Chapter 1: dosen modis

39 6 0
                                    

Pandangan lurus ke depan, badan tegak, serta raut wajah terkontrol, itulah yang selalu aku ingat bila sedang berjalan di tempat umum seperti saat ini. Beberapa orang yang yang melaluiku pasti akan mengalihkan pandangannya kepadaku, mereka pasti mengira bahwa aku adalah seorang model yang sedang kesasar di tempat ini, universitas dimana mulai hari ini akan menjadi tempat ku bekerja.

Kakiku berhenti saat melihat seorang wanita melihatku dengan pandangan tak percaya sambil menutup mulutnya dan mata yang melotot ke arahku. Dengan jariku yang lentik kuraih kaca mata hitam yang sejak tadi bertengger cantik di wajahku, lalu ku letakkan di dalam tas prada milikku. Senyuman ringan aku arahkan pada wanita yang sangat ku kenali itu. Kembali kulangkahkan kaki jenjangku ke arah wanita itu dengan gaya seolah aku sedang berada di atas catwalk.

"ngapain lo di sini?"

Delia, sahabat karibku sejak kami sama-sama menjadi maba di kampus ini.

"sebaiknya mulai sekarang saudari harus memanggil saya dengan panggilan 'bu'"

Senyuman miring menghiasi bibirku yang pada hari ini kupolesi dengan lipstik tom ford pink.

"demi apa, jadi lo yang jadi trending topic itu, dosen muda yang super modis? Wtf La!"

Kukibaskan rambut pendek dengan model bob sebahu berwarna dark brown.
"that's right my babe."

Delia menarik tanganku segera untuk entah kemana membuatku hampir terjatuh bila tidak segera kuseimbangkan tubuhku.

"Del pelan-pelan dong, nggak ngeliat gue pake stilleto? Christian Louboutin
Gue rusak nanti Del."

Delia segera memelankan langkahnya begitu mendengar nama salah satu merk sepatu terkenal yang tentu saja bisa membuatnya menganga kembali bila ku sebutkan harganya.

"iya-iya tapi lo butuh ngejelasin semuanya, termasuk mahkota lo itu yang tiba-tiba tinggal setengah." tunjuknya pada rambutku yang memang baru kupotong dan ku warnai kemarin.

Dia akhirnya berhenti di sebuah kafe yang memang terletak tepat di depan kampus. Kami memilih duduk di pojokan agar tak mengganggu kegiatan pelanggan lain, setelah memesan minuman Delia langsung membrondongiku dengan pertanyaannya.

"kenapa bisa lo akhirnya mutusin buat jadi dosen? Dan ngajar di kampus dimana temen lo sendiri masih terjebak di dalamnya? What the hell. Terus tuh mahkota kok tinggal setengah? Bukannya lo anti banget motong sampe bahu?"

Aku menghela nafas pelan. "bisa nggak nanyanya satu-satu?"

"nggak, jawab semuanya. Dengan otak brilian lo itu pasti lo bisa ingat semua pertanyaan gue tadi."

Aku kembali menghela nafas tetapi harus ku jelaskan karena wanita di depanku ini pasti akan marah bila tidak ku lakukan. Jadi ku ceritakan dari awal, awal yang benar-benar merupakan awal.

Sehari sebelum resmi menjadi dosen-D-1...

"mbak jadi saya motongnya ini?"

"bentar mbak!" seruku dengan panik.

Si mbak yang sudah memegang gunting terlihat bosan, bagaimana tidak bila sudah sejak beberapa menit aku melarangnya memotong rambut hitam lebatku ini. Sekarang aku sedang berada di salon rambut untuk memotong rambutku karena aku ingin memberikan kesan dewasa kepada para mahasiswa dan mahasiswiku nanti melalui model rambutku. Kupandangi pantulan cermin di hadapanku, rambut berwarna hitam yang sejak dulu tak pernah ku potong sebahu adalah yang pertama menarik perhatianku.

Dengan berat hati aku akhirnya mengangguk agar si mbak-mbak yang sejak tadi memandangku lelah ini segera menggerakkan guntingnya. Karena tak tega melihat mahkota yang sangat ku banggakan ini terpotong setengah, aku akhirnya menutup mataku dan hanya melakukan perintah dari si mbak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 20, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Te AmoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang