Illona, Nadaku

27 6 0
                                    

"Ini bukan tentang melupakan. Namun tentang sebuah keberanian melepaskan untuk bisa kembali menemukan. Kelak kamu akan tau arti sebuah keputusan. Saat itulah kamu akan mengerti sebuah batasan pengharapan".

Aku masih ingat bait kata yang mengalir dari bibirmu. Bait kata yang memecah heningku. Kala aku masih berfikir lugu. Hingga tangisku tak sanggup bungkam, meski kamu mengakhiri bersamaan dengan sebuah senyuman hangat yang kini tak lagi ku rindui. Nada, kamu benar tentang banyak hal. Aku sadar aku hanya mengedapankan rasa. Hingga lupa makna cinta sesungguhnya. Nada, maafkan aku atas satu hal yang kini menjadi sesal yang amat dalam.
Nada, banyak purnama sudah aku lalui sejak kepergianmu. Bahkan bagiku semua masih seperti kemarin. Potongan demi potongan kisah lengkap sudah jadikan aku mengerti. Bahwa segala hal yang begitu mudah terucap dari bibirmu itu benar. Termasuk beberapa potongan kisah kita saat pertama kali aku kenal sosokmu. Satu pertanyaan yang telah menghantarkan kita pada titik bahagia juga luka.

" Nama kamu siapa?"
.
.
Namaku Melodi, Melodi Violina Harmoni. Aku salah seorang siswi di SMA ternama di Sumatera Barat. Sejak kecil sampai sekarang aku tinggal sama kakek. Ayahku sudah lama meninggal dan disusul oleh ibu setelah melahirkanku. Aku pernah menyesal telah hadir dalam kehidupan kakek, karena kelahiranku kakek harus kehilangan putri tercintanya. Meskipun begitu kakek sangat menyayangiku, disisa umurnya yang menginjak 65 tahun kakek tetap menjadi sosok lelaki hebat yang selalu aku banggakan. Pernah, ada pengalaman lucu dan juga mengesankan bagiku bersama kakek, waktu itu aku kelas 2 SMP. Kebayangkan masa SMP seperti apa. Ada suatu kejadian, teman satu kelasku namanya Viktor. Viktor itu anak paling jahil di sekolah. Setiap hari dia selalu mengambil alat tulisku di dalam tas dan meletakkannya di dalam laci meja teman cowok yang lain. Karena aku pemalu aku tidak berani mengambilnya kembali. Mendengar ceritaku tentang Viktor, kakek langsung membeli ular karet yang banyak dan meletakkannya ke dalam kotak pensilku. Hasilnya sangat luar biasa, pada saat jam istirahat Viktor mulai beraksi tiba-tiba ia berteriak ketakutan dan berlarian keluar kelas. Ternyata Viktor sangat takut dengan ular meski ular karet sekalipun. Sejak saat itu Viktor tidak berani lagi jahilin aku.*
Terkadang aku heran, padahal setiap kata demi kata dari namaku berhubungan dengan musik. Namun, tiada satupun yang aku tau tentang musik. Bicara tentang musik aku jadi teringat tentang Nada. Namanya Nadaku. Nada adalah sosok lelaki yang memiliki kelebihan di berbagai bidang. Bahkan sebelum aku sedekat sekarang hampir satu sekolah idolain dia. Awal perkenalanku dengannya ketika kami pertama kali masuk SMA, sejak saat itu aku dekat dengannya sampai sekarang.

" Heii mel, ngapain di sini sendirian?, malah ngelamun lagi."
" Mikirin Nada ya? Hihihi."
"Nggak ada kok Na, ke kelas yuk?"
"Yaudah, yuuk."

Oh iya, aku sampai lupa sahabatku sendiri Illona Andalusia. Cukup panggil saja Illona. Rupa ceria yang menjadi semangat kala aku menjalani hari-hariku. Bagiku Illona layaknya jemari. Tanpanya aku seperti tak sanggup menggenggam ceritaku sendiri. Aku kenal Illona sejak masa ingusan dulu. Kakekku dan kakek Illona bersahabat, begitu juga kami. TK, SD, SMP, bahkan SMApun kami selalu bersama. Illona juga sama denganku ia hanya tinggal dengan kakeknya di sini. Ibu dan ayahnya bekerja dan tinggal di Paris.
" Na..."
" Iya Mel?"
" Libur semester nanti kita mendaki ke Marapi yuk?"
" Cuma kita berdua? Nanti kakek malah nggk bolehin lagi."
" Iya juga ya, tapiii..." Gimana kalo kita ajak teman-teman di kelas Na?"
" Boleh juga Mel, kalo rame kakek pasti kasih izin."

Sekarang hari sabtu, besok sudah mulai masuk libur semester. "Beruntungnya aku dan Illona mendapat peringkat tiga besar di kelas. "Jadiii... Aku dan Illona lebih mudah dapat izin dari kakek untuk pergi mendaki ke puncak Marapi." Aku sangat suka suasana alam nan asri meski di Marapi sudah mulai banyak sampah yang berserakan. Tapi setidaknya tidak seperti suasana gersang di tengah kota ini.
" Kring,. Kring.." Bunyi Telpon.
" Iya Na.."
" Mel, siapa aja yang ikut mendaki besok lusa?"
" Udah banyak sih Na, ada Hana, Chika, Tika, Dimas, Viktor, dan Aisyah. Tapii.."
" Tapi kenapa Mel? Kamu nggak ikut ya?"
" Bukaan.."
" Truss?"
" Nada Na.."
" Ouh, karna Nada.. Emang kenapa? Kok Nada nggk ikut?"
" Katanya mau pergi ke luar kota diajak ayahnya."
" Yaudah, santai aja Mel, libur semester depankan masih ada."
" Iya deh Na."

Dua hari berlalu kini hari yang kami nantipun bertamu, aku dan Illona siap-siap untuk berangkat dan tidak lupa untuk pamit dulu sama jagoan kami, kakekku dan kakek Illona.
Oiya, masih ingatkan sama Viktor. Teman SMPku dulu, sekarang dia adalah salah satu teman kami. Viktor yang dulu sama yang sekarang sangat jauh berbeda. Terkadang kamilah yang sering jailin dia.
"Vik, kamu masih ingat nggk tentang kisah SMP dulu?" tanyaku.
"Kisah yang mana Mel?"
"Ituuuuu... Ular karet, hahaha." Timpal Illona sambil tertawa.
"U u uudah lupa." Jawab Viktor malu.
Kamipun tertawa bersama. Sepanjang perjalanan ada saja hal-hal yang kami tertawakan dan juga kami kagumi. Setelah beberapa jam perjalanan akhirnya kami sampai juga di post pendakian. Sekarang saatnya siap-siap untuk mengumpulkan ketenangan dan kenyamanan yang berserakan dan meneriakkan kejenuhan di atas puncak nanti.

" Ketenangan dan kenyamanan adalah rerangkai gaduh dan jenuh yang melintasi kontemplasi waktu, beralih rupa menjadi gemercik air dan semilir angin."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sebelum Kehilangan [Masih Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang