The Birthday Girl

198 16 6
                                    

"Huft!" Seojun mendesau lelah. Ia kesulitan melangkahkan kakinya. Wajar saja, sebagian kaki mungilnya hilang, tenggelam di balik boot cokelat ayahnya.

Lelaki kecil itu ingin berlari, namun langkahnya terasa amat berat. Belum lagi tali boot itu menjuntai hingga menyentuh lantai. Ia harus berhati-hati, agar tak menginjak dan tersandung kakinya sendiri.

Mungkin saatnya ia menyerah. Ini terlalu sulit untuknya. Bibir tipisnya membuka, meneriakan mantra ajaibnya. "Eommaaa!" Tentu saja, siapa lagi yang ia butuhkan di saat-saat sulit seperti ini.

"Eomma!" Namun lelaki cantik itu tak kunjung datang menghampirinya. Seojun mendesah. Tapi ia tak boleh menyerah. "Eommaaaa!"

Sebenarnya, Sungjong berada tak jauh darinya. Mereka hanya terpisah oleh partisi kayu ruang tamu. Akan tetapi, lelaki cantik itu tengah sibuk berbicara pada ponselnya. Perhatiannya terbagi.

"Eommaaa!!"

"Ne, hyung, ah, nanti langsung diantarkan ke sekolah saja, ya. Ne, gamsahamnida." Sungjong menghela napas sejenak. Tangannya memindahkan ponselnya ke atas meja.

"Eomma!"

Wajah cantiknya kini berputar, mencari keberadaan si pemilik suara. Samar-samar ia menyadari sesuatu yang bergerak lambat dari balik televisi ruang keluarga.

Sontak ia terkikih. Tubuh Seojun muncul tak lama kemudian, dengan hanya memakai celana dalam dan alas kaki yang kebesaran.

"Mwoya?" Lelaki cantik itu menegakkan tubuh rampingnya.

"Eomma, tolong!" Lengan pendek Seojun terangkat. Wajahnya memelas. Ia putus asa, tak dapat melepaskan diri dari sepatu besar ayahnya.

"Kan bisa duduk dulu sayang, lalu lepaskan satu-satu." Sungjong melipat kedua lengannya di depan dada.

"Uuhh!"
Lelaki cantik itu menggelengkan kepala ketika Seojun mengeluh sebal. Ia tak akan membantu. Sudah saatnya ia mulai mengajarkan kemandirian pada bocah itu.

Dengan bibir mengerucut, Seojun akhirnya menurut. Ia menjatuhkan pantatnya ke atas lantai, menimbulkan bunyi gedebuk pelan. Tangan mungilnya melepaskan satu per satu sepatu ayahnya, lantas menyingkirkannya sembarangan.

"Eh, kembalikan lagi yang benar!" Sungjong mengangkat jari telunjuknya, menunjuk alas kaki cokelat itu bergantian. Raut wajahnya tegas, sedikit memaksa.

Tak lama, bibirnya mengulas senyuman hangat. Seojun baru saja selesai meletakkan boot ayahnya di rak sepatu. "Aigoo, gomawo, Seojun-ah!" Ia berjingkat. Lengannya melebar, menerima pelukan puteranya.

"Eomma, Seojunnie jalhaessoyo?" Bocah itu bertanya polos.

"Tentu saja. Seojunnie sangat hebat." Lengannya terangkat, membawa tubuh mungil itu dalam gendongan.

"Sekarang pakai baju dulu!" Jemari lentiknya meraih kaus putih dan celana bras biru tua yang disampirkannya di pundak sofa. Ia tengah mengarahkan lubang kerah kaus itu ke kepala Seojun, ketika tiba-tiba bel apartemennya berbunyi.

"Sayang, sebentar, ya." Lelaki cantik itu berjalan menuju monitor kecil di dekat pintu apartemennya. Seorang pria dalam balutan topi dan coat hitam tengah berdiri di luar sana. Kepala pria itu perlahan terangkat, menampilkan wajah yang tak asing baginya.

"Abeoji?" Sungjong berteriak kaget, sembari membuka pintu apartemennya cepat.

Ayah mertuanya tersenyum canggung. Tangannya mengangkat bingkisan kecil dalam genggamannya. "Hari ini Soojung berulang tahun, kan?"

***

Bunyi 'tak' mengudara pelan, ketika Sungjong meletakkan nampan berisi teh hangat di atas meja. Mata almondnya mengamati gerak-gerik ayah mertuanya. Pria itu tengah mengaitkan kancing pada ujung tali celana bras Seojun.

Family Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang