Bagian 6

42K 224 19
                                    

Aku kembali ke jakarta, menangis sepanjang jalan. Sungguh sesak terasa, apalagi suasana yang tidak mendukung untuk menangis kencang. Harapku saat ini, ingin segera sampai di jakarta karena perjalanan ini jauh lebih panjang.

Sesampainya di jakarta, waktu menunjukan setengah 5 pagi. Aku memesan taxi untuk menuju tempat kostku. Aku tak akan masuk kuliah pagi ini, rasanya tak ada yang aku inginkan selain berdiam diri dikamar. Kulihat ponsel, tertera 20 pesan & 35 panggilan tidak terjawab dari yuda. Aku memang sengaja mensilent ponselku dan mengabaikan panggilannya. Bahkan pesan pun tak ingin aku baca.

Aku tertidur setelah semalaman terjaga. Hatiku memang hancur, tapi karena tubuh ini merasa lelah, wajar saja jika aku tertidur.

Seminggu berlalu, dengan sangat lama. Dimana masih terbayang jelas kejadian waktu aku menemui yuda di jawa tengah. Kuliah terbengkalai, tidak seharipun dalam minggu ini aku datang ke kampus, karena hari selasa kemarin aku putuskan untuk pulang ke bandung dan menenangkan pikiran.

Tidak hanya pesan & panggilan dari yuda yang tidak aku respon, sama halnya dengan aldi. Dia begitu gencar dia menghubungiku, tepatnya setelah aku menulis status disalah satu jejaring sosial milikku yang seakan tak bisa lagi hidup. Kekanakan memang waktu itu, belum lama aku hapus kembali. Tapi mungkin aldi sudah membacanya, karena katanya dia datang menemui aku ke kostan.

Biarlah, aku ingin bernafas sejenak, Ingin tenang, Sampai aku siap memutuskan semuanya.

Aku membaca salah satu pesan bahwa yuda kini ada di jakarta & datang ke kostanku. Berpuluh2 panggilan dia lakukan, namun aku tetap mengabaikannya.

"Aku merindukanmu, neng. Sudah berkali-kali aku menghubungi kamu, tapi tidak ada jawaban. Aku khawatir, takut kamu kenapa2. Tidak sedetikpun aku berhenti untuk memikirkanmu, aku mohon beritahu aku dimana kamu. Aku udah datangi kostan kamu dan rumah kamu dibandung tapi kamu tidak ada, rasanya aku tidak kuat lagi untuk bertahan. Aku sempat berfikir, apa aku mati saja? Mungkin dengan itu kamu memaafkanku, tapi aku sadar. Kamu mungkin akan hancur juga jika aku pergi. Kamu memang membenciku, tapi mungkin kamu akan merasa kehilangan juga. Aku akan menunggu, sampai kapanpun itu, mohon jawab aku"

Bunyi pesan suara yang masuk dari yuda. Mungkin karena akun whatsapp, line & yang lainnya tidak aku aktifkan dan pesan tak kunjung ku balas, sehingga yuda mengirimkan satu pesan voice mail ke hpku.

Aku memang pulang ke bandung, tapi tidak ke rumah, aku menginap disalah satu penginapan ditengah kota. Menghapus rasa sepi yang semakin membuat sesak didada.

Sesaat kemudian, ponsel kembali berdering, kudapati nama yuda dilayar hp. Aku tak menjawabnya, namun memberi alamat tempat menginap aku saat ini.

"Hotel mawar, jl. XXX no x, bandung. Kamar 236"

Aku yakin yuda pasti akan kesini setelah aku memberikan alamat ini. Aku memikirkan jawaban apa yang harus aku berikan kepada yuda saat dia sampai lagi. Entahlah, semoga aku bisa memberikan keputusan yang terbaik untuk kami.

Waktu menunjukan pukul tujuh malam, aku mendengar ada yang mengetuk pintu. Kudapati yuda berdiri didepan pintu dengan penampilan yang 'berantakan' berbeda dengan biasanya. Aku bisa melihat kekhawatiran diwajahnya, rasa frustasi yang dia rasakan mungkin membuatnya menjadi seperti ini. Sejenak aku merasa kasihan melihatnya, sejenak aku melupakan rasa sakit yang kurasakan seminggu belakangan ini.

Aku mengajak yuda untuk masuk, dan memintanya untuk mandi terlebih dahulu. Aku masih tidak banyak bicara, namun satu persatu aku buka pakaian yang yuda kenakan agar dia mandi terlebih dahulu. Risih rasanya melihat orang yang 5 tahun belakangan aku kenal memiliki penampilan yang berbeda tidak seperti biasanya.

"Jangan salah paham, kamu mandi dulu sebelum kita bicara" ucapku setelah melepas semua pakaiannya

Yuda tanpa sepatah kata pun menuruti apa yang aku katakan. 5 menit kemudian dia kembali keluar dari kamar mandi.

"Kamu ngga bawa baju?"

"Nggak, pakaianku aku tinggalkan dikostan kamu dijakarta, aku lupa membawanya"

"Yaudah, bajunya aku laundry dulu. Kamu pakai celana pendek saja skrg"

Aku memanggil pelayan hotel untuk membawa pakain kotor milik yuda untuk di laundry dan duduk kembali disamping yuda setelah memberikan pakaian itu ke pelayan hotel.

Kami lama terdiam, seperti bingung apa yang hendak dibicarakan. Karena terlalu sunyi, aku memutuskan untuk memulai pembicaraan.

"Kamu udah makan? Kalau belum aku pesankan"

"Aku ngga laper neng, kalo kamu mau pesan buat kamu aja, aa cuma butuh jawaban dari kamu tentang kita bagaimana kedepannya"

"Makan dulu, baru kita bicara"

"Iya sok, kamu makan. Aa mah nanti aja"

"Kapan terakhir makan?"

Dengan ragu-ragu yuda menjawab "kemarin malam"

"Aku pesankan makanan dulu, aku ga mau bicara sebelum kita makan" Yuda pun hanya diam seolah menyetujui.

Setelah selesai makan dengan suasana yang hening, aku mulai membuka pembicaraan kami.

"Kalau aku melakukan hal yang sama sepertimu juga setelah itu aku mau kembali sama kamu, apa kamu tetap bersamaku atau kamu akan meninggalkan aku?"

"Apaan sih kamu neng, aku tau kamh marah, kamu benci sama aku, tapi jangan rusak diri kamu. Jangan melakukan hal yang macam-macam, apalagi berfikir untuk seperti itu. Tidak semua cowok itu baik neng"

"Aku memang belum pernah bertemu cowok baik dalam hidup aku sampai sekarang" ucapku datar

"Kamu boleh pukul aku, tampar aku, marahin aku, tapi tolong jangan rusak diri kamu, jangan sakiti diri kamu gara2 aku. Aku janji tidak akan melakukan hal seperti ini lagi. Aku janji" ucap yuda sambil mata berkaca2

"Atau kalo ngga kamu bunuh aku aja neng, biar kamu bisa maafin aa, Aa rela, aa rela mati demi kamu, asal kamh jangan rusak hidup kamu hanya gara-gara laki-laki seperti aku"

Yuda mengambil dompet dimeja dan mengeluarkan sesuatu mirip pisau lipat dari dompetnya tersebut.

"Ini, pegang ini. Tusuk aa neng, bunuh aa. Aku rela, karena memang aku salah" ucap yuda dengan sedikit amarah dan mengalir air mata dipipinya

Aku panik, tangan yuda meraih tanganku agar aku memegang pisau tersebut bersamaan sambil diarahkan ke dadanya

"Lepas yud, lepas. Berikan itu kepadaku" tanganku berusaha meraih pisau dan membuangnya diiringi dengan air mata yang juga mengalir dipipiku, aku baru sadar, ada sayatan dipergelangan tangannya

Aku memeluknya, rasanya aku memang tidak bisa untuk kehilangan yuda dihidupku.

"Kamu jangan maafin aku neng kalo kamu emang nggak bisa, tapi tolong jangan pergi dari hidup aa" ucapnya sambil sesenggukan. Aku tak percaya, seseorang yang aku tahu dia sangat kuat, bisa menangis ini dihadapanku, dihadapan wanita. Hal itulah yang membuat hatiku luluh. Aku memberikan air putih kepada yuda agar tangisannya mereda.

Aku mencium bibir yuda, kamipun saling berpagutan. Yuda lebih pasif malam ini, tidak seperti biasanya, berbeda dengan aku yang menciuminya hingga turun kebawah, mencium setiap inchi ditubuhnya, dan berhenti saat menyentuh miliknya. Aku memutuskan untuk melakukan blowjob terhadapnya.

Setelah cukup lama aku menikmati milik yuda, aku melepas pakaianku, tidak menyisahkan satu helai benangpun. Ku arahkan milikku ke milik yuda yang duduk menyender ditembok. Memaju mundurkan pinggul secara berirama, sambil bibir kami tetap berciuman. Mungkin yuda heran apa yang aku lakukan saat ini, namun pertanyaannya akan terjawab setelah aku membisikan kata-kata setelah pergulatan kami selesai.

"Ditubuh kamu tidak ada lagi bekas wanita itu, kini terganti oleh sentuhan dariku diseluruh tubuhmu. Kamu milik aku"

"Aku akan bersama kamu lagi setelah kamu berjanji untuk tidak kembali lagi ke solo"

"Aku janji, aku bakal resign dari tempat aku bekerja, aku akan selalu ada disamping kamu neng"

Kamipun melanjutkan kembali penyatuan tubuh kami dengan yuda kembali seperti biasa.

Malam ini cukup panjang, yang menciptakan kenikmatan ditengah kesedihan dan pergulatan batin.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 11, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kangen atau pengen?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang