. Tak kusangka keadaan di Inggris jauh-lebih-indah dari yang kubayangkan selama aku di Indonesia. BRUAK. Aku terjatuh ketika seseorang menabrakku.

”Are you ok, girl?” tanya laki-laki yang memakai hoodie dan kacamata hitam sambil mengulurkan tangannya.

”Yes, I am,” jawabku sambil meraih tangannya. Entah mengapa rasanya aku mengenal suara ini. Tunggu.... Oh God, my camera is broken!

”Oh my...” pandangku kaget pada sesosok benda mati yang kini rusak.

”Is that your camera?” tanyanya lagi dengan ekspresi wajah menyesal walaupun kedua matanya tertutup kacamata hitam itu.

“Hmm,” lanjutku lesu. Camera yang kubeli dengan uangku sendiri tahun lalu rusak. Ok Jasmin, keep calm.

“Follow me,” tangan orang itu menarik tanganku ketika aku mulai akan berjalan membawa camera rusakku

“Wait wait! I don’t know you. What do you want? Kidnapping me?!” berontakku penuh kepanikkan. Tapi dia tetap tak melepaskan genggamannya.

“Shut up, girl. Can’t you stay calm, can you?” ucapnya sambil terus menarik tanganku.

“Keep calm? Oh please, are you kidding me? You broke my camera and then you hold my hand –a girl who you don’t know – and I don’t know you too!” omelku sambil meronta padanya.

“Oh damn, why all the girl always sink in their emotion,”

“HEY! I’m not a girl like that, buddy!”

“Ya ya ya, what ever,” ucapnya sambil terus menarik tanganku tanpa berpaling melihatku.

“So, please let me go,”

“No,”

“Please,”

“No,”

“Please,”

“No,”

“Ok, I won’t go! But please take your hand from mine,” dia langsung melepas tangan kiriku dan berhenti berjalan. Aku merasa kedua mata di balik kacamatanya melihatku tajam.

“What?” tanyaku sinis.

“No,” jawabnya singkat lalu kembali berjalan, “come on,” lanjutnya. Aku yang menyerah akhirnya berjalan mengikutinya dari belakang. Kurasa dia bukan orang jahat juga.

When Asphodel Start to BloomWhere stories live. Discover now