Awal dari segalanya

7.7K 267 26
                                    


Di pagi hari yang cerah ini pasti membuat semua hati jadi cerah. Tapi tidak dengan bintang. Bagaimana tidak, abangnya yang laknat itu membangunkannya dengan cara yang sadis Bukan main. Kini baju, kasur beserta sprainya ludes diguyur air satu baskom besar oleh abang laknatnya. Tunggu pembalasan aku duhai abang laknat, umpatnya dalam hati.

Setelah membereskan kekacauan yang disebabkan oleh abang laknatnya itu, ia pun turun kebawah untuk sarapan.

"Hey sayang. Kok nggak semangat gitu?" Tanya Dewi (ibu bintang bersaudara) yang melihat anak gadis kesayangannya begitu lesuh.
"Ini semua gara-gara abang, ma. Masa aku dibangunin pake air sebaskom. Jadi harus kerja rodikan. Masih pagi juga," dumel bintang yang masih kesal pada abangnya. Sedangkan si abang yang di dumelin malah asik cekikikan di kursi makannya. Dewi yang melihat interaksi kedua anaknya itu hanya menggelengkan kepala. Dasar anakku. Sudah besar tapi masih kekanakanakan. Persis dengan ayahnya, guman dewi dalam hati.

"Satria lain kali kamu nggak boleh kayak begitu, nak. Kasian adikmu," tegur sang mama.

"Hehehe... maaf mama. Maaf juga adikku sayang. Soalnya si adik malah asikan ngebo di kamar."

"Iri bilang bos. Kalau mau ngebo, ngebo juga sana. Ngapain sih malah bangunin aku? Hari sabtu juga." Ucap Bintang dengan tatapan kesalnya.

"Udah napa dek marahnya. Udah lewat juga. Nanti abang beliin es krim deh sebentar." Sang adik yang memang sangat menyukai es krim pun langsung berdiri memeluk abangnya.

"Serius ya bang? Nggak tipu-tipu?," tanya sang adik yang langsung di jawab oleh kakaknya. "Iya serius."

"Janji?," ucap Bintang dengan tangan kelingkinnya sebagai tanda janji. "Janji," jawab Satria sembari membalas tautan kelingkin adiknya itu. Dewi yang melihat kedua anaknya yang tidak bisa bertengkar dalam waktu lama hanya bisa tersenyun dan berdoa dalam hati agar keluarganya tetap seperti ini.

"Udahan yuk. Abang mau makan nih. Laper dari semalam belum makan."

"Hehehe... iya. Aku juga laper bang."

Mereka bertiga pun makan dengan khidmat dengan canda tawa yang masuk dalam sela-sela suasana makan mereka akibat Satria yang selalu melucu.

"Alhamdulillah... kenyang juga." Sahut Satria yang langsung ditimpali sang adik. "Iya ,bang. Alhamdulillah."

"Kalian bantu mama beresin ya. Satria kamu angkat piringnya. Terus Bintang, kamu lap mejanya ya nak. Biar mama yang cuci piringnya." Pintah sang ibu yang langsung di kerjakan oleh kedua anaknya.

.

Pagi mulai berganti siang. Matahari kini mulai duduk di puncak singgasananya. Membuat bulir keringat keluar dari pori-pori. Dan membuat dahaga semakin memuncak. Membuat semua orang ingin menikmati sesuatu yang dingin. Ngomong-ngomong dengan sesuatu yang dingin. Bintang kembali ingat dengan janji abangnya. Dengan tergesa-gesa, Bintang pun berlari mencari abangnya. "Mama liat abang atau nggak?" tanya Bintang pada mamanya. "Oh... abang. Dia lagi di luar tuh. Lagi kasih makan meky," jawab sang mama. "Makasih ya, ma. Aku sayang mama." Bintang pun Lari keluar mencari keberadaan abangnya. Sesampainya diluar, Bintang langsung meneriaki abangnya yang lagi memanjat pohon mangga milik ayahnya. "Abang?! Ngapain?! Turun cepat, bang!!"

"Buju buset! Dasar adik laknat! Kamu mau liat abang jatoh, hah?!" umpat Satria kaget mendengar teriakan adiknya yang tiba tiba. Untung dahan pohon mangganya kokoh jadi Satria bisa bertahan coba kalau tidak. Satria sudah tidak bisa membayangkan kondisinya kalau ia jatuh.

Diary Us Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang