Happy reading!
Sepanjang jalan menuju apartement hanya ada keheningan di antara aku dan Dimas, tak ada satu pun dari kami yang berniat untuk mengakhiri keheningan ini.
Dimas fokus mengemudi, sementara aku terus memerhatikan jalanan yang ramai meski sesekali mencuri pandang, tidak terlihat lagi amarah yang sebelumnya menguasai wajahnya, cengkraman tangannya pada kemudi pun sempat menguat sampai memperlihatkan otot-ototnya.
Perlahan mobil yang kami naiki berkurang kecepatannya, Dimas menghentikan laju mobilnya di depan sebuah bangunan bertingkat yang menjual berbagai macam perhiasan mewah.
"Tunggu di sini, ada yang perlu aku ambil sebentar." Titah Dimas sebelum berjalan keluar menuju toko perhiasan itu.
•••
Lima menit berselang Dimas akhirnya menampakkan batang hidungnya, pria itu datang seraya menenteng sebuah paper bag berukuran kecil di satu tangannya, tanpa mengeluarkan suara Dimas duduk di balik kemudi dan menginjak pedal gas dalam.
Dimas bungkam, ia seakan enggan berbicara denganku, sekadar menoleh pun tidak.
Setelah mengumpulkan keberanian akhirnya aku mencoba membuka obrolan dengannya.
"Kalau boleh aku tahu, apa yang tadi kalian bicarakan di rumah sakit? Kenapa lam—"
"Semua pertanyaanmu akan kita bahas nanti... di apartement." Potong Dimas terdengar tegas.
Rahang kokohnya tampak mengeras. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang Dimas bicarakan dengan Ayahnya sampai ia bisa berubah layaknya demikian? Kedua alisku bertaut heran.
•••
Pintu Apartement sudah tertutup rapat, Dimas langsung menarik tanganku menuju sofa.
"Duduklah," ujarnya menepuk satu sisi sofa yang kosong, aku lantas menuruti perintahnya.
"Kau kenapa?"
"Ada yang ingin aku bicarakan denganmu, Petra."
Aku melipatkan kedua tanganku ke depan dada. "Aku juga."
"Kau pertama."
Aku memperhatikan Dimas sebentar. Napasnya tidak beraturan, tatapan matanya pun kosong ke bawah. Entah apa yang tengah memenuhi kepalanya sekarang. Dimas terlihat gelisah. Namun, ku lihat rahang kokoh itu mulai melunak. Syukurlah.
"Kau kenapa kemarin menciumku? Apa kau tidak tahu kalau itu sungguh tidak sopan?" Aku bertanya seraya menegakkan tubuhku.
Dimas mengangkat sebelah alisnya. "Memangnya kenapa? Kau tidak menyukainya? Kalau begitu kenapa kemarin kau membalas ciumanku?" Serang Dimas tepat sasaran.
Aku mematung.
"Baiklah, itu tidak penting, ada satu hal yang ingin aku bicarakan denganmu, aku harap kau tidak menolaknya." Ucap Dimas sembari memutar tubuhnya ke arahku.
Keningku mengenyit. "Apa itu?"
Bukannya menjawab, Dimas justru mengambil kedua tanganku, lalu menggenggamnya erat.
"Petra,"
Aku diam.
Dengan lembut Dimas menyapukan ibu jarinya di permukaan kulit tanganku. "Aku adalah orang yang dipercaya Ayahmu untuk menjagamu untuk hari ini, esok , dan selamanya."
Refleks aku menarik tanganku darinya. Apa yang sedang Dimas bicarakan? Kedengarannya ini bukan hal yang baik.
"A—aku tidak mengerti! Apa maksudmu berbicara seperti itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pervert Husband
RomanceSetelah 10 tahun tidak bertemu, Dimas tidak mengira jika Petra yang pernah ia temui saat kecil itu kini menjelma jadi seorang gadis berparas cantik yang berhasil meruntuhkan pertahanannya, Dimas seakan tenggelam dalam pesona gadis berusia 19 tahun i...