Tentu saja keadaan tak segera lekas membaik.
Amaya duduk di belakang tembok lorong kecil, tepat di depan kamar Keenan. Ia keluar dari kamar Keenan dan menguping pembicaraan anak dan ayah itu diam-diam. Pembicaraannya sangat sengit sehingga hati Amaya menciut. Keduanya tampak sangat tenang meskipun nada bicara mereka bukan untuk percakapan biasa. Dua-duanya sangat keras kepala.
"Ayah sudah mentolerir kamu untuk mengambil jurusan Kedokteran, tapi sekarang kamu sudah kelewat batas,"
"Kelewat batas apa yang ayah bicarakan? Aku punya pacar, itu saja,"
"Ya, tapi pacarmu itu laki-laki!" Narendra berkata dengan nada yang meninggi. "Dan kamu nggak tahu malu, menggandeng dia di bandara sementara banyak orang yang menonton! Nasib baik itu malam hari dan sepi, bagaimana kalau ada orang yang mengenali kamu?"
"Oh, jadi sekarang ayah memutuskan jadi perhatian, begitu?" Keenan ikut meninggikan suaranya. "Dari kemarin ayah kemana?! Bukankah ayah lebih buruk?! Sudah berapa banyak uang yang ayah hamburkan buat nyewa perempuan, hah?!"
Bulu kuduk Amaya merinding. Ia belum pernah mendengar suara Keenan yang marah seperti itu.
PLAK!
"Kurang ajar!!"
Amaya memekik pelan saat ia mendengar suara telapak tangan yang bertemu kulit. Ia memejamkan matanya ngilu. Sepertinya Keenan ditampar oleh Narendra, karena semuanya langsung senyap. Beberapa detik kemudian hanya terdengar suara sepatu pantofel Narendra melangkah keluar unit apartemen, dan menutup pintu dengan kasar. Buru-buru Amaya berlari kecil untuk menghampiri Keenan saat ia memastikan Narendra sudah benar-benar keluar.
"Keenan!" seru Amaya panik. Keenan duduk di sofa sambil memegangi pipi kirinya. Keenan yang tadinya duduk termangu langsung menoleh ketika melihat Amaya muncul dari lorong dan menghampirinya dengan ekspresi cemasnya yang menggemaskan. Saat Amaya berdiri tepat di depannya, Keenan segera memeluk pinggang Amaya tanpa basa-basi.
"Keenan, kenapa tadi?! Beneran ditampar ya?!" Amaya berkata sembari menangkup rahang tegas Keenan dengan tangannya. Ia mengangkat rahang Keenan dengan kedua tangan dan menemukan bekas kemerahan cerah di pipi kiri Keenan. Seketika perasaan bersalah menyeruak hati Amaya, mengingat semua ini terjadi karenanya.
Amaya mendekap leher Keenan erat-erat dan menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Ia sakit hati melihat Keenan ditampar sampai membekas di pipinya seperti itu, bahkan oleh ayah Keenan sendiri. Amaya merasa kalau itu adalah salahnya.
"Ma.. aaff..." bisik Amaya pilu saat mendekap kepala Keenan di perutnya. Keenan menggeleng kecil, kemudian memeluk pinggang Amaya lagi dan menggusek-gusek kepalanya di perut kekasihnya. Kemudian pria itu mendongak, menatap Amaya, dan tersenyum.
"Hei, bukan sama sekali salah kamu," kata Keenan berusaha menenangkap Amaya. Tangan kanannya meraih pipi Amaya dan mengelus-elus permukaan kulit halus anak itu. "Ayahku dalam posisi nggak bisa menentang apa-apa. Dia jauh lebih buruk daripada aku, jadi dia nggak bisa sok benar di hadapan anaknya,"
"Ng... Jauh lebih buruk daripada kamu, Keenan...? Maksudnya itu apa?"
Keenan terkekeh kecil mendengar reaksi Amaya, kemudian tangan satunya menepuk-nepuk pantat Amaya yang sedang kebingungan itu.
"Jangan, ah! Kamu belum tau, berarti kamu masih kecil. Anak kecil belum boleh tau!"
Tetapi, Amaya malah gusar karena tak mendapat jawaban yang ia inginkan. Ia mengguncang-guncang bahu Keenan dan mulai mengeluarkan jurus rengekannya supaya Keenan mau menerangkan apa maksudnya barusan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Tutor !!
Romance( C O M P L E T E ) Amaya cuma siswa biasa kelas tiga SMA yang sebentar lagi akan menghadapi ujian akhir sekolah. Galak, bandel, dan gak suka repot-repot belajar. Meskipun nggak pintar-pintar amat, ia nggak mau mengecewakan keluarganya begitu saja k...