Setelah ngambil beberapa minuman dari mesin pendingin dan beberapa snack yang diambil Reki seenak jidat, antri lah kita di kasir. Antrian gak terlalu panjang, cuma 2 orang.
"Gue nunggu di luar aja ya?" Kata Reki.
"Oke, awas kalo ninggalin."
Aku masih penasaran soal cerita yang mau Reki bilang. Selama di dalem dia gak ngomong, malah sibuk pilih-pilih snack sama minuman. Cerita apa si kaku tentang aku?
"Yok, Ki." aku liat dia lagi ngobrol sama bapak-bapak tukang parkir.
Dia noleh, "Punya gue jadi berapa?"
"Liat aja di bonnya. Segala diambil sih lo, ngabisin duit emak bapak lo aja."
Eh dia cuma nyengir kuda. Asal kalian tau aja ya, si Reki banyak banget ngambil snack chiki yang entah dia suka atau enggak. Minuman apa lagi, udah kopi, jus, teh, air mineral pun dia beli. Kadang segila itu emang, lah aku mah yang penting gak merugikan dompet aku aja haha.
Kita jalan lagi balik ke rumah Fakhri bawa kresek minimarket yang di bawa masing-masing. Aku masih nunggu si Reki cerita soal si kaku tapi sampe seperempat jalan dia masih asik ngomong gak jelas.
Aku mulai kesel sendiri, "Ki, soal si kaku cerita tentang aku... itu gimana ceritanya?"
Wajah dia mulai berubah jadi serius, " Cerita? Emm," dia kayak menimbang-nimbang antara ceritain atau enggak, "Yaa pokoknya dia cerita tentang lo." Ternyata gak mau cerita.
Gitu doang? Aku butuh detail Reki, "Iyaa, maksudnya cerita kayak gimana?"
"Ya gitu lah, nanti juga lo tau sendiri." Dia pasang wajah sok songongnya.
Arght, gila nyebelin banget si Reki. Aku kira dia mau cerita sedetail mungkin, tapi ternyata dia juga main rahasia.
Gegara sebel sama Reki karena dia gak cerita, aku gak ngomong sampe di rumah Fakhri. Mood ku makin nambah-nambah lagi karena panas banget, pegel kaki juga, belum lagi kresek yang berat karena isinya minuman semua. Makin males buat buka suara.
Jangan tanya Reki gimana, karena dia gak berhenti ngoceh di sepanjang jalan. Nah ini salah satu yang bikin aku tambah kesel.
Sampe di rumah Fakhri,ternyata yang lain lagi asik ketawa ketiwi, ngadem karena pake AC, enak banget dah hidupnya.
"Pesanan sudah datang!", sambut Fakhri penuh semangat, tapi pas dia liat raut muka aku yang gak banget, dia malah manggil si kaku.
"Eh, Azkar. Princes lo mukanya udah kek udang bengkak di rebus hahaha"
Aku noleh ke si kaku, percaya atau enggak ternyata dia lagi ketawa sambil liat wajah aku.
"Apaan sih, ini muka kepanggang matahari, diluar panas banget. Nih ambil." Kresek minuman itu aku sodorin ke depan muka Fakhri.
Seperti yang Fakhri bilang, wajah aku merah banget, ditambah lagi ekspresi cemberut karena mood ku yang ancur gara-gara si Reki.
"Ah lebay lo," kata si Reki, "Muka tampan gue aja gak kenapa-kenapa."
"Terserah!"
"Makanan udah pada mateng tuh, mau makan sekarang aja apa gimana?" Kata Fakhri, yang langsung di respon cepat sama Reki, "Sekarang! Jangan dinanti-nanti gak baik."
"Ehh beresin dulu ini Ri, tanggung loh tinggal nunggu jawaban si kaku tuh," serga Shahira, "Mumpung udah ada Difa juga hehe." Dia mulai ketawa jahil.
Aku merasakan atmosfer yang mulai berubah, seperti semua mata tertuju pada ku dan parahnya tatapan jahil yang mengerikan. Sebenarnya apa yang terjadi sebelum aku sampe ke sini?
"Loh, kok bawa-bawa aku Sha?" Protes ku, Shahira cuma cengengesan gak jelas.
"Bener juga, untung lo bilang Sha, kalo enggak enak di si kaku nih," kata Fakhri, "Btw, jangan banyak tanya dulu ya Fa, Lo juga bakal tau kalo udah denger langsung dari orangnya." Lanjutnya lagi.
Lah, aku makin bingung kan. Aku coba tanya ke Tisya sama Syakila pake isyarat mata, tapi mereka semua bersekongkol dulu kayaknya. Aku minta menjelasan ke Renal, dia cuma angkat bahu doang. Reki sama bingungnya kayak aku. Masa iya harus nanya ke si kaku, gitu?
"Yaudah nunggu apa lagi Azkar, cepet jawab kasian Reki udah kelaperan tuh" kompor Tisya, yang lain ikut-ikutan jadi kompor.
Si kaku mulai tegang, alat pendeteksi kejujuran udah ada di tangannya. Posisi duduknya makin menegang, aku jadi ikut tegang. Alat kejujuran makin deket sama wajahnya. Seisi ruangan nunggu kata apa yang bakal keluar dari mulutnya.
"Dua," dia menghela nafas, "Dia, Nahdifa." Telunjuknya tepat mengarah ke aku. Aku makin bingung.
Alat pendeteksi kejujuran ngeluarin bunyi jawaban benar kayak kuis-kuis di Tv, lampu hijau nyala paling terang. Itu tandanya dia berkata jujur.
"Ciee"
"Ekhem.. ekhem.." seketika itu juga suasana jadi ramai dan berisik ga jelas. Mereka bahagia banget kayaknya, cuman aku sama si kaku yang berekspresi.Bayangin aja gak tau apa-apa terus ditunjuk sama orang yang sebenarnya aduh gak banget huhu.
"Apaan sih? Jelasin dulu dong maen ketawa aja." Protes ku.
Mereka masih sibuk cie ciee dan ngerecokin aku. "Tisya, ada apaan sih?"
Tisya malah pasang senyum jahil yang sulit di artikan, "Tanya sama yang tadi nunjuk kamu aja."
Aku tatap si kaku yang masih salting tapi kelewat tenang, dia balik natap, "Apaan sih?" Tanya ku to the point.
Dia cuma angkat bahu, berdiri dan jalan dengan santainya menuju dapur. Reki langsung ngikut di belakangnya.
Sebelum semuanya beranjak ke dapur, aku tahan tangannya Tisya biar dia jelasin apa yang terjadi selama aku ke minimarket.
"Santai Difa, Santai. Jangan salting gitu dong haha."
"Ihh Tisya, jawab aja sih susah banget," aku mulai kesel.
"Haha, oke aku jelasin. Tadi dia kena tunjuk botol dan pilihannya truth," Tisya malah nyengir kuda, "Tau gak pertanyaannya apa sampe dia nunjuk kamu?"
"Ya nggak tau lah,"
"Pertanyaannya jumlah mantan dan yang paling disayang."
Blush~~
~Pran~
Mohon maaf karena baru update cerita ini sekarang, mohon maaf juga karena updatenya sedikit hehe.
Semoga bisa mengobati rasa rindunya yaa
Makasih dan maaf buat yang udah nunggu lama.Semoga suka yaa🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth or Dare
Fiksi Remaja"Sekarang aku sudah mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan ku selama ini". -Nahdifa Sanrila Diniatma- "Apa yang ku tutup rapat-rapat, akhirnya harus kamu temukan juga". -Azkar Hisyam- Penasaran? Baca aja yukk