8. Vinyl Migi...

35 14 36
                                    

Rezky mengulurkan eskrim stroberi, yang langsung ku ambil dan kumakan. Sam dan Rizal sedang sibuk membandingkan nilai-nilai di raport mereka yang ternyata hanya beda tipis. Dini, sedang sibuk mencatat entah apa.

"Aku pengen wawancara kalian," ucap Dini setelah dia terdiam cukup lama.

Kami semua mendongak menatapnya.

"Mulai dari Isti. Nama Isti Melisya Anwar. Kamu anak ke berapa?"

"Hmm? Pertama."

"Punya saudara?"

"Ya."

"Namanya?"

"Asti Meilya Anwar. Kami kembar."

"Kembar???" Sam dan Rizal benar-benar meninggalkan raportnya. Mereka berdua mendekatiku. "Dia pinter juga kayak kamu? Muka kalian mirip? Dia sekolah di mana? Udah punya pacar belum?"

Aku tersenyum geli sambil menggelengkan kepala. "Kami beda... dia tinggi! Dia suka nari, dulu waktu smp dia ikut ekskul breakdance dan tari saman. Dan dia jauuuuh lebih cantik daripada aku! Terakhir, aku denger dia punya tiga pacar."

Sam dan Rizal mundur perlahan mendengar penjelasan terakhirku. Mereka kembali menyibukkan diri dengan angka-angka di raport mereka.

"Waktu kamu pindah ke sini dia nggak ikut ya?" tanya Rezky. Aku mengangguk membenarkannya.

"Hm? Bukannya waktu aku pindah nggak ada kamu ya?" tanyaku bingung. Ya, pertama kali aku datang ke desa ini, aku hanya bertemu dengan ibunya yang memakai kebaya aneh.

"Aku duduk di bawah pohon mangga," jawabnya datar.

Aku tersenyum geli. Ternyata, kami benar-benar mirip. Selalu tak dianggap ada di manapun kami berada.

"Lanjut. Makanan favorit?" tanya Dini melanjutkan wawancara anehnya.

"Hmmm? Eskrim stroberi," jawabku sambil menunjuk  bungkus merah eskrim yang dibelikan Rezky.

"Warna favorit?"

"Coklat."

"Lagu favorit?"

"Instrumen buatan Rezky."

Dini mengerucutkan bibirnya.

"Aku jarang dengerin lagu lain, tapi beneran, musik buatan Rezky emang bagus! Tenang Ky, kalau gameku rilis, aku akan bagi hasil ke kamu dan ayah Dini juga," jelasku. Aku tak mau persahabatanku dan Dini retak hanya karena salah paham.

Dan wawancara aneh itu berlanjut tanpa kendala.

***

_____________________________________
Migi: Isti! Kabar buruk!!! Aku harus mengganti topik dan judul skripsiku!!! Seminggu yang lalu, seseorang membuat vinyl yang sama persis dengan yang kubuat. Dia sudah mempublikasikannya di seminar International dan mulai memproduksi dalam skala besar!!!

Ya Tuhan... mengapa harus seperti ini? Padahal hanya tinggal beberapa kalimat penutup lalu aku bisa mempublikasikan vinylku. Tapi dia mendahuluiku... Aku tak mungkin bisa lulus tahun ini, aku pasti akan dianggap sebagai plagiat jika meneruskan penelitianku. Hufth!

Anwar IM: Hah? Bukankah dulu kau kesulitan mencari reverensi untuk penelitian ini? Vinyl-mu itu belum pernah ada yang membuat sebelumnya. Aku yakin! Coba teliti baik-baik jurnalnya. Mungkin ada perbedaan bahan atau efek samping? Atau penggunaan? Dan apapun?

Migi: Aku sudah membacanya lima kali! Percayalah. Bahkan Shiori sensei pun membacanya dan meneliti perbedaan apapun, kami tak menemukannya. Bahkan Naoko yang tak mengerti vinyl-ku pun menyimpulkan bahwa apa yang kubuat sama persis dengan apa yang ada di jurnal itu!

Anwar IM: Ya ampun... Ada saja cobaan... dan kenapa cobaan itu datang di saat-saat terakhir seperti ini?

Migi: Ternyata nasibku tak beda jauh dengan Hayato. Kami akan sama-sama terlambat lulus kuliah. Hufth. Nasib.

Anwar IM: Kau tau? Aku ingin bertemu denganmu dan memelukmu.

Migi: Sekarang kau sudah mengerti manfaat berteman? Sudah berapa banyak teman mu di desa itu?

Anwar IM: Masih stuck di angka 4. Tapi aku senang berteman dengan mereka.
______________________________________

Aku menghela napas sedih. Aku sungguh ingin pergi ke Jepang menemui Migi dan memberinya semangat, atau setidaknya menemaninya menyusun rencana penelitian baru. Tapi uang yang kumiliki belum cukup untuk aku bisa bepergian jauh. Aku masih butuh banyak uang untuk terus mengembangkan Paradis.

"Ada masalah?" tanya Ayah Dini.

Aku mengangguk lesu, sambil mematikan laptopku. Aku sengaja menghabiskan waktu liburan semester di lab ayah Dini untuk mengembangkan Paradis. Karena di kosan aku sering menemui masalah teknis dengan peralatan yang kurang lengkap.

"Sepupuku di Jepang, dia terancam gagal sidang karena penelitiannya sama persis dengan penelitian orang lain, dan orang itu mempublikasikannya di seminar internasional seminggu yang lalu," jawabku lesu. Kumasukkan laptopku ke dalam loker, lalu ku kunci loker itu.
"Aku mau beli eskrim ke puramart sebentar," ucapku sambil melirik ke arah Dini yang sibuk dengan buku-bukunya.

"Yuk! Aku juga pengen eskrim!" Dini segera merapikan buku-bukunya lalu memasukkannya ke loker khusus miliknya dan mengikutiku keluar lab.

"Din, akhir-akhir ini kamu jadi pendiam, kenapa?" tanyaku. Kami melewati pematang-pematang sawah sambil merentangkan tangan menyentuh dedaunan hijau padi yang runcing. Aku tahu aku akan gatal-gatal setelah melakukan ini, tapi aku suka melakukannya.

"Hmm? Masa? Hehe..." Dini malah menjawab dengan pertanyaan. "Isti, aku seneng punya temen kayak kamu," ucapnya. Aku hanya mengangguk. Aku juga suka berteman dengannya. Meski di awal menyebalkan, tapi aku suka. "Kita akan tetep teman sampe kapanpun, kan?" tanyanya. Dia menengok ke belakang untuk melihatku. Aku mengangguk sambil tersenyum. "Nggak akan berubah apapun yang terjadi?" tanyanya lagi. Aku mengangguk. "Selamanya?" tanyanya lagi.

"Lihat jalan! Nanti kamu kecebur ke sawah!" ucapku sambil tertawa.

"Selamanya?" tanyanya lagi. Dia sangat keras kepala.

"IYA! KITA TEMAN SELAMANYA!!!" teriakku. Kami tertawa bersama.

Hai teman-teman :)

Cuma mau bilang makasih udah baca dan dukung cerita ini.

Semoga bisa istiqamah update tiap hari seperti request Ochanndn

Salam hangat.
Moza

Dunia ParadisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang