[Name] mematung di depan pintu sambil memeluk boneka penguin.
Eh? Tunggu? Kenapa jadi seperti ini? Batinnya mulai mengetuk kesadaran diri. Dia ingat-ingat lagi. Ah, benar, hari ini ia libur kuliah. Lalu, ibu sedang sibuk urus adek di lantai dua, ayah bekerja di kantor, dan tiba-tiba ada yang mengantarkan paket ke rumah.
"Apa ini rumah Lukas Bondevik?"
"Bukan, di sebelah sana tepatnya."
"Saya sudah mengetuk, tapi tak ada yang menyahut."
"Wah, berarti Lukas dan Emil sedang tak ada di sana. Biasanya jam segini rumah mereka memang sepi, dan lagi hanya mereka berdua yang menghuni rumah itu."
"Kedengarannya Anda tahu banyak soal mereka."
"Ti-tidak juga."
"Kalau begitu, mohon tanda tangan di sini. Saya titip ini, ya."
Raut wajah gembira pengantar barang masih terbayang, padahal awal mengetuk pintu wajahnya suram.
Sambil mendesah, [Name] memiliki solusi, "Ya sudah, nanti kalau salah satu dari mereka pulang, aku antarkan."
•∆•
[Name] bergegas berganti pakaian, berias sebentar, kemudian turun ke bawah sambil memeluk boneka penguin. Tak dapat dipungkiri lagi, boneka penguin yang masih terbungkus rapi oleh bungkusan transparan ini sangatlah menggemaskan. [Name] jadi penasaran, kira-kira boneka ini milik siapa, ya? Lukas atau Emil? Tak dirasa, ia sudah berdiri di depan pintu rumah Lukas. Tadi, sempat ia melihat Emil masuk ke dalam. Dari pakaian serta gerak-geriknya, Emil baru pulang sekolah. [Name] tanpa pikir panjang lagi, segera mengetuk pintu. Tak lama, Emil pun muncul.
Jadi, inikah Emil? Lucunyaaaa. Sekolah menengah, ya? Bagaimana rasanya punya adik dengan umur tak beda jauh? [Name] tersenyum saat mengingat selisih usia dengan adek di rumah.
"Siapa?" Emil tiba-tiba mengerutkan kening.
"Ka-kau tidak mengenalku, Emil?" Bagai pecahan kaca, kebahagiaan waktu melihat kembang api teriris. Yang benar saja, bukannya Emil merangkai nama [Name] di dalam mahakaryanya?
"Pfft—bercanda. Jadi, ada apa,[Name]?" Oh, Emil tadi sekilas tersenyum. Semakin imut saja!
"Oh, iya. Tadi pagi ada yang menitipkan ini." [Name] segera pada urusan.
"I-ini kan ...." Sekilas, ada ketakjuban di pancaran mata Emil. Karena [Name] memerhatikan, ketakjuban atas penguin pun lenyap. "Itu mana mungkin punyaku, kan? Aku yakin punya Lukas. Pasti pengantar barangnya bertanya soal Lukas Bondevik, benar? Bukan menanyakan namaku?" Emil memalingkan wajah dari boneka sambil melipat tangan.
"Benar juga ...." [Name] memandang bergantian antara boneka dengan penguin. Kata-kata Emil benar, pengantar barang tak bertanya soal dirinya.
"Ayo masuk. Sebentar lagi Lukas pulang." Emil berbalik membelakangi [Name].
"Eh?" [Name] memiringkan wajah. Bukannya lebih bagus, Emil terima saja lalu ia sendiri pulang?
"Aku ... tadi baru pulang dari kafe, tak sengaja beli banyak kue. Bantu aku habiskan." Suara Emil sedikit memelan.
[Name] hanya diam. Benarkah Emil,remaja yang menghabiskan uang semudah itu?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Baru (Lukas Bondevik)
أدب الهواة[Name] terlalu fokus pada kuliahnya, sampai-sampai rumah kosong sebelah sudah dihuni. Hm, seperti apa tetangga barunya itu? •Lukas Bondevik x Reader• [Norway x Reader] ... HETALIA © Himaruya Hidekaz Story © Shiina Himawari Project: Neighbour