3 - End

25.5K 1.4K 17
                                    

Clara tengah duduk di bawah rimbunnya pohon di halaman rumah, ayahnya akhir-akhir ini sibuk bekerja, kakak-kakaknya juga demikian. Perusahaan besar itu masih membutuhkan tangan dari sang ayah, bukan karena anak-anaknya tidak mampu namun karena tuntutan banyaknya cabang yang ada. Hingga mereka sudah beberapa hari tidak mengunjungi Clara di rumah baru yang gadis itu huni. Sepi, namun harus ia hadapi. Ia tidak ingin Pak Johar yang kerap datang ke rumah sang ayah tahu bahwa dirinya tengah mengandung.

Clara menegak habis susu ibu hamil yang sudah bibi siapkan, tangannya mengelus perutnya yang memang sudah semakin membesar.

"Kamu baik-baik ya di perut bunda," Clara mengajak bayi dalam perutnya berbicara. Ia memang sering melakukan hal itu, mengajak bayi dalam kandungannya berbicara. Melakukan senam hamil sampai mendengarkan musik bersama. Membacakan dongeng untuk anaknya dan mendengarkan hal-hal baik untuk pertumbuhan sang bayi.

"Clara?"

Clara menoleh, tersenyum saat dua sahabatnya sudah ada di depannya. Ia yang kesepian membuat dirinya sesekali mengundang para sahabatnya, untung saja mereka tidak keberatan menemani sang ibu hamil.

"Cuma kalian berdua?" tanya Clara. Biasanya keduanya membawa pacar masing-masing, entah hanya mengantarkan atau pun ikut berbincang dengan Clara, kebetulan mereka memang kenal semenjak SMA.

"Devano pergi ke minimarket sebentar sama Alvian," kata Laras, gadis berambut pendek dengan wajah bulat itu.

"Kenapa harus ke minimarket? Di rumah banyak cemilan padahal," kata Clara.

"Mereka beli kondom Ra, kita-kita nggak siap kalau harus kebobolan kayak kamu gini. Masih mending kalau keluarga kami seperti keluargamu yang menerima, sudah pasti kami gas pol sampai kebobolan belasan kali. Tapi kan kamu tahu sendiri bagaimana orang tua kami," Melisa menyahuti dengan wajah pasrah.

Clara tertawa terbahak-bahak, memang benar apa yang Melisa katakan. Pulang malam dengan lelaki saja gadis itu sudah siap dipukul dengan raket nyamuk oleh ibunya yang memang galak sekali. Sedangkan Laras, ayah gadis itu masih belum memberi lampu hijau untuk hubungan Laras dan Devano sebab ibu mereka yang sempat berselisih saat kuliah dulu. Memperebutkan kakak tingkat yang sekarang telah menikah bukan dengan salah satu ataupun salah dua di antara mereka. Harusnya mereka berbaikan, namun ternyata gengsi masing-masing masih terasa kuat padahal dulu perempuan itu bersahabat.

"Jadi bagaimana keadaan si jagoan?" tanya Melisa, gadis itu mengusap lembut perut Clara yang membuncit. Awal melihat Clara mengalami hal ini dirinya dibuat terkejut tidak percaya, rasa prihatin juga ia rasakan pada sahabatnya ini apalagi Clara sempat terlihat stres dan banyak diam, namun dirinya cukup senang sekarang, rasa khawatir itu hilang saat Clara mulai menerima keadaannya yang sekarang.

"Sangat aktif," Clara mengusap perutnya sendiri penuh sayang.

Mereka berkumpul, menghibur kesendirian Clara meski ada sang jagoan di dalam perutnya yang membesar itu. Setidaknya saat Clara berbicara ada suara yang menyahutinya, sedangkan sijagoan masih umurnya berada di dalam kandungan.

Clara sendiri selalu senang saat sahabat-sahabatnya datang kerumah, meramaikan suasana yang membuatnya merasa sendirian setiap kali keluarganya tengah sibuk bekerja. Sering bayangan Damar menghampirinya, mengingat kali terakhir Damar memohon padanya untuk mendengarkan lebih lanjut penjelasannya. Saat itu Clara dirundung rasa kecewa, marah dan tidak terima akan kelakuan Damar. Dirinya kalap.

Setelah para sahabatnya pamit, Clara sibuk membaca buku hingga jam menujukan pukul empat sore. Ia menghela nafas, ingin sekali rasanya ia memakan kuaci hanya saja bibi tengah sibuk.

Ia turun dari ranjang, ingin sekali ke minimarket tidak jauh dari kompleks rumahnya, tidak apa sore ini ia berjalan sedikit jauh toh baik juga untuk kakinya. Di perjalanan ia kerap kali menggumamkan nyanyian yang memang akhir-akhir ini dirinya dan si jabang bayi sukai.

Sesampainya di minimarket, Clara tidak lagi ingin kuaci melainkan menginginkan eskrim yang memang keluaran terbaru. Dirinya memborong bayak cemilan, semenjak hamil ia memang suka sekali dengan cemilan, bahkan porsi makanpun bertambah banyak.

Setelah membayar tagihan sebesar dua ratus ribu rupiah dirinya akhirnya keluar dari minimarket dengan dua plastik besar di tangan kanan dan kirinya hingga membuat dirinya kewalahan. saat baru beberapa langkah ia keluar dari minimarket seseorang membalikan tubuhnya dan memeluknya, tidak terlalu erat namun Clara merasa bahu seseorang yang memeluknya bergetar.

"Astaga, akhirnya, akhirnya aku menemukanmu," ucap suara pria tidak asing itu. Bahkan aroma khas yang amat sangat dikenalnya memenuhi rongga hidungnya, membuat perutnya jadi merasa nyaman, sejenak dirinya ingin menikmati aroma ini.

Clara mendongak, matanya berkaca-kaca tanganya bahkan gatal ingin mememluk pria di depannya bukan malah ingin memukul seperti yang telah direncanakannya sejak ia mengetahui kelakuan Damar.

"Mas Damar?" ucap Clara dengan suara bergetar.

"Mas antar pulang ya," paksa Damar. Semenjak ia mengamati perempuan tengah berbadan dua berjalan mendekati mini market dan memasukinya, Damar seolah yakin bahwa ia memang mengenal punggung gadis itu. Benar saja dugaannya, Claralah yang ada di dalam minimarket dengan perut membesar. Semenjak tahu bahwa Clara memang tengah berbadan dua dari bapaknya, ia mencoba mencari keberadaan Clara yang menyembunyikan dirinya. Bapaknya yag tidak sengaja mendengar percakapan asisten rumah tangga bahwa Clara tengah mengandung lagsung menanyakan hal itu pada Damar, terlebih kedua orang tuanya memang curiga pada sikap Clara saat berpamitan pulang, gadis itu tampak marah, kecewa dan sedih. Hingga akhirnya damar mengatakan kesalahannya hingga membuat Clara pulang dengan keadaan tidak baik-baik saja.

Clara seolah dibuat bisu seketika, tanpa menolak dirinya menaiki mobil keluaran lawas yang Damar bawa. Pria itu menanyakan alamat rumahnya dan dengan mudah gadis itu memberitahu.

Seenjak tadi mata Clara terasa panas, ingin menangis meraung namun ia tahan-tahan saat mendengar penjelasan dari Damar. Dari pria itu yang menyukai Clara dari remaja sampai akhirnya dibutakan 'takut akan kehilangan dan rasa ingin memiliki'.

Setelah damar menceritakan semuanya benar saja Clara menangis, meraung sesekali memukuli dada pria yang tengah memeluknya sambil mengusap perutnya yang besar. Mata Damar tampak berbinar takjub setiap kali menatap perut Clara membuat gadis itu merengut sebab Damar mengatakan memang sengaja ingin membuat Clara hamil.

Clara dan Damar masih saja duduk di ranjang sambil berpelukan, gadis itu bersandar pada dada Damar, mendengarkan pria itu berbicara dengan jagoan mereka sambil mengusap perut Clara.

"Jagoan ayah tidak nakal kan di perut bunda?" tanya Damar pada calon bayinya yang terus merespon ucapan Damar berupa tendagan kecil.

"Tidak ayah, aku tidak nakal," kata Clara sambil menirukan gaya anak kecil berbicara.

Damar tertawa, mencium pipi Clara yang tampak menggembung dari sebelumnya. Badan Clara memang lebih berisi sekarang. Seperti bola, kata Clara mengakui.

Clara senang saat mendengar Damar mengatakan segera mencarinya saat tahu bahwa Clara sedang mengandung, pria itu mengaku dibuat uring-uringan semenjak Clara meninggalkan dirinya dalam keadaan marah besar.

"Secepatnya aku nikahin kamu," Damar mengusap bahu Clara yang sedikit terbuka karena gadis itu memakai daster lengan pendek.

"Memangnya kamu berani menghadap ayah aku?" tanya Clara, dengan wajah jahilnya.

"Tentu saja, demi kamu, demi jagoan kita dan juga keingian tulusku yang ingin membahagiakanmu sampai akhir hayat," jawab Damar penuh kesungguhan.

Clara berbalik, memeluk Damar erat. "Aku kangen Mas Damar," katanya sambil menghirup dalam-dalam aroma harum yang menguar dari tubuh Damar.

"Aku lebih kangen kamu."

"Sama anakmu nggak?"

Damar mencium gemas perut Clara, "Tentu saja kangen dengan jagoan ayah!"

Keduanya tertawa, menghabiskan sore hari dengan bercengkrama di atas ranjang Clara sambil memandang keluar jendela.

CLARA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang