Titik awal

19 1 0
                                    




-Penampilan itu menipu-

Matahari bersembunyi di balik awan, langit terlihat mendung dari dalam kelas ini, yang kebetulan sedang mendung juga. Suara tegas dari pak Hendrik terdengar menggema di tengah kesunyian kelas, menjelaskan materi matriks yang terdengar rumit. Seluruh siswa hanya diam mendengarkan, atau lebih tepatnya pura-pura mendengarkan. Entah apa yang merasuki jiwa mereka sehingga mereka tidak bisa menangkap satupun penjelasan materi dari pak Hendrik.

Teng....

Teng....

Teng....

Suara kebebasan terdengar menggema ke seluruh penjuru sekolah,
membangkitkan jiwa para siswa yang tertidur.

"Anak-anak, hari ini tidak ada pr-"

"YESSSS!!!!" Para siswa langsung memotong perkataan pak Hendrik yang belum selesai.

"Tapi..... sebagai gantinya, minggu depan kita ulangan mengenai materi matriks ya"

Seketika kata-kata itu langsung mematahkan kembali seruan dari para siswa.

Lukman, pemimpin siswa di kelas ini pun memerintahkan prajuritnya untuk mengucap salam pada pak Hendrik. Tanpa mengulur waktu, perintah Lukman langsung di laksanakan para siswa, yang mana langsung mengusir pak Hendrik dari markas besar kelas XII-AM.

Dalam hitungan detik ruangan ini langsung berubah menjadi seperti bangunan kosong. Dan inilah bagian favoritku, pulang sekolah. Bukan, bukan karena aku ingin segera memanjakan diri di kamar, tetapi karena aku senang menonton cerita dari setiap orang yang aku jumpai. Aku pun bergegas pergi menuju taman sekolah dan duduk di kursi taman untuk mengamati orang-orang yang berlalu lalang.

Aku memang punya kemampuan yang cukup unik. Hanya dengan melihat raga seorang manusia saja, aku bisa tau apa yang terjadi pada mereka, bagaimana watak mereka, dan apa yang sedang mereka pikirkan. Penglihatan itu muncul begitu saja di pikiranku, seperti aku sedang berada di tempat kejadian itu, seperti menonton sebuah film secara langsung.

Aku juga bisa memilih ingin melihat apa dari mereka, seperti memilih sebuah scene saat menonton film dvd.

Dulu, aku tak bisa mengendalikan kemampuan ini. Sehingga setiap kali aku melihat ke arah seseorang, seluruh informasi tentang orang itu akan akan masuk ke dalam pikiranku. Karena banyaknya informasi yang kuserap, kepalaku akan terasa sakit, pusing, dan terkadang hidungku mengeluarkan darah.

Orang tua ku selalu panik jika hal itu terjadi. Mereka berpikir aku menderita semacam penyakit. Makanya, beberapa kali aku di bawa ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan. Tetapi setiap kali aku di periksa, dokter tak menemukan hal yang aneh dan mengatakan aku hanya kelelahan dan perlu banyak beristirahat.

Tapi seiring berjalannya waktu, aku semakin terbiasa dengan kemampuan ini. Kini aku bisa mengaktifkan dan mengnonaktifkan kemampuanku, seperti menyalakan dan mematikan tv. Bahkan sekarang aku bisa tau apa keinginan atau isi hati orang yang aku tatap.

Memiliki kemampuan ini terkadang menyenangkan, kita bisa sesuka hati melihat isi pikiran seseorang. Seperti saat ini, menonton isi pikiran Yoga si ketua Osis. Yoga sepertinya sedang memikirkan nasib cintanya, rasanya aku sedang menonton Drama FTV yang di siarkan di salah satu tv swasta.

"Ditra! kamu di panggil ke ruang bk tuh"

Baru saja aku menikmati lamunan Yoga di halaman sekolah, salah satu teman sekelasku sudah mengacaukannya.

"Ada apa sih ?" Tanyaku dengan jengkel.

"Biasa lah, ada siswa yang bermasalah lagi".

Yap, kemampuanku ini memang sudah di ketahui beberapa orang. Tapi mereka hanya menganggap aku sangat teliti dan seorang  yang jenius, bisa mengetahui masalah seseorang dari penampilan dan reaksi mereka saat diajak berbincang, lalu Boom.... aku menemukan jalan keluarnya dan menyelesaikan masalah mereka.

Itu semua terjadi semenjak aku membantu seorang siswa bermasalah yang tak dapat di selesaikan oleh guru bk sekalipun, karena itu pula sekarang aku jadi sering menjadi "asisten"  guru bk. Setiap kali ada siswa bermasalah yang tak bisa di ajak berbicara soal masalahnya, aku lah yang di tunjuk untuk "berhadapan" dengannya.

"Ya udah, nanti aku kesana deh" ujarku.

Aku pun berjalan menuju ruang bk. Letaknya tak jauh dari taman sekolah, makanya aku sengaja memperlambat langkah ku. Seringkali aku merasa jengkel jika hal seperti ini terjadi. Waktu ku jadi terbuang, walau tak terbuang sia-sia sih.

"Ditra cepet sini !"

Baru saja aku sampai di depan ruang bk, pak Rendra sudah menyuruhku menghampirinya.

"Ada apa pak ? siswa yang di bully lagi ?" ujarku sembari menghampiri pak Rendra.

"Justru itu, bapak sendiri nggak tau dia itu kenapa, makanya bapak manggil kamu kesini" balas pak Rendra, dengan volume suara yang tak kalah pelan.

Di belakang pak Rendra duduk seorang siswi dengan rambut pendek seleher yang membelakangi aku.

Aneh sekali, tak biasanya ada guru bk yang tidak tau inti dari masalah seorang murid. Memang guru bk sering meminta bantuanku, tapi biasanya dan setidaknya, mereka tahu inti masalah yang dialami murid, jadi aku hanya perlu mencari detail dan penyebab masalahnya, lalu menggunakan kemampuan baruku untuk mengetahui isi hati dan keinginan murid yang aku tatap.

"Ooh, ya udah pak, saya langsung menghadap dia aja ya"

Aku pun segera berjalan menghampiri siswi itu, dan duduk di hadapannya.

"Hal- eh, Laras!?" ternyata siswi ini teman sekelasku.

"Haloooo" jawabnya dengan santai

"Tumben kamu dipanggil ke ruang bk, ada masalah apa?" tanyaku

"Gak apa-apa kok, kamu sendiri ngapain ke ruang bk?" dia bertanya sembari menatapku dengan mata bulat nya.

"Eeeh... kamu gak tau?"

"Enggak" jawabnya sembari menggelengkan kepalanya.

"Biasanya kalau ada siswa yang susah di ajak ngobrol sama pak Rendra, aku yang bakal di tunjuk buat berhadapan sama siswa itu" aku menjelaskan.

"Oooh..."

"Kamu kok bisa ada disini?" tanyaku.

"Gak tauuu..."

"Lah, terus sekarang ngapain disini?" aku mulai bingung.

"Ya mana aku tau, tiba-tiba aku dipanggil pak Rendra ke ruang bk tadi pas mau pulang"

"Terus kamu ngikut aja gitu?" aku semakin bingung.

"Ya emang aku harus apa? kabur gitu? lari kaya mau diculik sama orang asing"

"Yaaa... tapi kan aneh kalau kamu tiba-tiba dipanggil tanpa ada masalah"

"Iya kan? aku juga kebingungan tiba-tiba dipanggil gini, aku emang sempet curiga kalau pak Rendra dapet gosip yang aneh-aneh tentang aku"

"Hah gosip?" ada juga kasus yang seperti ini.

"Iyaa... akhir-akhir ini banyak banget yang suka ngegosipin aku, gak tau deh sumber gosip-gosip ini"

"Gosip apa sih?"

"Masa gak pernah denger?"

"Enggak" jujur aku memang tak pernah dengar gosip tentang Laras.

"Mau denger gosip yang mana? soal aku jadi wanita malam? atau soal aku jadi pencuri dompet anak kelas 10 kemarin? atau mau soal aku yang jadi penipu? atau mau yang-"

"Udah udah, yang mana aja deh" aku tak punya waktu banyak mendengarkan judul gosipnya

"Yaudah deh, aku ceritain soal gosip aku jadi wanita malam aja ya?"

"Yaudah cepet" aku tak sabar ingin mengakhiri percakapan ini.

"Jadi gini..."

Selesai! sekarang kau tak bisa berbohong lagi Laras.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 10, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pikiran Raga JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang