"Gue keluar dari rumah sakit Ze, Lu jaga diri baik-baik ya!"
Putra sudah berdiri di gerbang keluar rumah sakit, dengan sweeter dongker, menutup kepala dengan sweater nya dengan wajah ditutupi masker. Zeze yang dinas malam berjalan keluar dan mengambil absen, sosok pria yang berdiri didepan pintu gerbang sudah sangat dikenal Zeze, Zeze menatap keluar dan tersenyum serta berlalu meninggalkan ibu Nana "Ibu, aku duluan ya!"
Zeze berjalan menuju pintu keluar rumah sakit dan menatap pria dengan masker diwajahnya "Lu ngapain ke rumah sakit? katanya sakit?". setelah beberapa hari Putra dinas malam, paginya jalan bersama Papanya membuat Putra hanya tidur beberapa jam, Pilek serta pusing selalu dikeluhkan Putra.
Putra menatap Zeze seolah benar-benar tidak mengenali perempuan yang tengah berada disampingnya itu. Tatapan bingung yang membuat Zeze kesal dan memukul pundak Putra "Gak usah banyak gaya, gue tau itu lo Putra, dari belakang juga gue udah kenal" Zeze mencibir dan maju seolah ingin menyebrang dan meninggalkan Putra.
Putra menarik tangan Zeze dengan cepat, kemudian mengejar dan berteriak memaki pengendara motor yang hampir saja menabrak Zeze karena melawan arah. Putra memang tipe orang yang gampang emosian dan cepat marah, tapi tidak pada perempuan. Zeze yang masih kaget dengan kejadian tadi menatap Putra bingung dengan wajah pucatnya. Putra yang setengah berlari mengejar pengendara motor kembali kesamping Zeze dan menatap Zeze yang setengah membeku "Kamu gak apa-apa kan neng? Liat kiri kanan dong" Nada suara Putra langsung menurun dan memegang pundak Zeze untuk memastikan Zeze baik-baik saja.
"Ia gue baik-baik aja ko, maaf ya, gue cuma liat arah kiri doang" Zeze menjawab dengan nafas yang masih terengah-engah.
Putra memegang tangan Zeze, dan tidak melepaskan genggamannya sama sekali, bahkan saat ditengah penyebrangan Putra juga merangkul pundak Zeze untuk memastikan bahwa Zeze akan baik-baik saja bersamanya. Tidak pernah sekalipun Zeze merasa seaman ini jika berada dengan seorang pria bahkan Wahid sekalipun.
Seperti biasa, Putra tidak akan pulang dulu setelah mengantarkan Zeze hingga depan kosan. Zeze dan Putra akan mengobrol sepuluh menit sebelum Putra pulang dan meninggalkan Zeze. Tiba-tiba Putra menyerahkan selembar kertas pada Zeze "Buka Ze". Zeze meraih kertas yang diberikan Putra, dan menatap bingung Putra, tepat setelah Zeze membaca isi suratnya Zeze menatap bingung Putra dan minta penjelasan "Surat Pengunduran diri?"
"Ia Ze, gue gak bakal kerja di rumah sakit lagi mulai besok Ze. Papa minta gue buat kerja bareng dia Ze, masih di Jakarta sih Ze." Putra mulai menjelaskan bagaimana kondisi dan suasana dirumah sakit setalah permasalahan ia bolos dari Bandung kemaren, bagaimana rencana kerja yang akan Putra dan Papanya kerjakan dan bagaimana target karir Putra sekarang.
Zeze masih bingung dengan semua yang Putra jelaskan, kenapa tiba-tiba keluar? kenapa harus sekarang?. "Ze, selama ini gue gak pernah mikirin masa depan gue Ze, gue cema kerja, nongkrong, gak pernah mikirin besok gue mau jadi apa, gue udah 23 Ze, gue mau dirumah sakit sampai kapan? mau jadi pesuruh rumah sakit sampai kapan? semenjak gue kenal lo gue jadi mikir Ze. Gue cuma tamatan SMA jauh dan sangat jauh dibawah lo Ze, gue gak pantes dapatin lo kalau gue masih begini aja, gimana tanggapan orang tua lo mengenai gue kalau gue masih begini-gini aja Ze? gue gak mau dinilai begitu Ze." Kata Putra
"Gue gak pernah minta lo kuliah Putra. Kenapa harus karena gue sih? gue gak pernah nuntut lo Putra? Lagian gue siapa?" Kata Zeze bingung dengan semua penjelasan Putra.
"Gue begini bukan karena lo Ze, tapi gue belajar banyak dari lo hingga gue sadar gue bukan anak kecil lagi, gue harus mikirin masa depan gue Ze. Lo di rumah sakit baik-baik ya, nyebrang juga jangan kaya tadi, trus makan yang teratur jangan suka telat makan karena kerjaan lo Ze, ntar lo sakit lagi. Tidur juga jangan tengah malam. Gue akan selalu ada disamping lo Ze, walaupun gue udah gak di rumah sakit lagi" Setelah penjelasannya Putra pulang dan meninggalkan Zeze.
Ini adalah hari terakhir Putra bekerja di rumah sakit. Zeze sebenarnya tidak begitu sedih meskipun Putra sudah tidak bekerja di rumah sakit lagi, bahkan lebih bagus jadi tidak ada lagi desas-desus mengenai Putra dan Zeze di rumah sakit.
Putra sudah pamitan pada semua teman-teman di rumah sakit termasuk gizi. Dari raut wajah Putra terlihat bahwa Putra sedih harus meninggalkan rumah sakit, dua tahun kerja di rumah sakit bukan waktu yang singkat, beberapa kali Putra mengatakan pada Zeze baginya teman-teman di rumah sakit bukan lagi tempat kerja tapi sudah seperti rumah keduanya.
Putra pamit pada semua teman-temannya termasuk sama mba Sasya "Mba, Putra pamit ya, mohon maaf kalau ada salah selama ini ya." Putra tersenyum dan berbisik "Tolong jagain Zeze ya mba, apalagi makannya suka telat, keras kepala kalau dibilangin" Putra setengah berbisik namun masih bisa didengar Zeze yang berada disamping mba Sasya. Zeze yang mendengar ucapan Putra hanya melotot pada Putra, namun dibalas senyum oleh mba Sasya dan Putra karena ekspresi Zeze. "Tenang Putra, ntar dimarahin" tambahmba Sasya yang membuat Zeze makin kesel.
Sehari setelah Putra keluar dari rumah sakit, Zeze mulai merasakan kehilangan Putra, beberapa kali Zeze suka melihat keluar jendela seolah-olah ada Putra yang mengintip dan memperhatikan dari jauh "Oh ia udah gak ada" Zeze tersenyum dan bergumam pelan, namun dapat didengar jelas oleh mba Sasya.
"Kenapa? gak ada Putra yang suka berdiri diluar dan menatap kesini lagi?" Seolah mba Sasya bisa membaca fikiran Zeze dengan jelas yang membuat Zeze kaget dan tersenyum malu. "Selama ini aku memang diam dan memperhatikan Ze, tapi mau aku kasih tau satu rahasia gak?" Mba Sasya tersenyum sombong menatap Zeze.
"Apa kak?" Kata Zeze penasaran
Mba Sasya mendekat dan berbisik pada Zeze "Ingat saat ibunya Putra dirawat disinikan?"
"Ingat, Tiga bulan lalu kan?" Zeze bingung
"Ia"
"Lah, trus kenapa mba?" Kata Zeze
"Saat kamu libur dan aku dinas Ze, Putra minta aku buat bilangin kamu buat kasih konselling gizi ibunya Putra,sayangnya ibunya keburu pulang sebelum kamu masuk kerja lagi. Trus juga adek dan ibunya Putra suka nannyain yang mana Zeze pada ibu Nana dan aku kalau lagi bagi makan Ze. Keliatan banget kalau Putra sayang banget sama kamu Ze, sampai ibu dan adek-adeknya tau tentang kamu Ze. Trus yang paling penting ni adeknya Putra ngomong gini setelah kamu dan aku keluar dari ruang rawat ibunya Putra 'Cantik mah, kecil-kecil manis, ramah lagi' kayanya Ibu dan ade-adenya Putra tau mengenai hubungan mu dan Putra Ze" Kata mba Sasya
"Ya Allah, malu banget kak. Tapi kalau dipikir-pikir ia sih mba, Putra juga suka nnyain aku ibunya boleh makan apa aja, trus juga ibunya juga suka nannyain aku trus bilangin sama Putra gini kalau aku lagi telponan sama Putra 'Jagain Zeze baik-baik Putra, bilangin jangan lupa makan, ntar sakit lagi', emang ibunya Putra baik sih kak, berasa kaya ibu sendiri perhatian banget kak. yang terakhir mba omongin paling bener, Aku memang cantik, manis trus ramah lagi" Zeze berlalu dan meninggalkan Mba Sasya tertawa sebelum mba Sasya murka dan menyesal telah membocorkannya sama Zeze.
Setelah seharian kerja, Zeze melangkah keluar dengan tas hitam punggungnya "Ibu-ibu aku pulang ya!" dan berlalu meninggalkan instalasi gizi "biasanya ada Putra yang nganterin pulang atau ngisengin sebelum aku pulang" gumam Zeze.
Zeze berjalan pelan dengan wajah yang ditutupi makser, dan headset menutupi telinganya. Zeze berjalan keluar dari rumah sakit hingga sebuah motor menghentikan langkah Zeze dan tersenyum menatap sosok pria yang ada didepannya.
"Mba Zeze kan? Grab mba?" Putra sudah berada didepan Zeze dan tersenyum
Zeze melepas headset yang menutupi telinganya "Maaf mas gak kedengaran, tadi ngomong apa?" Zeze bengong dan menatap Putra bingung.
"Gak ada, gak tau, ngeselin banget sih? ngapain pake headset?" Putra menjawab judes dan menyerahkan helm pada Zeze
"Dasar ngambekan. Gue denger ko" Zeze tersenyum dan meraih helm yang diberiakan Putra "Ini mau kemana?"
"Kerumah gue, ibu sama ade-ade gue mau ketemu lo. Ayo naik" Kata Putra
KAMU SEDANG MEMBACA
Footstep
Teen FictionHubungan Zeze dan Wahid yang sudah berjalan empat tahun, benar-benar hancur setelah Putra muncul dikehidupan Zeze. Putra yang tiba-tiba datang dalam kehidupan Zeze, memberikan perhatian tanpa minta sebuah balasan perasaan, menjaga dan selalu melind...