Bagian Sembilan : Mencari Jalan Pulang

3.4K 292 3
                                    

Happy Reading!!!

Tindakan yang Prilly lakukan kali ini perlu di acungi dua jempol, pasalnya melompati gerbang belakang SMA Clever bukanlah hal yang mudah. Apalagi lagi Prilly yang notabenenya pernah mengalami traumatik pada sesuatu tentang pagar, gedung tinggi dan lompatan. Tapi karena Prilly yang enggan bertemu Ali yang mengharuskan dia ikut bersama cowok itu, Prilly rela mengorbankan lututnya demi berhasil menghindar.

Sewaktu lututnya baru saja menempel di aspal, ringisan Prilly berubah menjadi dengusan kesal saat Prilly menemukan sepasang sepatu berdiri kokoh di depannya.

Setelah di telaah, Prilly mendongkak dan menyadari siapa si empunya sepatu mahal itu, dia pun memaki.

"Gue mau pulang!" entah angin dari mana Prilly justru menghardik Ali dengan kata tersebut, padahal Ali sama sekali tidak berkata ataupun menanyakan sesuatu padanya.

"Silahkan,"

Tanggapan Ali yang kembali dingin sekaligus tidak sesuai dengan apa yang di ekspetasikannya, Prilly lantas bangkit sambil membersihkan debu yang masih menempel di sekitar tangan dan lututnya. Kemudian mendorong bahu Ali sebelum dia berlalu, "Minggir!"

"Silahkan setelah janji lo, lo tepati," Seringai tajam yang di sebarkan oleh Ali membuat langkah Prilly terhenti dalam hitungan dua detik, dan tangannya yang mencekal halus lengan Prilly perlahan melanggar setelah mendengar musuhnya menghela napas pasrah.

"Oke, fine! Ini karena gak ada Nichol disini, jadi dengan sangat terpaksa gue ikut ke rumah lo seperti yang lo bilang tadi," Prilly menaruh jari tulunjuknya didepan wajah Ali, "Tapi jangan pernah punya pikiran gue mau tunduk sama cowok kayak lo!" lalu menariknya kembali setelah berujar.

Bukannya takut, Ali justru mengulum senyum kemenangan mendengar keponakannya mengoceh sepanjang jalan menuju pelataran sekolah.

"Pasang sabuk pengaman lo," Ali memberi perintah setelah tubuhnya masuk kedalam mobil dan terbungkus sabuk pengaman.

Tapi Prill yang sempat mengabaikan perintah Ali, langsung terjengit kaget ketika Ali menancap gas dan keluar dari gedung SMA Clever dengan kecepatan tinggi.

Dalam teriakannya, Prilly perpegangan pada dasbor mobil sambil terus mengutuk sikap arogan Ali. Sebagai saudara, Ali sama sekali tidak ada kecocokan menyandang status sebagai pamannya, bahkan memiliki hubungan darah dengannya saja Prilly sudah merasakan keanehan.

"Gila! Lo mau bikin gue mati apa.. Aaaaaa!!" teriakan Prilly sangat memekakan telinga ketika Ali membanting stir untuk belok kanan, "Ali stop!!" sebut saja Prilly memohon sekarang.

Namun, alih-alih menuruti, Ali bahkan tidak mendengarkan ucapan Prilly yang sudah berwajah pucat di tempatnya.

Sebab perutnya yang sudah terasa semakin teraduk tak karuan, Prilly merasa mual dan ingin mengeluarkan seisi perutnya saat itu juga. Sistem mengemudi Ali yang kebut-kebutan membuat kepala Prilly berputar tak tentu arah.

Sambil menarik lengan baju Ali dengan sisa tenaganya, Prilly memasang ekspresi memelas secara natural tanpa di buat-buat. Hingga Ali merasa kasihan dan menepikan mobilnya di persimpangan jalan asing yang baru pertama kali Prilly lihat.

Namun cewek itu tak memperdulikannya, dia lantas keluar dan berjongkok di sembarang tempat untuk memuntahkan apa yang sejak tadi ingin di keluarkan oleh perutnya.

Ali nampak bernapas gusar, mau tidak mau dia harus ikut turun dan menemani Prilly yang sedang kesulitan untuk menetralkan asam lambungnya.

"Gue bilang apa? Pasang sabuk pengaman. Mudeng, sih kalau di bilangin." tahu-tahu Ali sudah berdiri di belakangnya sambil memijat bagian tengkuk Prilly, sama seperti yang di lakukan kebanyakan orang ketika ada yang mabuk udara darat.

Someone In The World Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang