Tidak pernah terbayangkan oleh Irene bahwa ia akan mengalami apa yang selama ini ia tonton dilayar televisinya setiap malam, sebuah adegan romansa dimana si tokoh utama berjalan beriringan dengan si tokoh pria sembari bergandengan tangan menyusuri bibir pantai ditemani suara deburan ombak yang seakan menjadi musik latar belakang sebagai peneman rasa gugupnya. Irene tersenyum malu, pipinya merona dan bibirnya berkedut menahan untuk tidak tersenyum layaknya orang tak waras yang tersenyum tanpa alasan yang jelas.
Degup jantungnya berirama seperti biasa namun ada desiran aneh yang merambat hingga ke perutnya, seperti kupu kupu berterbangan disana, Aneh, tapi ia suka. Tangan kanannya terasa hangat tidak seperti tangan kirinya yang bergerak bebas disaat ia berjalan terasa dingin diterpa angin malam. Tangan kanannya digenggam erat oleh tangan yang lebih besar darinya dan terasa kuat dalam artian tidak terlalu kuat menggenggamnya hingga bisa meremukkan tulang tangannya yang rapuh. Anak rambutnya melambai tertiup angin membuat dirinya sesekali menyelipkan rambutnya kebalik daun telinga. Hal kecil yang sanggup membuat pria yang berjalan disampingnya terpana akan kecantikan natural yang memancar dari wajah gadis yang disukainya.
Obrolan-obrolan kecil yang keluar dari bibir keduanya menjadi obat penawar untuk memanipulasi degup jantung yang tiba-tiba menggila diluar kendali. Sembari mengobrol Sehun selalu menoleh untuk mengamati bagaimana reaksi yang Irene berikan. Sebenarnya itu hanya caranya saja agar bisa menatap gadis itu disetiap menitnya. Menikmati berbagai macam ekspresi wajah Irene yang selalu berhasil membuat Sehun tersenyum bahkan yang lebih tidak masuk akal membuatnya merasa tak waras. Kali pertama Sehun merasa segila ini dan anehnya ia menikmati ketidakwajaran itu. Tangan yang bertaut itu masih saling menggenggam terkadang Sehun harus menarik Irene mendekat jika dirasa jarak antara dirinya dengan gadis itu sedikit menjauh.
"Kapan kau lulus? Tahun depan?"
Irene mengangguk lalu menoleh kesamping dengan wajah bertanya, "Kenapa?"
"Aku lulus dua tahun lagi. Itu artinya mungkin kita tidak akan sering bertemu." Sehun menunduk menatap kakinya yang memainkan pasir-pasir putih lalu setelahnya menoleh tersenyum simpul membuat Irene mengernyit mendapati ekspresi wajah Sehun yang terlihat...muram?
"Kita bisa bertemu kapanpun kau mau. Bukan berarti kita tidak satu sekolah lalu kita tidak bisa bertemu lagi,kan? Kita bisa bertemu di manapun."
"Dimana pun?"
Kali ini Sehun bereaksi berlebihan antara kaget dan juga senang. Irene sampai dibuatnya tertawa sembari mengangguk anggukan kepalanya mengiyakan.
"Nanti setelah kau lulus apa yang ingin kau lakukan?"
Irene berjalan kedepan lalu tubuhnya ia hadapkan pada Sehun membuatnya kini berjalan mundur dengan tangan keduanya masih saling menggenggam. Irene terlihat seperti memikirkan sesuatu, "Aku ingin bekerja disebuah perusahaan majalah terkenal di Seoul. aku ingin menjadi salah satu penulis majalah disana."
"Ide bagus, aku dukung."
"Lalu bagaimana denganmu?"
"Kau tidak penasaran kenapa aku tidak datang kemari bersama dengan yang lainnya?" Sehun bertanya sembari memiringkan kepalanya dengan mata kanannya yang sedikit menyipit. Pria itu sempat dibuat khawatir saat Irene tersandung oleh langkah kakinya sendiri.
"Hati-hati, kau bisa terjatuh. Kemarilah."
Irene tidak mengindahkan perkataan Sehun dan terus berjalan mundur,"Kau punya sesuatu yang harus dibicarakan dengan ayahmu?" Tebak Irene asal.
"Mungkin. Lebih tepatnya aku pergi untuk mengecek keadaan studio yang sedang aku bangun dikawasan Gangnam."
"Studio?" Langkah Irene terhenti begitu pula dengan Sehun yang turut menghentikan langkahnya. "Ya,aku dan Baekhyun sedang membangun sebuah studio musik dimana nanti aku bisa membuat lagu-laguku disana. Kemarin kami sempat mendiskusikan nama untuk studio musik kami, tapi kami belum menemukan nama yang tepat."
KAMU SEDANG MEMBACA
SUMMER IN LOVE [END]✓
FanfictionBae Irene, satu nama yang akan membuatku secara spontan tersenyum cerah. Rasanya aneh, bahkan aku sempat berfikir bahwa aku mulai kehilangan sedikit kewarasanku. Bagaimana bisa hanya dengan sebuah nama membuatku tersenyum tak mengenal waktu dan temp...