Pertemuannya dengan Salman selesai begitu saja. Mereka sepakat untuk tidak sepakat. Ulya bersikukuh tidak akan melanjutkan proses taarufnya dengan Salman. Bujukan Ni Eva dan Bang Arif pun tidak mempengaruhi keputusannya.
Ulya sedang mengulang hapalannya ketika si kembar masuk ke kamar. Sambil tidur-tiduran mereka mendengarkan bacaan umminya, sesekali menyambung bagian-bagian yang ia lupa.
"Surat Annazi'at pun Ummi belum hapal? Ck ... ck ... ck."
"Dulu pernah hapal, Zan, tapi udah lupa."
"Kenapa Ummi ikut kelas tahfidz juga? Dah ibuk-ibuk pun." Faiz ikut nimbrung meski matanya tak beralih dari Laskar Pelangi.
"Ummi kan juga pengen memberi mahkota untuk Nenek dan Kakek di surga kelak. Mahkota dari cahaya, seperti Faiz dan Fauzan kasi untuk Ummi dan Ayah."
Sepasang tangan memeluknya dari belakang. "Zan kangen Ayah."
Diusapnya kedua tangan Fauzan. Ulya merasakan bajunya basah.
Terkadang ia merasa anak-anaknya jauh lebih tegar. Namun sekuat apapun ia berusaha menjadi ibu sekaligus ayah bagi mereka, tetap ada bagian yang hanya Bang Faisal yang bisa mengisinya.
Sudah pukul 9 malam, namun ia belum ingin tidur. Ulya beranjak menuju meja makan, duduk dengan segelas teh hangat. Ulya memulai terapi untuk dirinya sendiri jika rindu pada almarhum suaminya sudah tak tertahankan. Ia pejamkan mata, lalu kenangan bersama Faisal seperti slide yang berjalan di depannya.
Ulya menghentikan kegiatannya. Dari sudut mata, ia tahu netra itu tengah menatapnya, penuh cinta. Ia hampiri Faisal dan menutup matanya dengan kedua telapak tangan. Tatapan itu selalu membuatnya merona, meski tahun-tahun berlalu. Dan setelahnya, selalu, he gave her a light kiss, unable to resist.
Matanya akan terus terpejam hingga ia menyelesaikan isakannya. Beberapa saat kemudian Ulya merasa lega, rindunya pada Faisal seolah-olah sudah terobati.
***
Sebulan berlalu sejak pertemuanya dengan Salman. Ulya menjalani rutinitasnya seperti biasa. Sepanjang hari ini ia sibuk berkutat dengan oven dan adonan. Tokonya mendapat orderan 500 paket snack untuk acara perayaan ulang tahun sebuah bank. Satu paket terdiri dari tiga macam kue. Hari ini 1500 potong kue harus ia siapkan dibantu empat orang karyawan. Belum termasuk kue-kue yang memang selalu tersedia di tokonya.
Sudah hampir magrib ketika ia sampai di rumah. Untung tadi pagi dia sudah masak sebelum pergi ke toko, jadi Faiz tinggal memasak nasi saja. Setelah bersih-bersih dan shalat maghrib, Ulya membuka gawainya. Sehari sebelum pesanan diantarkan biasanya ada saja permintaan tambahan dari klien.
Matanya merunut pesan-pesan yang masuk dan tertumbuk pada satu nomor yang sudah lama ingin ia lupakan.
"Assalamualaikum. Alhamdulillah saya sudah tasmi' 30 juz dan siang ini akan sidang skripsi. Jika semua lancar, apakah saya masih punya peluang?"
Tertera di layar pesan yang dikirim Salman pada pukul 16.00
Sebuah pesan baru masuk beberapa jam kemudian.
"Saya lulus."
Salman tahu jika pesannya sudah terbaca. Tapi Ulya masih enggan untuk membalas.
Pesan baru masuk.
"Beri saya alasan yang kuat agar tidak lagi berharap."
"Maafkan saya."
Mungkin itu satu-satunya jawaban yang bisa Ulya berikan. Ia menutup layar ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Kedua
RomanceUlya mengatur nafasnya, "seharusnya Ustadz menikah dengan seorang gadis, perawan, bukan janda beranak dua seperti saya. "Usia...belum sempat Ulya menyelesaikan ucapannya, Salman sudah memotong, "Aku tahu umurmu lebih tua 12 tahun dariku. Tapi aku ti...