prolog

149 6 2
                                    

Aku sedang memandangi awan sore.dan saat ini matahari akan segera tenggelam dan aku sedang menikmatinya dengan seorang yang paling ku sayangi di dunia ini.
Dia tersenyum.aku juga.mungkin saat matahari berganti dengan bulan itu sudah hal biasa yang bisa kita lihat setiap hari.tapi jika bisa menikmatinya kau akan merasakan hal yang berbeda.apalagi bisa menikmatinya dengan orang yang spesial dihidup kita.

"Kau lupa satu hal"

"Apa?"

"Make a wish?"
Dia tersenyum dengan manisnya.dia mulai memandangku dengan lekat.

"Untuk apa?.aku sedang tidak berulang tahun".

"Untuk hari ini dan hari esok.membuat permintaan bukan hanya saat ulang tahun.jadi buatlah permintaan untukku?".

Aku mengangguk disertai senyuman dan mulai memejamkan mataku dengan tangan yang masih digenggamnya erat dari sore tadi.

"Tuhan Semoga kita bisa selalu bersama seperti ini.menikmati awan sore dan pergantian tugas matahari dengan bulan setiap  hari dengan keindahanmu yang sayang untuk dilewati"

Jika keinginanku terlalu muluk maafkan aku.mungkin ini terlalu rumit seperti  halnya takdir bulan yang merindukan matahari.mereka sejajar tapi tak bisa bersama.dan hanya detik dimana mereka harus berganti tugas mereka bisa bertemu,itu pun cuma sebentar dipertemukan untuk melepas rindu dan harus diperpisahkan lagi oleh tuhan.

Saat aku selesai dengan permohonanku,aku membuka mata. ku lihat dia sedang memandangiku dengan sangat baik dengan mata coklat yang dipunyainya memikat hatiku.

"Setelah ini kita akan merindu lagi matahari"

Wajahnya tampak murung.senyumnya mulai pudar didepan mataku.hatiku tersayat oleh mata sendu itu.aku hanya terdiam sejenak dan menangis.
Rasanya perih jika harus berjauhan lagi dengan bulan walaupun jarak kita sangat dekat.tapi kita sangat jauh.bahkan untuk menyapa pun tak ada ruang.hanya menunggu senja datang baru kita bisa melepas tawa.

"Jangan menangis tari".dia mengusap air mataku dengan tanggannya di pipiku.aku menahan tangannya agar tetap dipipiku dan merasakan kehangatannya yang selalu aku rindukan.

"Apa kita akan seperti ini terus alan.aku sangat kacau saat kau ada didekatku tapi aku sama sekali tak bisa menyapamu".

Buliran air mata ini terus menerus mengalir.mengingat apa yang terjadi kemarin dan yang akan terjadi esok.saat aku dan alan akan menjalani hari dengan berpura-pura tak saling mengenal karena sebuah alasan.
Dan seperti ini lagi.

"Aku pun begitu tari.tapi kita harus terus begini sampai caca sembuh".

"Tapi sampai kapan alan?.sampai kapan?" Aku meraup mukaku dan memegangi kepalaku.pening rasanya jika harus seperti ini setiap hari.

Dia tiba-tiba memelukku erat.memberikan kenyamanan dan ketenangan yang aku rindukan setiap sore.dan tak ku dapatkan saat pagi dan siang.

Namaku matahari namun aku benci terang.karena terang dapat menjauhkanku pada bulan dan menyisahkan luka disudut pintu itu.

Dan aku juga benci malam.dimana aku tak bisa menghabiskan waktu lebih lama bersama bulan dan harus terpisah lagi.namun aku suka waktu dimana matahari dan bulan bertemu yaitu diwaktu senja dan saling menyapa.

     ¤¤¤¤¤¤♡♡♡♡♡¤¤¤÷¤¤÷÷

Tit..tit..tit..

Suara alat pendeteksi jantung mulai terdengar.aku hanya bisa memandang alan di samping ranjang yang bernuansa putih itu.dan caca, sedang berbaring diatas ranjang itu dengan tawa nya saat bersama bulanku.mereka tertawa bersama di ruangan serba putih itu.dan aku.hanya bisa memandangimu dan bersandar diambang pintu.aku tak bisa melakukan apapun saat rasa cemburu mulai menusukku direlung hati dan terus berpura-pura tersenyum melihat pasienku baru saja bangun dari masa sulitnya.

seharusnya sebagai seorang dokter aku bahagia bisa menyelamatkan pasienku dari masa koma tapi nyatanya sebaliknya aku adalah dokter yang menangis saat pasienku bangun.itu dikarenakan pasienku bersama kekasihku.

Terus ku pandangi mereka untuk memastikan pasienku baik-baik saja.ditemani para suster yang sigap jika terjadi sesuatu disebelahku.hatiku tersayat sayat saat melihat kenyataan ini bahwa kekasihku sedang bersama orang lain di depanku.

"Sesak rasanya bulan.akankah aku bisa kuat seterusnya jika seperti ini?"

Setelah ku pastikan pasienku baik-baik saja,aku langsung pamit kembali ke ruanganku.

"Baiklah dok terima kasih".

"Terima kasih dokter".

"Sama-sama".

Sebuah tangan menyampar tanganku dan menggenggamnya erat dan perlahan mulai merenggang saat aku melewatinya.cairan bening itu keluar saat aku berjalan mendekati pintu keluar.ingin mati saja rasanya jika sepanjang usiaku ku lewati seperti ini.jika bukan karena aku mencintainya dan dia mencintaiku tak akan aku berjuang semenyedihkan ini.

Aku matahari sanjaya,seorang dokter yang selalu mengobati pasiennya saat sakit sampai sembuh tak bisa menyebuhkan hatinya sendiri yang terluka.bahkan menjahitnya pun tak bisa.hatiku tetap terluka dan tak ada satupun obat yang bisa aku tebus untuk itu.bagaimana aku bisa sembuh jika obatnya saja aku tidak tau.dan tak tahu cara mengobatinya.mungkin aku perlu belajar lebih tinggi dari perguruan tinggi untuk bisa menyembuhkan hati seseorang yang terluka tapi tak terlihat darah dan juga aku sendiri.

Koridor koridor rumah sakit berhasil aku lewati dengan sesekali mengusap air mataku yang tak bisa aku bendung lagi.
Senyum palsu terlalu mendominasi diriku hari ini saat menyapa pasienku yang berobat padaku.

"Dokter tidak apa-apa?" Tanya salah seorang suster padaku saat akan memasuki ruang operasi.
"Tidak sus.aku tidak apa-apa.ayo kita masuk,pasien kita sudah menunggu untuk diselamatkan".

"Tapi mata dokter terlihat merah.jika dokter sakit saya akan memanggilkan dokter lain untuk menggantikan dokter".

"Kubilang aku tidak apa-apa.ayo masuk".

"Baiklah dok kalau begitu".

Segera aku masuk ke ruang operasi diikuti oleh para suster dibelakangku.

Bulan Rindu MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang