Happy reading!
Petra pov
Dua minggu tidak terasa lama bagiku jika menjalaninya bersama Dimas—seorang pria yang baru ku kenal beberapa hari yang nyatanya akan menjadi pendamping hidupku.
Senyuman bahagia tercetak jelas tiap kali aku mengingat lamaran Dimas yang mendadak, apalagi kala merasakan kasih sayangnya yang ia berikan lebih dari sekadar biasanya. Rutinitas baru Dimas yang biasanya menghabiskan malamnya di ruang kerja pun berubah, Dimas kini selalu memelukku erat sepanjang malam. Tak pernah sekali pun aku menolaknya, aku tak bisa berbohong kalau juga menginginkannya, aku merasa aman saat berada dalam dekapan Dimas meski esoknya ketika terbangun pria itu sudah menghilang.
Aku sangat bersyukur bertemu kembali dengannya setelah sepuluh tahun kami tidak berjumpa. Namun, begitu tersadar akan alasan utama Dimas melakukan ini semua perasaan bahagia itu seketika sirna. Aku yakin seluruh kejadian ini sudah mereka rencanakan bahkan sebelum aku menyelesaikan pendidikan sekolahku di San Diego.
Aku hanya mampu berharap kehidupanku di masa yang akan datang tidak berakhir buruk. Meski aku belum mencintai Dimas, aku juga khawatir ketika aku mulai menyukainya yang kemudian terjadi adalah Dimas tidak membalasnya.
Aku tahu semua perilaku baik Dimas selama ini tidak menjanjikanku kalau ia akan tetap seperti ini, pria seperti Dimas pasti memperlakukan wanita yang ada di depannya layaknya seorang putri agar jatuh dalam kuasanya.
Sementara itu, segala persiapan menuju hari berlangsungnya pernikahan kami sudah rampung, dari mengukur gaun pengantin sampai menyewa tempat yang digunakan, semua itu diurus oleh Dimas dan Ibunya yang baru kembali ke Indonesia tiga hari lalu bersama Daisy—adik Dimas.
Pernikahanku dengan Dimas akan dilaksanakan besok, tepat satu hari setelah hari pertamaku mendapat gelar sebagai seorang mahasiswi di sebuah institut pendidikan tinggi ternama di bagian selatan Jakarta.
Dimas akhir-akhir ini memilih untuk menyibukan dirinya dengan bekerja agar sebagian tugasnya bisa ia tinggalkan sebentar setelah kami menikah, terkadang ia bahkan menganggap tempat tinggalnya hanya sebagai tempat untuk tidur tanpa banyak waktu menemaniku.
Sedangkan ayah yang kami hubungi melalui panggilan telepon untuk meminta restu berjanji akan datang ke Indonesia sehari sebelum hari pernikahanku, lalu ia segera kembali jika urusannya sudah selesai.
•••
Pukul tujuh pagi aku terbangun dari tidurku ketika mendengar alarm yang berbunyi keras. Sedikit berat, kucoba membuka kelopak mata dan menghentikan suara itu.
Dalam posisi masih di pelukan Dimas aku berbalik, aku menatapnya dalam seraya menyentuh rahang kokohnya yang mulai ditumbuhi oleh rambut-rambut halus, jemariku kemudian bergerak membelainya halus.
"Selamat pagi," ucapku sebelum menciumnya sebentar.
"Pagi," balas Dimas dengan mata yang masih terpejam.
Aku mematung, ternyata Dimas telah terbangun dari tidurnya, ku lihat ia menarik satu sudut bibirnya membentu seringai.
"Dasar menyebalkan!" Aku memukul dada bidangnya berkali-kali sampai Dimas merintih kesakitan, pelukan itu pun terlepas.
"Sakit Petra! Jika kau ingin menyentuhnya katakan saja, dengan senang hati aku akan mengizinkannya." Dimas langsung menyingkap kaos yang ia kenakan sampai memperlihatkan tubuh atletisnya. Namun, aku tidak mempedulikannya.
"Dasar mesum! Cepat mandi! Kenapa kau baru bangun sekarang?" Aku yang sudah duduk berusaha menarik tangan Dimas sampai ia beranjak dari kasur.
"Karena aku ingin mengantar istriku ke kampus di hari pertama kuliahnya! Jadi aku sengaja berangkat bekerja terlambat hari ini," Jawab Dimas terdengar antusias.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pervert Husband
RomanceSetelah 10 tahun tidak bertemu, Dimas tidak mengira jika Petra yang pernah ia temui saat kecil itu kini menjelma jadi seorang gadis berparas cantik yang berhasil meruntuhkan pertahanannya, Dimas seakan tenggelam dalam pesona gadis berusia 19 tahun i...