9+
Muhammad Akhyar Hadi
Tulisanku ketika merindukanmu, Ibu..
14 APRIL 2017 · PUBLIK
198 kali Dibaca
Liburan musim panas. Aku dan temanku, Ismail, sedang menuju Bali. Ismail adalah pemuda Kalimantan sepertiku, ia punya waktu beberapa hari sebelum memulai kursus bahasa Inggris di Pare, Kediri.
Ini pertama kalinya kami ke pulau Bali, tanpa pemandu, tanpa tujuan yang jelas. Dan disinilah kami, dalam bis ekonomi dengan suara riuh dan para bule backpacker yang berpakaian tak pantas.
-Belasan tahun sebelumnya-
Ibuku adalah seorang guru. Dia mengajar di Sekolah Dasar sebuah desa di Kalimantan. Disana aku dilahirkan. Kami tinggal disebuah rumah dinas kecil. Presiden saat itu berbaik hati memberikan rumah bagi para guru.
Sejak balita ibuku selalu membawaku ke sekolah bersepeda. Kakiku diikatnya dengan kain agar tak kena roda. Ibuku adalah penemu solusi tiap masalah. Ia membuat ayunan kecil di pojok kelas agar aku bisa tidur disana, atau sekedar duduk untuk mendengarnya mengajar.
Jika balita zaman sekarang begitu beruntung bisa masuk play grup sampai TK, maka aku mencuri start dengan masuk SD sejak balita.
Di umur ke-lima, ibuku memasukkan ku ke Taman kanak-kanak. Tak banyak yang kudapat disana. Ibu paruh baya ramah yang mengajar disana berkata pada ibuku,
"Ia sudah bisa membaca, berhitung."
Tak berselang lama, ibuku mengeluarkan ku dari sekolah yang ada prosotannya itu. Membuatku berada disana hanya menyusahkannya mengantar jemput.
Di usia ke tujuh, aku benar-benar menjadi murid SD. Kali ini aku duduk di kursi kayu, bukan diayunan kain pojok kelas.
Di tahun itu juga, meski konyol kelihatannya, aku mulai menyukai wanita.Rahmi namanya. Ia adalah semangatku berangkat sekolah. Jika sekolah dimulai jam 8 pagi. Maka aku sudah ada di sekolah satu jam setengah sebelumnya.Aku selalu ingin terlihat hebat untuknya, aku ingin juara kelas untuk menarik perhatiannya. Kawan, kisah cinta pertama selalu menyenangkan dibahas. Bukankah kalian juga pernah mengalaminya?
Bertahun-tahun lamanya, tiap caturwulan aku selalu juara kelas. Sekolah buatku sebuah perkara yang mudah. Aku tak pernah mau disuruh belajar dirumah, baik setiap hari atau ketika ujian, aku hanya bermain ke sungai, sawah atau lapangan.
Aku pandai berhitung, mengarang, pengetahuan umum dan lainnya. Satu-satunya kelemahan ku hanya menulis indah. Aku bahkan tak mengerti untuk apa keindahan dalam menulis.
Sampai di kelas 4, ibuku menjadi wali kelasnya. Itu artinya, ibuku mengajar semua mata pelajaran selain Agama dan Olahraga.
Di caturwulan pertama, aku mendapat rangking 2. Pertama kalinya. Nilaiku sama dengan murid lain bernama Nurul. Ibuku memilih Nurul menjadi juara kelas karna harus ada yang terbaik. Alasan beliau sederhana,
"Nurul tulisannya lebih baik darimu, lebih enak dibaca."
Aku tak bisa melawan, ia adalah ibu guruku. Sekaligus ibu kandungku.
Caturwulan kedua aku kembali menjadi juara. Semua nilaiku hampir sempurna.
Caturwulan ketiga ibuku memindahkanku kesekolah pinggir kota, pinggir jalan raya. Dekat rumah kakek.
Itu artinya aku meninggalkan sekolah yang ada Rahmi di dalamnya. Tinggal bersama kakek dan nenek. Hatiku ngilu. Namun sekali lagi, aku tidak bisa melawan guru sekaligus ibuku. Entah kenapa ia seolah tak suka aku selalu juara.