"Kalau kamu sayang, kamu tak mungkin tega menduakan"
____________________Setelah beberapa tahun tinggal disini, aku masih saja melihat Om Surya masih sibuk melalang buana di alam mimpi. Itu dilakukannya hampir seharian. Meski kamarnya tertutup, tapi aku mendengar sura dengkuran halusnya yang tidak halus halus amat. Nada dering ponselnya terdengar memanggil-manggil di atas meja ruang tamu. Hingga telingaku yang berada bersama Nenek di depan rumah untuk menjaga anak kembar Mbak Sarah pun merasa gatal untuk melihat siapa yang membuat ponsel itu berbunyi hingga hampir sepuluh kali.
"Mai. Coba kamu lihat hp nya Surya. Barangkali Sarah tadi yang nelpon."
Akupun menurut saja apa kata nenek. Ya, tidak bermaksud untuk lancang membuka ponsel Om Surya, tapi bisa saja kan si penelpon itu Mbak Sarah yang sedang butuh bantuan. Mana temenku tadi bilang, Sidoarjo sedang hujan. Bisa saja kan Mbak Sarah kenapa-napa disana. Bukannya aku mendoakan yang jelek-jelek. Tapi aku hanya merasa hawatir saja mengingat tempat kerjanya yang menurutku jauh.
Benar saja dugaanku, setelah aku membuka ponsel tanpa pasword itu ada sepuluh panggilan tak terjawab, dan dua pesan masuk. Ya Allah... ada apa dengan Mbak Sarah.
DindakuSayang
Mas, tolong jemput Sarah, ban Sarah kempes kena paku, Sarah lagi neduh di bawah pohon nih, lupa nggak bawa mantel. Tolong, Mas. Sarah tunggu.
Tak lama segera kuketuk pintu kamar Om Surya. Tapi sama sekali tak ada jawaban dari sana. Dengan ragu aku memberitahu Nenek tentang pesan Mbak Sarah, ya meskipun aku memberitahu Nenek, yang ada nenekku pasti akan merasa gelisah dan tentu hawatir.
Jadi aku pendam saja pesan itu sendiri, Kakek tidak mungkin bisa menyusul Mbak Sarah. Kakek sudah berangkat ke pabrik, mengingat hari ini hari sabtu, baby sitter si kembar tidak kerja. Jadi Nenek dan akulah yang menjaga si kembar. Ah biarin ajalah, Om Surya saja tidak mau bangun.
Tapi bagaimana dengan nasib Mbak Sarah ya? pasti dia kehujanan sekarang. Walaupun dia sering bersifat semena-mena terhadapku, tapi tetap saja aku sudah menganggapnya sebagai Mbak sendiri. Aku tetap tidak tega.
Hanya bisa berdoa, semoga Mbak Sarah bisa mengatasi masalahnya sendiri tanpa bantuan dari suaminya yang masih tidur pulas tanpa mau diganggu.
Waktu terus merambat hingga bergulir sore sebagai sang tuan hari. Rintik-rintik hujan tiba-tiba menemani, aku yang merasakan kamar ini menjadi sedikit dingin pun dengan semangatnya kurentangkan kedua tanganku menggeliat. Sepertinya langit akan menangis deras. Terbayar sudah setelah terik panas menerpa Surabaya siang tadi. Aku sampai terlalu larut dalam tidur siangku hingga jemuran diatas atap belum sempat ku angkat. Wah, gimana nih!!!
Ku buka pintu kamar dan segera memakai sandal, tapi kakiku berhenti ketika bayangan tubuh besar Om Surya semakin besar saja yang ternyata jemuranku sudah berada dipelukannya. Itu masih normal saja menurutku.
Yang membuatku malu, ada pakaian dalam ku yang nampak di sela-sela jarinya. Om Surya ngapain juga sih, ngangkat jemuranku.... padahal biasanya dia kan nggak peduli masalah jemur-menjemur pakaian.
Dia bukanya memberikan jemuran itu, malah dia masuk ke kamarku. Tentu untuk menaruh jemuran itu. Akupun ikut masuk kedalam kamar.
Aneh. Om Surya bukanya keluar, dia dengan bertelanjang dada malah memonitori langit-langit atap.
"Itu atap mu bocor, Mai."
Kamarku sudah basah dengan tetesan hujan yang mulai turun dengan derasnya.
"Oh, iya, iya. Baru tau. Aku ambil bak kecil dulu," pamitku pada Om Surya, sekalian ngusir dia dari kamar secara halus. Biar nggak dikira aku berduaan dengannya. Tapi sebelum pergi, Om Surya mengucap beberapa kata padaku.
"Kalo malam jangan lupa pintunya dikunci, Mai." Lantas Om Surya langsung pergi saja dari kamar tapi setelah senyuman mengerikannya itu terlempar lagi dan aku merasa bergidik. Atau aku saja yang terlalu berprasangka? lagi-lagi kutepis pikiran buruk tentang Om Surya yang tatapannya memang aneh akhir-akhir ini. Itu seperti tatapan anak laki-laki yang tertarik dengan wanita.
Ah, mana mungkin juga, pikiranku mulai ngawur!!! seorang pak Ustad seperti dia mana mungkin berpikiran seperti itu. Seorang Ustad tidak mungkin berniat ingin mengajakku selingkuh kan? lagi pula, Mbak Sarah kan jauh lebih cantik kemana mana daripada aku. Tapi tatapannya itu lo.... masak sampai inten begitu melihat wajahku hingga tersisa beberapa senti tadi.
Aku cerna lagi perkataannya tadi. Memangnya seceroboh itu, sampai lupa mengunci pintu kamar? Aneh deh.
.
.
.
.
.Dalam radius tiga puluh kilo meter. Sarah mengamit tas nya. Ia berteduh di emperan toko. Perempuan itu kedinginan. Surya sama sekali tidak bisa di hubungi. Ia sangat butuh bantuan laki-laki itu. Namun nyatanya Sarah tanpa bantuannya pun sudah mampu menerjang hujan tanpa memperdulikan bajunya yang telah basah.
Beruntung anak kembarnya sudah terlelap. Di jaga oleh neneknya. Sarah baru sampai di rumah ketika hari sudah sore. Ia segera merangek pada suaminya yang tertidur pulas. komplen kenapa hp Surya tidak di aktifkan. Mengapa hanya seperti itu saja kemarahannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Siti Maimunah (END+ Revisi)
Romance21+ Dilarang keras membaca jika belum usia dewasa. Om Surya. Paman nya yang ia fikir adalah pria yang alim. Ternyata .... Sebuah pelajaran bagi Mai. Kehidupanya mengajarkan untuk tidak menilai susuatu dari luarnya saja. Begins on September 2018.