Rumah yang sedang Mala tatap saat ini tidak banyak berubah sejak dia tinggalkan sepuluh tahun lalu. Hanya warna cat dan beberapa perabot yang ada diluar rumah itu saja yang berbeda. Namun meski begitu tap bisa menjadi alasan kuat untuk Mala kembali teringat dengan masa lalunya disana.
Mala memejamkan matanya. merapalkan kalimat menenangkan dikepalanya agar kegugupannya tidak semakin menjadi. Dia juga berusaha mengalihkan pikirannya dari ingatan masa lalunya disana.
Beberapa kali memencet bel rumah, akhirnya seorang wanita paruh baya membukakan pintu.
"Sore." Sapa Mala.
"Iya, Bu. Ada apa, ya?"
"Hm... saya Mala, mau ketemu dengan Raka. Rakanya ada?"
Wanita itu memandangi Mala sejenak seolah mencari sesuatu dari wajah Mala.
Mala berdehem sekali hingga membuat wanita paruh baya itu tersentak. "Rakanya ada?"
"Oh, maaf Bu. Pak Rakanya belum pulang dari kantor."
"Kalau boleh saya tahu, biasanya dia pulang jam berapa, ya?"
"Akhir-akhir ini jam pulangnya pak Raka nggak bisa ditentuin, Bu. Kadang pulang cepat, kadang pulangnya larut malam. Maaf sebelumnya, boleh saya tahu nama Ibu? Kalau Ibu mau, bisa tunggu pak Raka didalam. Biar saya telepon ke kantornya kasih tahu kedatangan Ibu."
Mala menggigit bibirnya bimbang. Tapi jika dia mundur sekarang, toh besok dia akan kembali lagi. Dan semakin mengulur waktu, maka dia akan semakin lama merasa uring-uringan seperti sejak tadi malam.
"Saya tunggu aja deh."
Wanita itu membuka lebar pintu rumah untuk Mala. "Silahkan masuk, Bu."
Kaki Mala tidak bisa bergerak ketika pintu rumah itu terbuka lebar dan memerlihatkan sebagian isinya. Kedua matanya menyendu memandang isi rumah itu. Kilasan memori ketika pertama kali dia menginjakkan kakinya disana berpendar. Membuat disalah satu bagian hatinya terasa perih.
"Bu?" tegur wanita itu masih terus memandangnya.
Mala tersenyum canggung. Kemudian melangkah ragu kedalam. Kakinya melangkah pelan dan lambat, sementara matanya mengelilingi rumah itu dengan tatapan nanar.
Dia pernah berada disana, menjadi salah satu penghuni rumah itu. Ada banyak kenangan yang bergulir disana. Entah itu kenangan manis maupun pahit.
Ketika Mala berada diruang tengah, kini dia terpaku menatap sebuah pigura besar yang bersandar kokoh disalah satu dinding rumah. Foto keluarga yang terlihat sangat harmonis. Senyuman ketiga orang yang berada disana sungguh membuat Mala tersenyum miris.
"Bu Mala mau dibuatkan minuman apa?"
"Air putih aja."
"Bu Mala silahkan duduk, saya buatkan minuman dulu, kalau ada perlu sesuatu panggil Bibi aja. Oh iya, bu Mala bisa panggil saya Bi Ayu."
"Iya, makasih ya Bi."
"Sama-sama, Bu. Nanti setelah saya buatkan minum, saya telepon pak Raka, kasih tahu ada Bu Mala."
Mala terkesiap. "Nggak usah, Bi. Hm... nggak usah kasih tahu dia. Saya bisa nunggu sampai dia pulang kok."
"Tapi takutnya pak Raka malah pulang larut, Bu..."
"Nggak papa."
Bi Ayu mengangguk mengerti kemudian beranjak pergi meninggalkan Mala yang kini kembali melanjutkan kegiatannya. Memandangi sekitar rumah itu dengan tatapan lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Chosen (Sebagian Part Sudah Di Hapus)
General FictionTersedia di google play book Squel of Second Wife Ketika Mala sedang berusaha menata kehidupannya yang kini mulai membaik, lagi-lagi keadaan memaksanya kembali bertemu masa lalunya yang rumit. Raka, lelaki itu berubah sejak Amel meninggalkannya.