Hei kalian! Diem-diem bae komen apa komen..
________________________________________
Lelaki berparas tampan dengan rahang tegas ditambah bulu yang tumbuh disekitar rahangnya. Ia menggertak giginya kesal. Kesialan apalagi ini, kedua pesuruhnya tertangkap basah oleh orang Al-Fatah. Bisa bahaya kalau seperti ini.
Lyd berjalan mondar-mandir di ruang kerja apartemen mewahnya. Ia kehabisan akal saat ini. Kenapa kali ini ia begitu ceroboh. Shit!
"Arghhhhh..!" Lyd mengerang kesal mengusap kasar rambutnya hingga tatanan yang tadinya rapih terlihat lebih kacau.
"Bodoh.. Bodoh.. Bodoh!" ucapnya seraya memukul meja dengan kepalan tangannya. Meja kerja kaca itu retak dengan beberapa kali pukulan. Begitu pula kondisi kepalan Lyd yang mulai mengeluarkan cairan kental berwarna merah segar.
Tak lama pintu terbuka dengan satu kali hentakan. Terlihatlah Raya dengan wajah paniknya. "Apa yang kau lakukan, kak?" tanya Raya dengan wajah kaget dan iapun segera berlari menghampiri Lyd.
Lyd tersenyum hangat. "Nothing, babe."
"Apa kau sudah gila?" tanya Raya dengan raut sedih dan marah.
"Maaf." lirih Lyd tertunduk. Raya memeluk tubuh tegap kakaknya. Lyd pun membalas pelukan Raya. Memberi kehangatan bagi Lyd. Hanya beberapa detik Raya melepaskan pelukannya seraya menjauh.
"Mau kemana?"
"Ambil kotak obat. Darahmu bau sekali. Aku tidak suka." ujar Raya menghampiri kotak obat yang ada dilemari berkas ruang kerja Lyd.
Lyd terkekeh geli melihat sikap adiknya. Ia terus memandangi gerak-gerik Raya sampai gadis itu terduduk dihadapannya. Raya dengan teliti membersihkan luka Lyd lalu membungkusnya dengan perban. Sesekali Lyd meringis sakit karna sentuhan Raya.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Raya membereskan peralatan P3K.
"Tidak ada." bohong Lyd dengan tatapan yang tak lepas dari adik tersayangnya.
"Bohong." sanggah Raya yang terus membenarkan letak peralatan P3K. Lyd mengerutkan dahinya bingung. Apa adiknya sudah tau tentang ini? Tapi darimana?
Dia juga sering melakukan sesuatu tanpa sepengetahuan adiknya. Ia tidak ingin adiknya tau dan menjadi sasaran empuk untuk musuhnya yang sebenarnya tidak akan terjadi. Ya, tidak akan. Bagaimana mungkin keluarga Al-Fatah akan mencelakai gadis itu? Bahkan mereka pun berniat membongkar semua masalah yang ada, membenarkan yang benar agar kesalahpahaman ini tidak berlangsung lama dan semakin rumit nantinya.
"Kau bohong, kak. Aku tau apa yang ada dipikiranmu," ungkap Raya sambil menghela nafas. "Selama ini aku tau tentang dirimu dengan keluarga Al-Fatah dan Aghina. Hanya saja aku diam. Tapi, sungguh. Aku juga benar-benar membenci mereka." adu Raya dengan wajah yang dingin.
"Apa maksudnya?" tanya Lyd bingung.
"Ya, aku juga ingin membantumu, kak. Kumohon." Lirih Raya. Lyd menatap heran adik semata wayangnya. Ada apa ini? Kenapa Raya tiba-tiba ingin bergabung dengannya?
"Tidak. Aku takut mereka malah mengincarmu. Tidak.. Tidak.. Aku tidak akan kuat kalo seperti itu-" ucap Lyd yang langsung dipotong dengan Raya.
"Jangan jadikan aku kelemahanmu, kak." ujar Raya dingin dengan tatapan yang semakin tajam.
Lyd menghela nafas pelan, "Maafkan aku. Tapi, tetap saja kau tidak boleh masuk ke dalam masalah ini."
"Kenapa, kak? Karna aku perempuan? Jadi aku tidak sehebat laki-laki? Begitu kan? Atau.. karna penyakitku?" ujar Raya tegas dan perlahan ia mengecilkan suaranya lalu bangkit dan keluar dari ruang kerja Lyd.
Lyd menatap kaget adiknya. Lyd tidak bermaksud berfikiran seperti itu. Ia hanya takut kehilangan orang yang ia cintai, lagi.
🦀🦀🦀🦀🦀
Suara tepuk tangan menggema diruangan minimalis yang dilengkapi dengan beberapa alat canggih. Alat khusus yang dirakit langsung oleh Alex. Monitor yang tadinya hanya digunakan untuk men-cek e-mail sekarang beralih fungsi menjadi CCTV kota.
Sedangkan, kedua sepupu yang tampan rupawan namun otaknya agak kurang sedang tertidur pulas dengan gaya tidur yang sedikit absurd. Bagaimana tidak? Zikra tidur dengan kepala yang menyusup di antara lengannya lalu kakinya ia taruh diatas perut Gibran. Gibran juga sama absurdnya, ia tidur dengan telentang dimana kakinya ia lebarnya sehingga salah satu kakinya ada di tengkuk Zikra. Oh ya btw mereka diruangan kerja Cafe Gibran.
"Great!" seru Alex setelah mendapatkan apa yang dia cari.
Zikra dan Gibran yang sedang tertidur setelah acara makannya langsung bangun dengan wajah yang mencetak garis lekukan bajunya. Hmm.. Kebo. Ehh di London gaada Kebo, adanya buffalo.
"Ngapa lu?" tanya Zikra sambil mengucek matanya.
Alex menengok ke arah Zikra, "Akhirnya ketemu! Gua seneng banget sumpah. Ya Allah." seru Alex senang.
"Alhamdulillah. Syukuran dong kita." ujar Zikra senang namun masih dengan muka bantal.
"Lap tuh ilernya. Jijik gue!" ujar Alex sambil bergidik ngeri. Gila sampe nyetak gitu dipipi. Jangan dibayangin plis. Sumpah wajah gantengnya luntur abis kalo liat si Zikra muka bantal.
Mungkin fans Zikra bakal berkurang kalo kaya gini. Iya gak? Iya kali ya.
Gibran merentangkan tangan besarnya selebar-lebarnya hingga tidak sengaja mengenai mata Zikra atau sering dibilang kecolok.
"Astagfirullah! Bang! Mata gue mana!" teriak Zikra histeris. Sedangkan, Gibran masih setia merentangkan tangannya, tidak peduli dengan teriakan menggema dari adik yang sebelas duabelas gilanya dengan dirinya.
"Abanggggg... Mata gue kok yang sebelah gelap sih! Huahhhh.. Ya Allah ga lagi deh ngeliat yang bukan mahram. Janji ya Allah. Tapi hamba masih pengen ngeliat sih, dikit. Hikss.."
"Apaan si, lu?" ucap Gibran malas dan menarik lengannya. Ia bangkit dan menghampiri Alex melihat layar komputer yang menunjukkan wanita manis dengan balutan gamis warna navy dan pashmina berwana senada.
Ehh bentar, lah kok jadi ngeliatin nih cewe sih? Bukannya mau nyari si buntut Aderson?
"Heh lele! Lu tuh kesini disuruh nyari buntut Aderson bukan cewe! Tapi cakep sih. Lu kenal?" amuk Gibran. Hmm.. Dasar playboy! Eh tapi kata si Bella, Gibran itu Gay. Kebanyakan readers juga bilang gitu padahal tuh ya sesungguhnya Gibran itu lelaki sejati. Tapi ga sekarang sejatinya kan hatinya patah. Apaan si. Skip!
"Bang! Nama gue Alex! Gua tegasin lagi, A-L-E-X! oh iya, si buntut Aderson udah gua temuin rekaman dia. Udah gua kirim juga di e-mail lu." jelas Alex kesal.
"Jangan e-mail. Ntar ada yang nyadap gimana?"
"Udah gua kasih proteksi yang aman! Jadi, gabakal bisa di sadap." ujar Alex kembali ke layar monitor.
Zikra masih menge-check matanya. Ia bersyukur karna masih bisa melihat. Bodoh banget sih dia. Heran dah, Yes.
Zikra berjalan menuju Alex dan dikejutkan dengan tampilan wanita cantik yang tadi dilihat Gibran. "Astagfirullah! Itu bidadari? Cakep weh! Ehh-- ya Allah! Zikra khilaf!"
Gibran dan Alex hanya memutar bola matanya malas. Maklum bangun tidur. Angan-angannya belum kumpul. Coba tangkepin deh, biar babang Zikra rada waras, walaupun efeknya cuma sedikit.
________________
______Assalamualaikum!
Hola wargah! Apa kabar seminggu ini yang menunggu babang ganteng gila? Ehh.
Sehat kalian ya biar cepet nikah. Lah
Sehat juga kalian biar lancar komen. Hiks.Gaada yang komen sepi banget wkwk..
See you dipart selanjutnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
AFAF2 : OUR LIFE | ✔
Spiritual[Spiritual-Romance-Humor-Action] AFAF-2 [END] , Sequel Of Istiqomah Bersamamu. Hati-hati typo bertebaran dimana-mana. Banyak kesalahan dalam penulisan harap maklum. (Hargai penulis dengan cara mem-follow penulisnya.) _______________________ "Hidu...