Shattered

1.6K 245 84
                                    

Tidak bisa dipungkiri, menyingkirkan seseorang yang sudah menjamur dalam pikiran bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Terlebih jika orang tersebut merupakan sosok yang sudah terlalu lama mengendap dalam hati, bahkan hingga belasan tahun terlewati.

Pertanyaannya sekarang, salahkah bila ia mencinta?

Katakan saja seperti misal, keluarga, sahabat-sahabat terdekat, menganggap keinginan Jimin untuk mendapatkan Taehyung kembali hanyalah fantasi dan obsesi semata. Karena memang, pemuda itu bukan diciptakan untuknya. Taehyung bukanlah mate-nya. Sangat tidak realistis jika kau menginginkan seseorang yang bahkan tidak ditakdirkan denganmu. Dan mau dipaksa seperti apapun juga, ending-nya akan bisa ditebak,

bahwa mereka tidak bisa bersama.

Jimin mengerang sepanjang malam memikirkannya. Kucuran air dari shower ternyata tidak sanggup membantu untuk mendinginkan pikiran sama sekali.

"Kenapa, Hyungie-ah? Apa aku melakukan sesuatu yang salah sampai-sampai kau memutuskan untuk tidak lagi bertemu denganku?"

Taehyung mematung sejenak, melepas seatbelt dan tersenyum sungkan. Jimin sudah mengantarnya sampai di parkiran seberang apartemen, namun Taehyung belum berniat untuk turun dari mobil. "Tidak Jimin-ssi. Kau tidak salah, sama sekali tidak."

"Lalu...apa maksud perkataan-mu tadi?"

Taehyung menghela napas lelah, sayatan di hati Jimin semakin menganga lebar karenanya.

"Aku tidak bilang bahwa kita tidak bisa bertemu lagi, Jimin-ssi. Aku hanya bilang ini kencan kita yang terakhir. Kau tidak paham apa yang kumaksudkan."

"Paham? Kau memintaku paham di saat kita sudah menghabiskan waktu bersama, dan tiba-tiba kau mengatakan hal mengagetkan seperti tadi?" Jimin menggeleng tidak percaya. "Kita baru berkencan satu kali, Hyungie-ah. Dan kau bilang ini yang terakhir. Yang benar saja!"

Taehyung diam membisu. Tatapannya berpindah pada pedestrian yang dilingkupi oleh redupnya sinar lampu jalan, seakan sudut di sana jauh lebih menarik.

"Tidak menjawab, hm? Oke kalau kau memang mau menikah dengannya. Ituー" Jimin menelan ludah yang terasa pahit,"ーitu keputusanmu. Aku tidak berhak mengatur. Tapi membatasiku untuk bertemu lagi denganmu? Ide siapa kalau boleh tahu? Jeon Jeongguk? Mau sampai kapan kau dikekang terus seperti itu?"

"Ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan Jeonggukie, Jimin-ssi!" Taehyung meradang tiba-tiba. "Ini keputusanku sendiri, karena aku tidak ingin menyakitinya terus-menerus. Dia protektif padaku juga karena dia sayang dan ingin melindungiku. Omega-nya. Mate-nya. Tolong jangan sangkut-pautkan dia dalam masalah ini, kumohon."

Guratan luka yang tercetak jelas di wajah Jimin membuat hati Taehyung sesak, dan ia tiba-tiba menyesal sudah melontarkan kalimat tadi. "M-maaf. Akuー"

"Padahal belum lama aku berhasil menemukanmu, Hyungie-ah. Dan di saat perasaanku melambung karena akhirnya aku bisa menggapai apa yang selama ini kucari, kau memukulku keras, sampai jatuh ke tanah begitu saja."

"Jimin-ssi..." Taehyung memutar badan menghadap Jimin dan menggenggam tangan kanan-nya. Erat dan kuat. "Sekali lagi aku mohon maaf. Tapi Jeonggukie itu kekasihku, aku tidak boleh egois dengan membuatnya terus-terusan cemburu. Dia tidak bilang, tapi aku tahusangat tahu. Lagipula kau kan masih bisa mengontakkuーchatting, telepon, mungkin? Aku tidak akan melarang, Jimin-ssi. Jeonggukie juga tidak akan melarang, aku yakin. Ia sudah tidak over protektif lagi seperti dulu."

"Kau tidak melarang, memang. Tapi kau membatasi," Jimin mendengus kecewa. "Aku juga yakin itu. Obrolan kita tidak akan lagi senatural dulu. Bahkan aku ragu kau akan langsung membalas pesanku, langsung mengangkat teleponku, seperti yang sering kau lakukan sebelumnya."

Love Cycle ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang