7. Siapa yang menang?

44 16 45
                                    

Tiga bulan lagi berlalu dengan cepat. Kini aku sudah tau nama adik Rezky yang sangat lucu itu ternyata Nina. Dan kami masih bermusuhan seperti dulu. Entah apa awal mula permusuhan kita? Aku juga tak mengerti.

Dia berdiri di anak tangga ke tiga, menghadangku dengan gaya berkacak pinggang. Matanya yang bulat menatap tajam mataku.

"Apa?" tanyaku ketus.

"Kakak dari mana? Kenapa sering pergi sama Kak Iki?" serunya sambil memonyongkan mulutnya hingga membuatnya terlihat lebih menggemaskan.

"Hmm? Puramart, aku tadi ditraktir eskrim stroberi sama kakakmu," jawabku sambil menjulurkan lidah di akhir kalimat.

Muka Nina memerah, bibirnya merapat dan bergetar, lalu dia menangis kencang. "Kak Ikiiiii eskriiiim!!!!" Dia berlari meninggalkanku begitu saja, memasuki rumahnya sambil terus meraung-raung menangis memanggil nama kakaknya.

Aku hanya tersenyum geli. Mengapa aku merasa bahagia setelah berbuat jahat? Dan, mungkin baru pertama kali ini aku membuat anak kecil lucu, menangis seperti itu. Asik juga rasanya...

Kunaiki undakan tangga, lalu masuk ke dalam kamar hanya untuk mengambil perlengkapan Paradis. Aku sudah membuat janji dengan ayah Dini, untuk mengerjakan Paradis di labnya setelah mengajari Rizal. Dan kini aku harus ke sana. Aku tak sabar.

Meski telah puluhan kali aku memamsuki lab ayah Dini, aku tetap saja terpukau. Lab ayah Dini sungguh mengagumkan! Beton-betonnya sangat kokoh dan tinggi, seperti benteng kerajaan-kerajaan di Disneyland.

"Jerman sudah diaktifkan? Negara mana lagi targetmu selanjutnya?" Tanya ayah Dini dari balik kursi putarnya.

"Roma. Aku masih harus mempelajari budanyanya yang sangat unik, juga kepercayaan mereka akan dewa-dewi, dan bangunan mereka yang khas. Ah! Andai aku bisa keliling dunia, aku pasti akan ke Roma setelah ke Belanda!" ucapku semangat sambil memasang instrumen pelengkap Paradis ke laptopku. Dan menyimpan beberapa vinyl lagi ke lokerku yang kini sudah terlihat sesak dan berantakan dengan instrumen, kabel penghubung dan vinyl-vinyl.

Ayah Dini tertawa hangat mendengar ucapanku. "Kau bisa pakai lemari besar di sampingmu, nanti kupindahkan barang-barang yang ada di sana." Ayah Dini sungguh orang paling pengertian yang pernah ada.

Lalu kami disibukkan dengan pekerjaan kami masing-masing. Ayah Dini sesekali membantuku membawakan buku-buku referensi, juga gambar-gambar 3D koleksinya tentang Roma. Senang rasanya berada satu ruangan dengan orang yang pernah berkeliling dunia. Dia seperti tau segalanya tentang Roma! Amazing!

***

"Hari ini kan ya? Bagi raport? Kira-kira Isti menang nggak?"

"Nggak mungkin lah... kamu tau Rezky gimana, waktu SMP aja dia menang olimpiade matematika seJawa Barat."

"Tapi Isti kan anak kota! Biasanya anak kota pinter-pinter kan?"

"Alaah... nggak mungkin menang ngelawan Rezky! Percaya deh. Kalau Isti menang nih, aku bakalan cium kaos kaki kamu!"

"Serius???"

"Iya! Tapi kalau Isti kalah, hehe... kamu harus cium kaos kaki aku... biar adil!"

"Ogah!!! Kaos kaki kamu aja jarang dicuci!!! Kayaknya mending nyium trasi daripada kaos kaki!"

"Eh, gimana-gimana? Katanya Isti bakalan pacaran sama Rezky ya kalau kalah?"

"Daku nggak rela Rezky sama dia..."

Dunia ParadisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang