5 - Angin Peniup Luka

36 1 0
                                    

Ini hari Minggu.
Biasanya, hari Minggu adalah hari dimana para peserta didik mengerjakan PR. Namun, mumpung Vere tidak diberi PR, maka ia memutuskan untuk pergi ke sebuah mall untuk bersantai seorang diri.

Tujuan pertama Vere setelah sampai di mall adalah membeli minuman. Setelah selesai membayar, ia menunggu minumannya di konter pengambilan minuman sambil membalas chat dari teman-temannya.

"97!" Teriak salah seorang barista.

Vere lalu menyodorkan struk bernomor 97 miliknya dan mengambil minumannya. Ia lalu memutar badan dan berjalan pergi dari situ.

"Dompet lo ketinggalan," Ujar seorang cowok yang tiba-tiba berada di belakang Vere.

"Eh iya makas.......... Rei?" Ucap Vere.
Ia terkejut melihat Rei yang dengan santainya menyodorkan dompet hitam Vere.

Remaja wanita mana sih yang tidak terpukau melihat Rei? Rambutnya yang acak-akan membuatnya terlihat mempesona. Kaus putih polos, celana jeans selutut berwarna hitam robek-robek, serta sepatu kets terlihat begitu cocok dengannya. Membuatnya terlihat santai.

"Hai hehehe," sapanya.

Vere hampir saja pingsan. Ia tidak pernah berada sedekat ini dengan seorang Nicholas Reinaldi. Jaraknya dengan Rei hanya 40 cm. Ia bahkan bisa mencium wangi parfum Rei. Dari dekat, terlihat jelas lesung pipi yang begitu dalam di pipi sebelah kanan Rei. Untung saja Vere bisa mengontrol dirinya. Jika tidak, ia sudah pingsan melihat Rei tertawa seperti itu.

Sumpah manis banget gue gakuat asli netijen tolong gue. Duh ah harusnya gue ga ke mall kali ya.

Vere merutuki dirinya sendiri. Dia ingin sekali pulang. Berada di dekat Rei membuat jantungnya berdetak 1000 kali lebih kencang, seperti sedang menaiki wahana ekstrem di dufan.

"Ver?"

Suara Rei memecah lamunan Vere.

"Eh... iya kenapa?"

"Lo sendirian aja?"

"Iya."

"Tumben. Biasanya kan lo selalu sama temen-temen lo. Gue perhatiin gapernah misah tuh."

WAH. DIPERHATIIN COY. PARAH NETIJEN SAYA MENINGGAL DISINI NETIJEN.

"Ver....?"

Suara Rei kembali memecah lamunan Vere.

"Eh... hmm.. iya.... biasanya emang bareng temen. Tapi kalo hari minggu gue suka jalan sendiri aja sih."

"Hmm kalo gue temenin boleh ga?"

DUH NAPASI TIAP NI ORANG NGOMONG GUA DAG DIG DUG. HERAN.

"Diem berarti iya, ayok," Ujar Rei sambil menarik tangan Vere.

Jantung vere hampir berhenti berdenyut ketika kulit mereka bersentuhan. Vere sempat tercengang beberapa detik. Ia bingung harus berkata apa. Belum sempat berkata-kata, mereka sudah tiba di depan sebuah toko buku.

"Lo mau beli buku?" Tanya Vere kebingungan.

"Engga, tapi gue tau lo suka baca buku. Pasti lo kesini buat cari novel juga kan?" Tebak Rei sambil tersenyum.

Duh bisa ga si ini orang brenti senyum. Lama-lama gue meninggal sumpah kalo dia senyum terus-terusan.

"Kok lo tau?" Tanya Vere lagi.

"Udah gausah nanya-nanya. Ayo mulai cari novel!"

"Emang lo suka baca novel?" Tanya Vere untuk yang ketiga kalinya.

Maaf.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang