ITU AKU DAN PUPUS

93 13 3
                                    

Tawanya adalah sumber bahagia yang menyergapku dalam hening yang tiba-tiba merayap.

Dalam kesunyian di tengah keramaian, aku jatuh cinta kepadanya dalam diam yang menenangkan.

Untuk yang kesekian kali, Rea menuliskan puisinya pada selembar kertas kekuningan itu. Ia menghela napas kecil sebelum akhirnya menutup buku bersampul galaksi yang sedari tadi terbuka di atas mejanya.

“Rea, istirahat nanti temenin gue ke kantin ya. Ya kali selama lo di sekolah kagak pernah nyempil di sana. Nggak capek lo? Ngadem di perpus mulu,” ucap Ara, sahabat Rea.

“Ogah. Rame. Sesak,” balas Rea malas.

Ara berdecak, kesal dengan Rea yang tak pernah ingin menemaninya ke kantin selama tiga tahun ini.

“Gue sekap juga lo di perpustakaan,” ucap Ara. Membuat Rea terkikik geli.

Bel istirahat berbunyi nyaring, membuat Ara segera menuju kantin, meninggalkan Rea yang berjalan santai menuju perpustakaan sekolah yang letaknya di lantai dua. Rea memeluk buku galaksinya erat, berjalan menuju perpus sambil sesekali menaikkan kacamatanya yang melorot.

Sesampainya di sana, ia membuka sepatu dan meletakkannya di atas rak sepatu, lalu berjalan masuk, mengambil sebuah buku cerita dan menuju sebuah meja yang letaknya paling ujung—dekat jendela yang menunjukkan lapangan basket di bawahnya.

Salah satu tempat favoritnya, di mana ia bisa melihat lelaki itu dari atas sini.
Iya, lelaki yang kini tengah bermain di bawah sana. Lelaki yang sedang bertos ria dengan teman-temannya karena berhasil mencetak poin kemenangan untuk timnya.

Dia ... Marsditya Deimos. Teman sekelas, sekaligus cinta pertama Rea. Yang mengambil alih seluruh atensi Rea dalam sekali pandang.

Dua tahun yang lalu.

“Rea dodol!”

“Ara bego!”

“Rea kambing!”

“Ara sapi!”

Perdebatan itu terhenti, ketika pintu kelas diketuk sebanyak tiga kali, juga sesosok wanita berbadan besar yang memasuki kelas—Bu Wanda namanya.

“Selamat pagi anak-anak!” sapa Bu Wanda.

“Pagi, Buuu!”

“Hari ini kalian kedatangan teman baru...,” Bu Wanda memandang keluar, “silahkan masuk, dan perkenalkan diri kamu!”

Lalu lelaki itu berjalan masuk, membuat Rea yang semula hampir memukul Ara dengan buku menghentikan tangannya di udara.

“Perkenalkan, nama gue... Marsditya Deimos.” 

Dan nama itulah yang berhasil membuat Rea tersenyum dengan lebarnya. Apalagi ketika Mars menatap Rea sambil mengembangkan senyumnya.

Percayalah, di detik itu juga, Rea jatuh cinta pada pandangan pertama.

“Rea! Buset, ni anak kesambet setan perpus kali, yak,” Ara mengomel sambil mendorong bahu Rea agar gadis yang tengah senyam-senyum itu sadar dari gilanya.

“Rea! Heh bucin! Bu Rosa nyariin lo,”

Rea tergagap, menatap Ara dengan wajah paling bodoh sedunia.

“Ha?” Rea cengo.

Ara kesal.“Bunuh orang dosa nggak sih?!”

🍃🍃🍃

Sudah pukul 3 sore. Tetapi Archer (Kakak Rea)  belum juga datang menjemput. Rea sudah kelelahan, hingga ia memilih menunggu Archer di pos satpam.

T R A P P E DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang