Waiter

29 9 1
                                    

Nayeon mengusap ujung celana levis setengah betisnya selepas sepeda yang dibawanya telah terparkir dengan benar. Tangannya tergerak mengambil tas kecil yang diletakkan dikeranjang depan sepedanya. Lalu dirinya bergegas memasuki kafe yang menjadi tempatnya untuk mendapat uang selama dua tahun ini. Ia berjalan ke arah ruang ganti untuk mengganti bajunya dengan seragam yang telah di tetapkan oleh bosnya. Dengan atasan berwarna cokelat moka dan bawahan rok hitam tampak sangat pas untuk tubuh rampingnya. Kaki jenjangnya yang terbalut stocking hitam transparan membuat penampilannya terlihat elegan untuk ukuran pelayan. Nayeon mengambil buku catatan, dan langsung menghampiri para pelanggan yang mulai berdatangan. Waktu sudah sore jadi kafe tempat Nayeon bekerja mulai ramai.

Saat semua pelanggan sudah dilayaninya, Nayeon mendekati meja kasir untuk berbincang guna mengusir bosan yang mulai mendera.

"Pagi tadi rame nggak, Won?" tanya Nayeon pada Sowon, teman kerjanya.

"Lumayan lah. Nggak sepi." Sowon menyerahkan segelas air mineral yang selalu tersedia di meja kasir.

Dengan cepat, Nayeon mengambilnya dan pelan-pelan menyesapnya. Kalu ia ingat-ingat, tak berapa lama lagi akan ada pelanggan setia yang selalu datang di jam yang sama. Tak berapa lama, seorang laki-laki dengan jaket bisbol membuka pintu kafe menimbulkan bunyi lonceng yang sengaja di gantung di atas pintu. Ia mendudukkan dirinya di meja paling sudut itu memang tempat favorit laki laki itu. Nayeon yang melihat kedatangan laki laki itu langsung mengambil buku kecilnya dan menghampiri pelanggan yang baru datang itu. Kedua bibir Nayeon tertarik ke atas saat dirinya menanyakan pesapesanan lelaki tersebut.

"Dua choco shuffle dan dua cappucino," jawab lelakit itu seadanya. Nada dingin dan cuek menemaninya.

"Baiklah. Silakan tunggu sebentar." Nayeon meninggalkannya setelah mencatat pesanan pelanggannya. Pesanan yang selalu sama. Hanya saja sekarang Nayeon sedikit bingung mengapa lelaki itu memesan untuk dua porsi.

"Ah, siapa peduli." Nayeon mengedikkan bahunya. Ia memberikan kertas pesanan itu ke Sowon yang memang bertugas menyiapkan pesanan pelanggan.

"Nah, pesanan kaya biasa untuk cowok yang duduk di pojokan" Nayeon menyodorkan kertas pesanan itu ke Sowon.

"Loh kok dia pesan dua? Bukannya dia sendiri ya?" Sowon membaca isi pesanan yang di berikan Nayeon.

"Ngga tau tuh" jawab Nayeon acuh

"Jangan jangan dia bawa teman yang kita nggak bisa lihat" Sowon bergidik, lalu dengan cepat membuatkan pesanan itu.

Nayeon hanya memutar matanya, sepertinya dia harus membuang semua novel horor yang di miliki Sowon agar temannya itu bisa berfikir dengan benar. Setelah pesanannya sudah jadi Nayeon segera mengantarkannya.

"Selamat menikmati," seru Nayeon. Dirinya baru saja hendak kembali menuju meja kasir kalau saja tangannya tidak ditahan lelaki itu. Gadis dengan gigi kelinci itu mengernyitkan dahinya.

"Ehm butuh bantuan lagi?" tanyanya hati hati.

"Duduklah,"jawabg lelaki itu singkat. Dan jangan lupakan suara dinginnya.

Kerutan di dahi Nayeon semakin bertambah. Menyadari tatapan tajam dari lawan bicaranya, mau tak mau Nayeon menurutinya. Bagaimanapun ia harus berbuat ramah. Ia mulai mendudukkan dirinya di hadapan pelangganya itu. Entah kenapa Nayeon malah menjadi gugup sekarang.

Tidak ada yang berbicara mereka sibuk dengan pikiran masing masing. Laki laki di hadapan Nayeon sedang sibuk memikirkan sesuatu sedangkan Nayeon bingung harus melakukan apa.

"Maaf saya harus kembali bekerja" Nayeon berdiri dan hendak berjalan kembali ke meja kasir sebelum tangan laki laki itu menahan langkahnya dan menduduk kan dirinya ke tempat semula. Kemudian laki laki itu berdehem.

"Aku sudah memperhatikan mu sejak lama--" kemudian laki laki itu mengeluarkan bunga dari balik jaket nya "--Im Nayeon mau kah kamu jadi pacarku?" suara laki laki itu berubah menjadi lembut dan tak sedingin biasanya

Nayeon tercengang. Mata bulatnya semakin bulat begitu mendengar ucapan tidak masuk akal yang keluar dari mulut lawan bicaranya. Walaupun dirinya tak menyangkal bahwa ia pun tertarik pada pria tampan nan dingin dihadapannya ini, namun tetap saja kata kata tadi membuatnya shock.

"A-apa maksudmu? Bagaimana kau tau namaku?" Suara yang keluar dari bibir Nayeon lebih mirip cicitan.

"Aku menyanyangimu. Soal bagaimana aku tau namamu, kurasa kau tak perlu tahu."

Nayeon mengerjapkan matanya tak percaya. Bahkan ia tak tahu siapa nama pemuda dihadapannya.

"Tapi... aku tak mengenalmu sama sekali." Nada yang terdengar ragu memenuhi gendang telinga lawan bicaranya.

"Jadi kau menolakku?" Raut yang lria itu tunjukkan menunjukkan kesedihan, "ah aku kecewa." Wajah lelaki itu berpaling menghindari tatapan Nayeon.

"Ah bukan begitu..." Nayeon gelagapan. Ucapannya benar benar serba salah.

"Setidaknya beri tahu aku siapa namamu," lanjutnya.

"Jeon Wonwoo," sahut lria itu mantap. Tangannya terulur berniat menyalami. Nayeon menerima uluran tangan itu.

"Jadi kau menerimanya?" Wonwoo tidak melepaskan tangan Nayeon.

"Iyaa..." Nayeon menjawab dengan suara pelan dan muka yang berubah menjadi kemerahan.

"Ekhm, permisi tuan apakah saya bisa meminjam teman saya sebentar" Wonwoo dan Nayeon sama sama terkejut dengan kehadiran Sowon yang tiba tiba merusak adegan romantis mereka.

Wonwoo mengangguk lalu melepaskan tangan Nayeon. Sowon langsung menarik Nayeon ke ruang ganti.

"Yak kau merusak moment romantis ku Kim Sowon" ketika pintu di tutup Nayeon langsung marah marah ke temannya itu.

"Hei kau mau berpacaran dengan penampilan seperti gembel itu? Cepat ganti bajumu lalu dandanlah dengan alat makeup yang ada di dalam tasku"

"Bagaimana dengan kerjaan ku?" Nayeon hampir lupa kalau dia sedang bekerja

"Biar aku telpon Nayoung untuk menggantikanmu" Sowon membuka pintu lalu keluar, tapi sebelum Sowon benar benar keluar Nayeon berkata

"Terimakasih Sowon" yang dibalas ancungan jempol oleh temannya itu.

Setelah rapi Nayeon keluar dan duduk di hadapan Wonwoo lagi.

"Kau akan kemana?" Nayeon bingung saat melihat Wonwoo merapikan dirinya.

"Tentu saja mengajakmu kencan." Nayeon bisa memaklumi sifat dingin pria yang kini telah menjadi kekasihnya itu.

"Sebenarnya aku khawatir dengan pekerjaanku," ujar Nayeon saat Wonwoo menggandengnnya keluar dari cafe.

"Tenang saja. Bosmu tak akan memecatmu." Jawaban Wonwoo terdengar kelewat santai

"Hah?"

"Kau belum tahu? Aku sahabat bosmu. Kim Mingyu."

Nayeon sukses dibuat terkejut. Kini dirinya tahu apa yang membuat Wonwoo mengenalnya.

"I love you," bisik Wonwoo pelan. Pria itu sempat mengecup puncak kepala Nayeon sebelum memasangkan helm pada kepala wanitanya.

.
.
.

End

WaiterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang