Chapter 10

888 95 4
                                    

"Art"

Art mendongak. Menatap orang yang memanggilnya dengan lelehan air mata yang masih begitu ketara.

Tak tunggu lama, ia langsung berdiri dan memeluknya. Ia butuh pelukan. Ia butuh teman.

"Kau kenapa.?"

"Tenanglah dulu art" si penanya jelas panik melihat tangis art.

"Ayo kita ke mobilku dulu" art dituntun ke mobil dengan posisi masih berpelukan.

"Hah..!!"
"Aku telat lagi" seseorang di sebrang sana menghela nafas.

.

"Kau bisa hangover besok kalau terus minum" tegur gowi

"Biarlah..lebih baik aku hangover lalu tidur lagi. Aku tak ingin mengingat apapun" mew menjawab setelah menenggak 1gelas mìnuman itu.

"Pakai saja seseorang..itu lebih baik dari minum" usulan gowi yang malah di sambut tatapan tajam erades.

Gowi membalasnya dengan cengiran.

"Aku pergi dulu" pamit erades.

"Dasar tak setia" cibir gowi ketika erades sudah jauh dari tempat mereka duduk.

Mew mengerutkan dahi bingung. Mungkin ia salah dengar tadi.

"Dari dulu juga dia gonta-ganti pasangan kan.?" Tanya mew sambil menenggak lagi minumannya.

"Tadi dia sudah berjanji" gerutu gowi sambil mencabikkan bibirnya. Sangat aneh bila di perhatikan. Tak cocok.

"Berjanji apa.?" Mew makin tak tau dengan gowi.

"Sudahlah lupakan"
"Ayo pulang" dan gowi membulatkan mata kala mew mulai mabuk. Dia sendirian harus membawa mew.? Tidak-tidak.

Di bantu oleh bartender kenalan mereka, gowi membawa mew menuju mobil mew.

.

"Enggghhh" geliat mew.

"Bangun kau.!!" Gertak gowi sambil cembeeut.

Mew mengerjit. Dan belum menemukan jawaban apapun, ia hangover.

"Sial.!" Umpat mew sambil memegang kepalanya.

"Rasakan..!!" Gowi menjulurkan lidah lalu keluar.

Mew mengadahkan kepalanya.

"Ah.. aku baru ingat kemarin mabuk" gumam mew sambil memejamkan mata untuk mengurangi rasa sakit.

"Minum lah dulu. Untuk mengurangi hangovermu" mew membuka mata dan melihat gowi sedang membawa nampan berisi gelas.

.

"Terima kasih sudah menemaniku" ucap art.

"Tak masalah. Lain kali kalau ada masalah, kau bisa datang kepadaku"

"Aku turun dulu jack" belum sempat art turun dari mobil, jack menariknya untuk dipeluk.

"Eh" art jelas terkejut

"Art..--" tidak-tidak. Jangan lagi. Ia tak ingin membuat orang benci padanya lagi.

Jadi dengan segera ia menarik diri dari pelukan jack lalu keluar.

"Terimakasih" setelah itu art berjalan cepat menuju rumah.

Art tak ingin mendengar dua kata itu. Ia takut akan menyakiti orang lagi.

"Aku mencintaimu" ucap jack lirih di mobil.

Jack tau ia akan di tolak. Tapi ia tetap saja maju.

.

"Nek.." art membuka pintu rumah reok itu hati-hati.

"Art pulang, nek" art berkata sambil berkeliling rumah.

Dan apa yang ada di depannya kini membuat ia harus menahan nafas.

Wanita paruh baya itu, terjatuh di kamar mandi. Ada darah yang tercetak di lantai, di sekitar kepalanya. Dan hampir mengering.

"Nenekkk" art segera berlari menghampiri neneknya dan menangisi kebodohannya kemarin.

"Nenek..bangun nek" histeris art.

Kalau saja kemarin ia tak egois dan menangisi mew. Kemarin pasti ia akan pulang dan melihat neneknya. Nenek pasti bisa selamat.

"Maafkan aku nek"
"Maafkan aku yang meninggalkanmu"
"Jangan pergi hiks..aku--"
"Aku sendiri nek" art terus saja meracau.

Setelah 1jam menangis, akhirnya art mencoba bangun dan meminta tolong pada tetangga.

Pemakaman itu dilakukan siang harinya.

Art masih berdiri di depan nisan itu meski orang-orang sudah berangsur pergi.

"Nek, hiks hiks"

Art ingin sekali menyusul nenek. Ia tak ingin sendiri.

"Art.." suara berat yang sangat ia rindukan itu terdengar.

Berbalik menghadap sang penyapa. Matanya makin panas.

"P'mew"

Hipotesis Rasa [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang