Menjaga perasaan itu oleh kejujuran.
Bukan kebohongan.-Irene
"Rin gue denger lu duduk sama si Devin? Iya?" Interogasi Dara sebelum melahap batagor yang ada di depan matanya.
"Iya"
Jawaban Irene sedikit membuat Dara terkejut. "Kok bisa?"
"Bawel lo" semprot Irene kesal.
"Ya gue si nanya aja, galak banget lo. Rin?"
"Apaan?"
Dara kembali memanggil Irene. "Irene?"
"Apa Dara? Ko lo lama-lama ngeselin si?"
"Lo kenapa si?" Tanya dara tiba-tiba.
Bukannya menjawab Irene malah berbalik bertanya. "Maksud lo?"
"Nggak! I'm okay" jawab Dara dengan 3 jarinya yang mengacung layaknya orang berisyarat oke.
"Lo belajar ga jelas darimana si? Heran gue"
***"Devin!" Teriak seseorang dari belakang membuat pemilik nama tersebut menghentikan langkahnya. "Iya, kenapa?"
"Lo dipanggil kepsek"
"Pesek?" Devin malah meledek gadis yang memanggilnya itu.
Rina, gadis dengan hidung minimalis itu adalah teman sekelas Devin saat smp, wajar saja jika Devin cukup dekat dengannya.
"Kepsek Devin! Kepsek. Ke-pa-la-se-ko-lah kepsek! Bukan pesek" Rina yang mengerucutkan bibirnya, membuat Devin terkekeh.
"Oh iya gue lupa. Pesek mah idung lo ya?"
"Udah sana lo pergi, gue laporin pak Tito tau rasa lo!" Semprot Rina
Tanpa menjawab lagi Devin pergi menuju ruang kepala sekolah seperti yang Rina perintahkan.
Devin mengetuk pintu perlahan. "Assalamualaikum, permisi pak. Bapak manggil saya?" Tanya Devin sopan. "Devin? Mari, silahkan duduk"
"Devino pratama? XI IPA 2?" Tanya pak Tito memastikan. "Iya pak, saya"
"Begini Devin, bapak ingin kamu mewakili sekolah di olimpiade sains dengan Irene." Jelas Tito.
Devin bertanya. "Olimpiade apa pak? Kenapa saya?"
Kepala sekolah kembali menjelaskan kembali dengan panjang lebar. "Saya sudah melihat beberapa hasil ulangan kamu, dan itu cukup bagus untuk meyakinkan saya mengirimkan kamu di olimpiade Kimia. Begitu juga dengan Irene, prestasi-nya sudah sangat bagus sejak kelas 10. Bagaimana Devin, kamu bersedia? "
Devin menggangguk menuruti. "Siap, pak!"
***
"Irene!"
"Apa si lo beris.." Irene berhenti mengomel saat ia melihat seseorang yang memanggilnya.
"Ya elah udah marah-marah aja, belum juga ngomong"
Dara yang memahami situasi beralasan pergi untuk meninggalkan Irene berdua dengan Devin.
"Rin"
Irene menjawab. "Apa? Katanya lo mau ngomong ya udah buruan!"
"Santai kali nge-gas mulu lo kaya orang mau balapan" celoteh Devin.
"Bawel"
"Parah singkat banget jawabannya"
"Gue pergi nih!" Ancam Irene.
"Dih marah, ngambek, kesel, manja tau gak. Lo udah tau kabar dari kepsek?"
"Udah" jawab Irene santai.
"Ya udah gue duluan ya" Devin pun berdiri dari kursinya dan pergi meninggalkan Irene. Karena informasi yang akan dia sampaikan sudah Irene ketahui.
Irene-pun mulai geram. "Lama-lama gue culik terus gue jatohin ke jurang tuh cowok"
***
Sore harinya setelah pulang sekolah, Irene baru saja membaringkan tubuhnya di kasur empuknya. Tetapi Linda, sang tante memanggilnya untuk turun ke bawah karena ada tamu yang mencarinya.
"Irene, ayo turun! Ada temenmu nih!"
"Iya tante!" Jawab Irene yang langsung menuju ruang tamu.
"Hai Irene!" Sapa seorang pria yang merupakan tamunya.
Irene membulatkan matanya sempurna. "Lo ngapain disini?"
"Ngapel dong, malam minggu-kan sekarang" jawab Devin, dengan senyuman manisnya yang belum pernah nampak di mata Irene sebelumnya.
Irene terdiam melihat senyuman itu. Sungguh benar-benar menyejukkan hati Irene. Membuatnya ingin kembali memutar waktu, dimana Devin yang masih menjadi milikknya. Meski kadang jarang sekali Devin menyenangkan hatinya.
"Dih ngelamun, terpana ama ketampanan gue ya. Ngaku lo"
Goda Devin yang membuat Irene malu. "Apaan sih, ge-er. Lo ngapain si kesini, kalo gak penting mending lo pulang"
"Soal olimpiade itu, kita harus belajar dong. Gue si pengennya kita belajar dijadwal. Kira-kira dari Senin sampe Sabtu gimana?"
"Setiap hari itu namanya!"
"Enggak kok. Masih ada libur satu hari, Minggu"
Jelas Devin sambil mengacungkan jarinya ke udara. "Males gue, apa lagi kalo sama lo"
"Pokoknya lo tiap hari ke sekolah gue jemput, gue anter. Kalo lo mau keluar bilang ke gue, biar gue yang anter. Tiap istirahat lo harus bareng gue, jangan sama yang lain."
Jelas Devin panjang lebar. "Apaan si lo? Lo tuh ya, mau belajar sama gue atau jadi bodyguard gue?"
"Ga mau tau, itu perjanjiannya. Gue pamit ya, bye."
Irene benar-benar merasa jengkel dengan Devin. Bukannya belajar, Devin malah memaksanya untuk terus berada disampingnya. Tapi, apa maksud Devin dengan Irene yang harus terus ada disampingnya?
SelviaEka😺
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Story [SLOW UPDATE]
Teen FictionTerkadang kita hanya bisa berimajinasi, tanpa bisa mewujudkannya. Dan kita hanya bisa berekspetasi tanpa bisa merealitakannya. Apalagi sampai kita berharap bahagia ternyata kecewa yang kita terima. ❤Happy reading guys❤