September, Summer, Rain

261 36 51
                                    

How the time passed away, all the trouble that we gave

And all those days we spent out by the lake

Has it all gone to waste? All the promises we made

One by one they vanish just the same

Jika ada yang bertanya, tiga hal yang dibenci Naruto itu apa? Naruto akan menjawab dengan cepat tanpa ragu.

September.

Musim panas.

Hujan.

Sialnya, semua hal yang tidak disukai Naruto selalu terjadi bersamaan. Musim panas tak mau berpisah dari September. Hujan menempel erat pada musim panas.

Kalau mau jujur, Naruto juga sebenarnya tidak terlalu membenci bulan terakhir di musim panas itu. Naruto juga sama sekali tidak membenci hujan. Hanya saja, kenangan terbaik sekaligus kenangan paling menyakitkan selalu terjadi di bulan September, di akhir musim panas, kala hujan turun.

Rasa nyeri yang menusuk dadanya bagai ada duri yang tumbuh dari dalam masih bisa dia rasakan setiap kali mengingat kenangan demi kenangan yang menetes, merembes seperti hujan dalam relung ingatannya.

Ibu membawanya ke desa kecil ini saat dia berumur tujuh tahun, di bulan September.

Naruto masih bisa mengingat jelas bagaimana bersemangatnya dia ketika pertama kalinya matanya melihat deretan sawah yang tidak pernah dilihatnya di kota. Rumah-rumah tidaklah bersaing siapa lebih tinggi, amat tinggi seolah ingin menembus langit seperti di kota, semua rumah terlihat seperti muncul dari halaman buku dongeng yang selalu menemaninya di kala sepi, berjejer rapi di sepanjang jalan yang tidak ramai oleh mobil melainkan oleh tanaman hijau indah.

Naruto begitu bahagia.

Bahagia karena ada tangan hangat ibu yang menggenggam tangan kecilnya. Senyum tak pernah lepas dari wajah Naruto. Setiap kali Naruto mendongak, tersenyum lebar pada sang ibu, Naruto tak bisa melihat wajah ibu karena terhalang silaunya sinar matahari.

Mulanya dia mengira mereka hanya berlibur di rumah nenek. Sekadar melarikan diri dari panasnya musim panas di kota untuk sementara waktu.

Sampai pada pertengahan September.

Hari itu hujan turun sangat lebat. Naruto tentu kecewa. Tak bisa piknik di tepi danau seperti yang mereka lakukan sejak tiba di desa. Tengah mengeluh tentang hujan, Ibu tiba-tiba memeluknya erat. Meminta maaf.

Hujan bukan salah Ibu, buat apa Ibu meminta maaf?

Ibu juga memintanya untuk jadi anak baik, mendengarkan semua perintah dan nasihat Nenek.

Bukankah Naruto selalu melakukannya? Bukankah Naruto sudah jadi anak baik? Walau Nenek kadang cerewet menyebalkan, tetapi Naruto juga sayang pada neneknya.

Kebingungan dengan tingkah tak wajar sang ibu, Naruto kecil hanya bisa mengangguk patuh.

Lalu, sambil berurai air mata, Ibu berjanji akan kembali untuk menjemput Naruto.

Menambah kadar bingung dalam kepala Naruto yang belum bisa berpikir terlalu rumit.

Apa maksud Ibu dengan menjemput?

Naruto mendapat jawaban atas pertanyaannya saat terbangun dan tidak mendapati sang ibu di rumah Nenek. Bukan hanya ibu, tas yang berisi pakaian ibu juga tak ada.

Nenek hanya berkata singkat kalau Ibu sudah pergi, entah kapan akan kembali.

Tidak. Tidak.

Kenapa Ibu pergi sendiri?

September, Summer, Rain.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang