Jalanan desa yang sunyi senyap, mendadak ribut, seakan ada festival balapan motor. Suara 3 motor galas yang dikebut, memecah keheningan malam. Makin riuh ditambah jeritan 6 pemuda yang berteriak-teriak, awalnya ketakutan, kemudian berangsur-angsur menjadi suara tawa ngakak gak henti-henti bercampur gidikan merinding."Kheerrr ... kheerrr .... Hahaha gila tuh hantu, keseringan mesum, koyak gitu mulutnya. Haahahaaha!"
Kami langsung memulangkan motor galas pinjaman ke pemiliknya, malam itu juga. Misi kami ngerjain Pak Bambang gagal total.
Paginya, aku langsung berangkat sekolah, tak kuhiraukan badanku yang masih terasa remuk. Saat kubuka tasku, aku kembali ingat lagi surat dari Romadona, anak Pak Bambang. Kuambil, lalu kubuka.
Dear Saso,
Apa kabar? Semoga kamu sehat n selalu cool n keren. Hihihiii. Kamu pasti gak kenal sama aku, karena kulihat kamu selalu cuek saat aku lewat, eheueheueeheu. Perkenalkan namaku Romadona Rohmah, biasa dipanggil Roma.
To the point aja ya So, aku naksir kamu. Pasti kamu terkejut kaan?? Ehee, apa sih aku ini haahaahaaa ... Pook(tepok jidat)
Serius nih ya ...
Tepatnya, aku udah penasaran sama kamu, namamu sering disebut Ibuku di rumah. Katanya kamu orang yang gigih, ulet, dan tulang punggung keluarga. Kamu juga sudah mandiri, padahal anak seusia kita banyak yang masih bergantung pada orang tua.So, mau gak kenalan lebih dekat denganku? Emmm ... Kalau iya, kamu boleh balas suratku ini. Kasih aja lewat Nur anak kelas sebelahmu yang ngasih surat ini. Kalau kamu nggak mau, kamu harus ngomong langsung ke aku!
Kutunggu 3 hari dari sekarang ya! Oce?
Wassalam.
Ttd
Romadona Rohmah.Jantungku berdegub. Bisa-bisanya anak Pak Bambang naksir aku. Pake acara nanya kabar segala.
"Kabarku sekarat karena Bapakmu!" batinku.Kusobek-sobek selembar kertas merah jambu itu. Ada-ada saja, batinku.
"Apa itu So?" Iir yang kebetulan sekelas denganku, tiba-tiba sudah berdiri di belakangku. Diambilnya sobekan kertas merah jambu yang sudah berhamburan.
"Roma?" tanyanya langsung. Kubalas anggukan. Mata Iir terbelalak, perlahan tersungging senyuman di bibirnya.
"Pantesan kamu nolak ke dukun Gunung Karang, rupanya kamu udah melet anaknya duluan haahahaa," tawanya membahana. Ia jejingkrakan.
"Pas itu So! Udah, buruan balas surat darinya. Jadikan terus! Gas kan! Gak dapat Bapaknya, anaknya aja yang kamu kerjain."
Aku termangu dengan penjelasan Iir. Bukannya dia famili Pak Bambang juga walapun gak langsung?
Melengus aku keluar, ke kantin.
"Biar aku yang tulis jawabannya ya!" seru Iir bersemangat.
"Terserah!" jawabku. Kemudian berlalu.
Di kantin, aku duduk sendiri. Memikirkan apa yang harus kulakukan selanjutnya demi mengumpulkan uang. Tiba-tiba seorang gadis duduk di hadapanku.
Dia tersenyum.
"Bolehkan aku duduk di sini?""Hemm," jawabku sekenanya. Grogi aku melihatnya dengan santai mengulum es krim.
Cuek. Dia terus menjilati es krimnya sambil melihat jauh ke lapangan bola.
Gadis ini lumayan cantik. Rambutnya keriting melingkar-lingkar besar bagai gulungan. Karena rambutnya tipis halus, ketika ditiup angin akan mengurailah rambutnya, melurus melambai-lambai, lalu kembali menggulung seperti bentuk awalnya. Melihatnya tak bisa sebentar, karena kau akan terpaku dengan sendirinya mengikuti gerak gerai rambutnya. Seperti melihat wujud angin. Indah. Mempesona.