~Hati hati adalah jalan terbaik saat hadirmu mulai mengusikku~
~shaka ~
"Happy reading"
Azka bungkam. Seperti terjebak oleh ucapannya sendiri. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Bahkan ia sendiri ragu untuk berkata jujur. Azka rasa, jujur bukanlah pilihan yang tepat untuk saat ini. Sesuatu yang perlu ia buktikan juga menjadi alasan terkuatnya.
Sibuk dengan pikirannya sendiri, membuat tasya berdecak kesal. Ia menepuk bahu azka pelan.
"Heh! Malah ngelamun."seru tasya. Ia menatap azka penuh selidik. "Gue lagi nanya. Jadi jawab ngga nih?"
"Ngga."
Tasya mengerutkan kening. "Kenapa?"
"Ya karena gue ngga mau jawab."ucap azka santai. Tasya berdecak seraya menatapnya sinis.
"Alesannya?"tasya masih dengan rasa ingin tahunya.
Tangan azka terulur mengambil gelas berisi air yang ada diatas meja. Meneguknya hingga tersisa stengah. Azka menoleh kearah tasya yang masih menatapnya penasaran.
"Saran gue, ya. Jangan kepo kepo amat deh jadi orang. Ngga baik."ujar azka dihadiahi pelototan oleh tasya, tidak terima. Azka hanya tidak merasakan menjadi dirinya yang memiliki darah kepo tingkat internasional.
"Oke. Kalo lo ngga mau jawab ngga apapa. Tapi, apa susahnya sih ngejawab gue? Lo tinggal jawab, lo tahu darimana kalo gue sakit? Cuman itu kan. Jawabannya juga pasti simple aja."tasya menggerutu kesal seraya membuka pembungkus roti dengan tidak santai. Sesekali tatapannya melirik azka sinis.
"Feeling gue aja. Dan emang bener kan lo sakit."azka tak ingin memperpanjang. Mungkin tasya hanya ingin mendengar jawabannya. Meski bukan jawaban yang sebenarnya. Setidaknya cewek itu tidak akan memaksanya lagi.
Sementara tasya mengangguk mengerti. Ia mendelik, lalu mulai memasukkan roti kedalam mulutnya. "Tuh, kan. Jawabannya segitu doang pake segala mikir lagi. Ribet banget."
"Lo yang ribet."
Tasya kembali mengangguk. "Yang cantik ngalah."
"Eh, tapi.."
"Apa lagi?"tanya azka stengah kesal. Tasya yang melihatnya tertawa kecil.
"Feeling lo bagus juga ya."
"Yaiyalah."sahut azka sembari menyandarkan tubuhnya ke sofa. Ia melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul satu siang. Azka merongoh celana kainnya, mengambil ponsel lalu menelpon seseorang.
"Hallo, ka. Kenapa?"sahut seseorang disebrang sana ketika panggilan tersambung.
Azka menoleh kearah tasya sebentar, mendapati cewek itu sedang asik memakan rotinya tanpa menoleh sedikitpun. Seakan tidak mendengar apaapa karena fokus dengan makanannya.
Menghela napas pelan, azka kembali fokus pada seseorang yang ia telpon.
"Maaf ya, gue ngga bisa nemenin lo di kantor sekarang. Gue lagi ada urusan diluar.""Iya, ngga apapa. Yang penting gue bisa numpang tidur di kantor lo. Hehe.."
KAMU SEDANG MEMBACA
SHAKA
Teen FictionGanti judul. Flusso D'amor ➡ shaka Munafik jika tasya mengatakan tidak ada perasaan pada cowok itu. Nyatanya, setiap berada didekat cowok itu, tasya selalu berdebar. Menahan sesak ketika berhadapan langsung dengannya. Tasya tidak akan berbohong tent...