CHAPTER 13
.
.
.
Jeno terdiam di tempat. Ia ingin sekali menuruti perintah Jungsoo untuk segera turun dari mobil dan masuk ke rumah mewah itu, tetapi tubuh dan hati tidak bisa diajak bekerja sama. Perasaan takut dan ragu menyelimuti, jantungnya juga berdetak dua kali lebih cepat dan membuat tubuh remaja itu seperti mati rasa. Jadi yang ia lakukan hanyalah menunduk dalam sambil memegangi sabuk pengaman yang bahkan belum ia lepas.
"Jeno-ya, kenapa tidak turun?"
Sebenarnya ia ingin sekali mengatakan pada Jungsoo bahwa ia takut. Bukan takut sebenarnya, hanya belum siap. Semua terlalu mendadak bagi Jeno. Bertemu dengan seseorang yang tadi baru Jungsoo sebutkan namanya ketika mereka baru saja memasuki gerbang mewah rumah itu membuat Jeno seperti kehilangan nyawa. Ia hanya bisa diam tanpa mampu berkata sedikitpun. Entah karena rasa terkejut atau takut, yang jelas bibirnya terkunci rapat.
"Jeno-ya, lihat samchon"
Seperti tidak mendengar perintah Jungsoo, Jeno masih saja menundukkan kepala dalam.
"Jeno-ya, tolong lihat samchon" pinta Jungsoo sekali lagi. Dan berhasil, Jeno mulai mengangkat kepala perlahan. Menatap Jungsoo dengan mata sipit yang terlihat penuh dengan kekhawatiran.
Jungsoo menangkupkan tangan pada kedua pipi Jeno.
"Kau takut, sayang?" tanya Jungsoo selembut mungkin. Ia bisa merasakan ketakutan Jeno, dan ia tidak ingin membuat anak itu semakin ketakutan.
Jeno mengangguk pelan.
"Katakan pada samchon, apa yang kau takutkan?"
Jeno terlihat ragu-ragu untuk mengatakannya.
"Apa yang kau takutkan, hm?" tanya Jungsoo, lagi. Entah kenapa sepertinya ia harus bertanya dua kali dulu kali ini agar keponakannya mau menjawabnya.
"Aku.. takut dibenci" suara Jeno pelan, sangat pelan. Bahkan Jungsoo meragukan apa yang dengar.
"Kau takut mereka membencimu?" tanya Jungsoo memastikan. Jeno mengangguk.
Seperti dugaannya.
Jungsoo menarik Jeno ke dalam pelukannya.
"Kau tidak melakukan kesalahan apapun, sayang. Tidak akan ada yang membencimu" Jungsoo mencoba meyakinkan Jeno.
Jeno hanya bisa diam. Ia jauh lebih buruk daripada robot yang rusak saat ini. Sulit bergerak dan juga sulit untuk mengeluarkan suara.
"Kita masuk sekarang, ya? Tidak akan ada yang membencimu, jadi jangan takut"
Setelah mengelus tangan Jeno dengan lembut dan menggenggamnya sebentar untuk menyalurkan keberanian, Jungsoo mulai membuka pintu mobil dan keluar. Yang kemudian diikuti oleh Jeno.
Setiap langkah Jeno terlihat begitu berat dan penuh keraguan. Sekalipun saat ini Jungsoo sedang menggandeng tangannya dan menuntunnya memasuki rumah itu, ia tetap merasa takut. Bahkan mengangkat kepalanya pun ia tak berani. Hanya ketakutan dan kekhawatiran yang memenuhi hatinya saat ini.
Jeno terus saja berjalan mengikuti setiap langkah Jungsoo, hingga ia tidak sadar bahwa sekarang mereka telah sampai di taman belakang. Dimana ada seorang wanita tua sedang duduk sambil menikmati tehnya dan menatap kolam dengan pandangan yang begitu tenang.
"Eomma"
Suara Jungsoo yang memanggil seseorang dengan sebutan 'ibu' itu reflek membuat jantung Jeno berdetak jauh lebih cepat lagi, membuatnya tanpa sadar menggenggam tangan Jungsoo semakin erat. Jungsoo yang sebelumnya berhenti melangkah kini mulai melangkahkan kaki kembali. Namun berbeda dengan tadi, kali ini Jeno tidak ikut melangkah. Bocah itu mematung di tempat, masih dengan kepala yang tertunduk bahkan semakin dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
WARM HEART
Hayran KurguJangan mengharapkan sebuah romansa indah dalam cerita ini. Karena yang akan kalian temukan hanyalah sebuah cerita dengan alur pasaran, serta kisah tentang cinta dan kasih sayang tulus dari sebuah keluarga. Tidak ada bagian yang membuat jantung kalia...