Hujan sedang turun, tidak deras hanya gerimis tipis menandakan beberapa waktu ke depan akan terjadi peralihan musim menuju musim gugur. Tak menyurutkan langkah Jung Hoseok ke sebuah kafetaria di dalam stasiun dan memesan teh tanpa gula untuk dirinya. Pemuda lain yang duduk tak jauh dari konter pesanan mendongakkan kepala sambil sedikit membuat gerakan menyapa dengan lambaian tangannya.
"Wah, hari ini kau tampak semangat, Hyung. Apa sesuatu yang menyenangkan telah terjadi?" Kalimat itu menyambut kemunculan Hoseok yang menghampiri tempat duduknya.
Park Jimin menatap Hoseok yang menjungkitkan sudut-sudut bibirnya.
"Ya, aku akan memulai liburanku," jawab Hoseok kemudian, sebelum mendudukkan diri mengisi kursi kosong berhadapan dengan Jimin.
"Kau berencana pergi ke luar Seoul. Eh, bagaimana dengan kekasihmu?"
Sesaat, Hoseok juga bisa merasakan mendungnya langit di dalam hatinya akibat pertanyaan Jimin. Ia rela membanting ponselnya ke arah kepala Jimin—kalau Jimin sudi membelikan gantinya—agar pemuda itu berhenti mengolok-oloknya.
"Kau masih bertanya?" Hoseok menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri. "Kau kan tahu bagaimana kacaunya aku."
Tak ada respon. Keduanya beralih menikmati minuman maisng-masing untuk beberapa saat kemudian, sampai Hoseok kembali buka suara.
"Aku berencana naik kereta ke Busan. Kau tahu tidak, Jim? Rasa-rasanya, aku jadi menghayati film zombie itu. Sialnya, aku membayangkan mati lebih dulu karena terlalu takut." Sontak kikik geli meluncur dari mulut Jimin setelahnya.
"Kau harus belajar menghadapi zombie, Hyung. Aku berharap kau bisa hidup lebih lama. Para pengecut terkadang nasibnya lebih baik daripada mereka yang berani."
Hoseok hanya bisa menelan nyinyir satu karibnya itu mentah-mentah, sementara Jimin tersenyum miring setelah memerhatikan ekpresi yang lawan bicaranya torehkan.
Tak lama, Hoseok merogoh kantongnya dan mengeluarkan botol kecil berisi pil-pil berwarna putih. Dua pil berpindah tempat di atas telapak tangannya, lantas lekas-lekas ia masukkan ke dalam mulutnya, dan menaruh botol itu di atas meja.
"Kau akan selamat jika kau menjadi pengecut di saat yang tepat." Hoseok menutup ucapannya dengan suara seruput dari mulutnya yang menyentuh ujung bibir cangkir teh.
Sebenarnya Jimin menyimpan rahasia kecil. Sejak tiga bulan terakhir mengamati Hoseok dan benda kecil yang disebutnya aspirin itu sukses membuat urat ingin tahunya tergelitik mulai penasaran tentangnya. Meskipun Jimin dan Hoseok adalah teman sejak SMA, tetapi ia
bukan tipikal 'manusia yang selalu ingin tahu' dan memutuskan untuk memendamnya—seperti hari ini. Entah Song Jinhwa yang kini bertitel mantan pacar atau tumpukan pekerjaan yang menjadi penyebabnya. Jimin ingin tahu, tapi ia memilih memberi ruang untuk Hoseok sendiri dalam hal ini.
"Kau orang yang menarik, Hyung. Sepanjang hidupku, kau itu hal yang menarik untuk diamati. Bagaimana kalau aku memberimu sedikit usulan?" Tangan pria itu bermain-main dengan gagang cangkir di depannya, menunggu reaksi yang akan dibuat Hoseok.
"Usulan?"
"Hmm." Jimin berkemam sebelum melanjutkan. "Kau tahu Taebaek? Kota kecil itu tempat syuting drama romantis Song Jongki dan Song Hekyo tahun lalu."
Kening Hoseok berkerut, mencoba mencerna sekaligus menerka ke mana arah pembicaraan ini akan Jimin bawa. Lain hal dengan Jimin, ia ingin sekali tertawa memandangi ekpresi jenaka yang tidak sengaja Hoseok lakukan lantaran menunggu lanjutan kalimatnya.
"Lalu apa hubungannya denganku? Apa aku bisa bertemu dengan Song Hekyo dan menculiknya, begitu? Ah, kebetulan sekali. Aku memang sedang butuh seorang teman wanita."
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTUMN DAYS [BTS FANFICTION: JHOPE]
Fiksi Penggemar[REVISI SETELAH TAMAT. Maaf untuk kekurangannya] Bagaimana ya jadinya Jung Ho Seok, mantan Automotive Designer sebuah perusahaan ternama di Korea, yang berniat liburan malah mengurusi pembunuhan berantai di kota kecil dari provinsi Gangwon? ©2018 be...