Nasehat | 3

995 121 18
                                    

'Dia tawarkan setapak baru padaku. Namun milikmu, masih membayang dalam langkahku.'

Christel turun dengan pakaian kerjanya. Menyandang tas ransel yang setia membawa berkas-berkas kerja. Dilihatnya keluarga Prasiarkana yang sudah memulai sarapan pagi.

Akan lebih lengkap kalo ada kamu, Al.

"Christel." Panggilan dari wanita paruh baya itu menyadarkannya. Diusap genangan halus di pinggir mata yang begitu saja tercipta.

Segera Christel menghampiri meja makan. Kedua anaknya sedang asyik dengan sosis berbalut roti goreng yang jelas buatan Bella.

"Morning, anak-anak Momma." Christel mendaratkan kecupan hangat di pipi kedua anaknya.

"Morning, Momma." Balasan itu terasa sangat menyenangkan di telinga Christel.

Jika kebahagiaan yang disebut setelah kepergian Alta, adalah Tobias dan Rescha penyebabnya. Tidak ada yang lebih penting untuk saat ini bagi Christel, kecuali kedua anak kembarnya ini.

"Anak-anak nanti biar mama yang anterin sekolah. Kamu bisa pergi sama papa," ujar Bella melihatnya dengan senyum.

Christel hanya tersenyum dan mengangguk pelan. Memulai sarapannya dengan roti berselai strawberry, kesukaan Alta.

"Jadi gimana, pa?" suara Rana membuat Christel melihat ke arahnya dan langsung menatap sang mertua. Sepertinya Christel melewatkan sesuatu.

Gian Prasiarkana belum menjawab. Meletakkan gelas susu yang sudah tidak berisi.

"Nanti malam jam delapan, kan?" Rana terlihat mengangguk semangat. "Suruh Abid datang ke sini. Dan semua keluarga kita harus berkumpul."

Setelah berkata seperti itu, bapak Gian beranjak menuju kamarnya untuk mengambil jas kerja. Bella mengekori suaminya setelah sebelumnya mengedipkan mata ke arah Rana yang tersenyum sumringah.

"Kak." Rana menoleh ke arah Christel, masih dengan tersenyum senang. "Emang entar malem ada apa?"

"Christel. Kasih selamet ke kakakmu ini. Akhirnya, setelah malam ini kakak bakal jadi calon istri orang."

Christel membulatkan mata antusias. "Abid purposed me!" Tanpa berpikir, kedua perempuan itu berteriak kegirangan dengan tangan mencoba saling bersentuhan di antara meja makan besar itu.

"Aunty, Momma. Can I enjoy my breakfast quietly?" Jelas itu sebuah keluhan dari Tobias. Orang-orang pasti akan percaya jika Tobias adalah putra seorang Alta. Lihat saja sikap acuh dan 'tidak mau diganggu'nya itu, siapa lagi yang diturunnya jika bukan Alta?

"Sorry handsome." Rana tampak mengacak rambut Tobias yang melihatnya kesal. Christel tersenyum melihat tingkah putranya yang sangat dingin.

"Aunty, what's going on?" Rescha tampak memelankan suaranya, agar tidak mengganggu Tobias yang kembali dengan makanannya.

"I'll be a queen really soon, sweety. And you'll be a princess on my big day." Rana membalas bisikan itu dengan suara pelan dan senyuman.

"Really?" Mata gadis kecil itu terlihat berbinar. Rana mengangguk dengan senyum semakin lebar.

Rescha menggerakkan tangannya dengan ceria. Dilihatnya Christel yang tersenyum dan memeluknya hangat.

***

Udara pagi ini tidak terlalu cerah. Beberapa awan tebal berarak memenuhi langit. Tapi cukup menyenangkan untuk beraktivitas karena tidak terlalu panas.

"Christel. Kosongin jadwal kamu untuk malam ini. Kamu pasti sudah tahu kenapa, kan?"

Christel melirik mertuanya sejenak, lalu tersenyum dan mengangguk. "Iya, pa."

"Papa gak akan nolak siapa pun calon Rana. Even itu bukan dokter Abid. Rana sudah cukup dewasa dan sudah pantas menikah." Christel tak melepaskan senyumannya dan berfokus pada jalanan yang ramai.

Mertuanya ini adalah orang yang jarang sekali berbicara. Bahkan ini adalah obrolan hangat pertama setelah sekian lama hanya berbicara masalah kerjaan. Meski terlihat sangat dingin, tapi Christel merasakan setiap perhatian pada sikap Gian kepadanya.

"Dan kamu juga gitu." Christel melihat ke arah mertuanya sedikit lama. Lalu kembali fokus pada kemudinya.

"Kamu juga sudah pantas menikah lagi." Christel tahu bahwa mertuanya bukan orang yang suka berbasa-basi.

"Aku masih harus fokus sama anak-anak, pa." Suara Christel sedikit bergetar.

"Papa tahu. Tapi kamu juga harus sadar, kalo Tobias dan Rescha butuh sosok seorang ayah. Jelas saya adalah seorang ayah untuk kamu. Tapi bagi mereka, saya hanya seorang kakek yang selalu memanjakan mereka. Saya gak punya hak terlalu banyak untuk pertumbuhan mereka, Christel. Dan kamu juga masih muda. Kamu butuh seseorang untuk bisa selalu menjadi tempat kamu bersandar.

"Kami pasti akan selalu mendukung kamu. Karna kita keluarga. Ada atau pun gak ada Alta, kamu tetap menantu saya. Ibu dari cucu-cucu saya. Tapi tahan ego kamu sendiri, Tel. Kami, keluarga Prasiarkana, sangat menyayangi kamu dan ingin kamu bahagia."

Itu adalah kalimat terpanjang yang Christel dengar dari seorang Gian Prasiarkana.

Bulir bening itu jatuh dari manik milik Christel. Tenggorokkannya terasa sakit karna menahan isakkan.

Mobil berhenti di depan perusahaan televisi itu. Gian membuka sabuk pengaman. Sedang Christel masih diam dalam pikirannya. Dirasakan genggaman hangat di tangannya, Christel sontak menoleh ke arah Gian yang kini tersenyum hangat.

"Kamu putri saya. Jangan takut untuk sesuatu yang bisa menciptakan kebahagiaan kamu sendiri. Kami sangat-sangat menyayangi kamu, Christel."

Gian keluar dari mobil, sesaat setelah mengusap pelan ujung kepala Christel yang masih terdiam di mobil dengan tatapan yang tak bisa dimaknai.

🍃🍃🍃

Pegimane ama nih cerita pembacakuuuu???😂😂

Enak kagak dibacanya? heheehehehehe😅😅

Moga aja menyenangkan juga yeeee 😆😆😆

Happy reading dah, kalo mao nambahin pahala bisa sambil vote sama komen kok. hihi😁😁

Wajah Christel ngeliat mertuanya keluar dari mobil 😥

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wajah Christel ngeliat mertuanya keluar dari mobil 😥

Je t'Aime AUSSI (sekuel Je t'Aime) [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang