DREAM DAY

0 0 0
                                    


Bianglala itu begitu cantik, terbuat dari kaca dan dihiasi lampu kecil berwarna-warni. Letaknya di taman kota . Dari jendela apartemenku selalu terlihat berputar-putar. Dan lampu kecil berwarna-warni berkedip-kedip silih berganti. Bianglala itu tak sepi dari pengunjung.Terutama jika itu masa liburan natal atau tahun baru.
Tua muda semua silih berganti, agar dapat menaiki bianglala tersebut.Sebagian besar pengunjungnya adalah anak muda, yang tengah dimabuk asmara. Jika bianglala tersebut telah mencapai puncaknya, pemandangan di kota akan terlihat.Hal itu akan menjadi momen romantis bagi dua manusia yang tengah dimabuk cinta.
***
Trrrt telephone genggamku bergetar. Di layar tertera nama Jun Koishigawa, kepala penerbit tempat aku bekerja.
“Iya, pak. Ada apa?” tanyaku sambil mengunyah permen coklat.
“Bagaimana naskahmu, Yasumi-san. Besok kamu sedah tiba waktu deadline.”
“Tinggal dua lembar dari yang ditargetkan.”
“Bagus,lanjutkan pekerjaanmu.Besok biar Katsushita yang mengambil naskahmu.”
“Selamat malam, Pak.” Kumatikan telephoneku.
Kulihat di bawah sofaku, bungkus permen, makanan kecil, dan kaleng-kaleng bir bergelimpangan. Sejak aku sibuk mengerjakan naskah, entah sudah berapa hari apartemen ini belum kusapu. Kuhela nafas panjang untuk melepas segala kepenatan.
***
Sweater berwarna biru melekat di badanku, menghalangi dinginnya angin malam. Headphone berwarna putih menempel di telinga, memutar lagu dari bandrock jepang. Kulangkahkan kaki menyusuri trotoar jalanan. Aku biasanyajalan-jalan jika kepalaku mulai penuh. Mencari makanan kecil atau sekedar membeli bir di mesin minuman, yang penting keluar rumah dan melepaskan diri dari segala kepenatan. Bir kalengan beroksidasi rendah, adalah teman terbaikbagi wanita lajang yang telat menikah. Di saat tak tahu harus kemana, tiba-tiba terlintas dibenakku tentang bianglala itu.
Bukankah bagus jika sekali-sekali mencoba hal baru. Apalagi aku baru pindah di kota ini.
Di saat aku tiba , bianglala itu tengah sepi dari pengunjung. Hanya ada dua tiga pasang muda-mudi tengah dimabuk cinta. Bagi seorang lajang sepertiku,pendangan seperti itu memang tidak layak untuk dilihat.
“Nona, silahkan naik.”
Suara anak laki-laki muda penjaga bianglala tersebut membuyarkan lamunanku.
“Eh, ya.”.
Kemudian aku masuk dibantu olehnya.
Perlahan-lahan keranjang kaca itu berputar. Rasanya sedigit tegang,karena baru pertama kali mencoba. Kuminum bir dingin kalengan yang kubawa.  Ketika sampai diatas terlihatlah pemandangan indah dan luar biasa. Seluruh kota tampak dengan jelas. Gedung-gedung  pencakar langit menjulang berhiaskan lampu-lampu. Putihnya cahaya-cahaya itu, membuat kota berubah jadi lautancahaya.
“Cantik sekali.” Kataku dengan takjub. Kuambil kamera digital dalam tasuntuk memotret.
Tiba-tiba saja aku merasa ada yang aneh. Dikursi tepat didepanku ada dua anak muda. Yang laki-laki berwajah tampan memakai jaket coklat. Yang cewek memakai rok biru muda dan berwajah manis. Mungkin usia mereka sekitar tujuh belas tahun. Tapi yang aku herankan , sejak kapan mereka naik ? atau mungkin aku saja yang tak menyadari kalau ada mereka sebelum aku masuk. Tanda tanya memenuhi benakku.Aku memandang mereka berdua.
“Tokio, ada sesuatu yang ingin kubicarakan.” Kata si cewek.
Cowok bernama Tokio itu tampak begitu nafsu, hendakk mencium si cewek. Dalamhati aku sangat kesal sekali, apa mereka tidak melihat ada orang lain.
“Apa yang ingin kau bicarakan, Sakiko?. Cepatlah, aku sudah tidak tahan.”
“Tokio, aku hamil dua bulan. Kau harus menikahi aku.”
Apa yang dikatakan gadis itu membuatku sangat terkejut. Roman muka Tokio berubah.
“Kamu hamil dengan siapa? Bukannya kita hanya melakukan itu sekali.”kataTokio dengan nada tak bersalah.
“Tapi aku memang hamil. “
“Kamu pasti hamil dengan cowok lain.” Tokio berkelit.
“Tokio, kamu pikir aku cewek macam apa. Hanya kamu pacarku!”
Ahkirnya terjadilah perdebatan sengit diantara mereka. Aku mencobamendekat untuk melerai. Tapi……mereka berdua tak bisa disentuh olehku.Deg..jantungku berdegup kencang, Apa yang sebenarnya terjadi. Kucoba memegang pundak Sakiko, tapi seperti memegang hantu. Transparan .Oh, Tuhan,apa aku mabuk. Perdebatan sengit itu berubah menjadi perkelahian, mereka saling mencakar dan menjambak. Sementaraitu aku masih terpana ditempatku duduk. Tiba-tiba saja, Tokio membuka engsel pintu bianglala itu. Kemudianmendorong Sakiko keluar. Saat ini posisi bianglala tengah  berada di puncak putaran yang tertinggi. Saat aku melongok ke bawah, terlihat tubuh mungil Sakiko yang melayang terhempastiupan angin. Kemudian kudengar suara brukkkk begitu keras, berasal dari kepala Sakiko yang membentur aspal. Kepalanya pecah, otaknya keluar, dan darah merembes dimana-mana. Kupejamkan mata ini saat menyaksikan pemandangan mengerikan tersebut. Gadis itu tewas seketika.
Kemudian tubuhku gemetaran dan dibanjiri keringat dingin. Disamping itu bulu kudukku meremang.
“Sakit…” terdengar suara seseorang yang menahan pilu dan kesedihan.
Masih dengan rasa shock, disaat aku menoleh, pemilik suara itu duduk tepat disebelahku. Munculnya sosok Sakiko memakai gaun biru. Kepalanya retak sebagianmemperlihatkan otak . Wajahnya hancur  ,mata mencuat keluar, ditambah darah yang mengalir deras tanpa henti darikepala.
 ”Kamu…” suaraku terasa tercekatditenggorokan. Kemudian tubuh ini menjadi kaku. Pikiranku seketika berubahkosong.
“Aku kesepian…jatuh dari ketinggian itu sakit. Temani aku…”
Glutuk…kepala berdarah-darah itu jatuh dari lehernya, kemudian berguling kepangkuanku. Sebuah lidah panjang berwarna hitam terjulur, yang selanjutnya membelit leherku.
“Urrrgh..lepaskan…” kataku. Rasanya sangat sesak dan susah bernafas.
“Kau harus menemani aku…” kata setan itu.
Semakin lama nafasku semakin sesak. Otot-ototku terasa ditarik paksa.Disaat kakiku mulai dingin dan kesadaranku menjauh. Kupejamkan mataku. Lalu akuberdoa.
“Tuhan aku tidak mau mati dalam keadaan seperti ini…”
Tak lama kemudian ada rasa hangat menjalar dikakiku.
***
“Nona, bangun.” Kudengar sebuah suara memanggil.
Saat mata ini terbuka, wajah anak laki-laki penjaga bianglala itu tepatdidepanku. Dia bersama dengan temannya.
“Lho, ada apa?” tanyaku.
Kuamati suasana sekitar sudah sepi. Lampu warna-warni bianglala telah dimatikan.
“Nona, anda mabuk dan sudah tertidur tiga jam. Sekarang saatnya bianglala ini tutup.’ Kata teman anak penjaga bianglala.
“Eh, maaf.” Kataku.
Segera saja aku berpamitan dan bergegas meninggalkan bianglala itu.Sekelumit tanda tanya memenuhi benakku. Mimpikah yang kualami tadi? Kenapa jika mimpi terasa bagai kenyataan?.Kepalaku pusing dan berdenyut-denyut. Apa mungkin aku terlalu banyak minum bir?. Saat melangkahkan kaki di trotoar, benakku masih mereka-reka kejadian yang kualami teresebut. Anak laki-laki penajaga bianglala,sepertinya aku pernah melihatnya. Tapi dimana?. Sesaat aku mencoba terus mengingat. Disaat telah teringat, entah kenapa rasanya semakin takut.
“Cowok itu tadi bukankah Tokio?” Cowok yang mendorong pacarnya hingg meninggal?”
Bulu kudukku meremang  dan semakin kupercepat langkah menuju apartemen. Aku benar – benar tak mengerti dengan kejadian tadi. Apakah syarafku terganggu karena mabuk, atau cuma mimpi.Rasanya ingin lekas pulang dan tidur.
***
Angin dingin bertiup menerbangkan sampah kertas dari  sekitar taman tempat bianglala itu berada.Malam mulai merambahkan sepi. Di jauh sana terlihat kerlap-kerlip lampu gedung silih berganti.
Anak laki-laki penjaga bianglala itu meletakkan setangkai bunga, pada bianglala tempatku duduk tadi.
“Ini bunga untuk peringatan setahun kematianmu, Sakiko. Jangan mengganggu orang lagi, ya. Aku sudah disini untukmu.”
Tokio memejamkan matanya dan berdoa.
Hanya Tuhan yang tahu, kalau roh Sakiko muncul dan memeluk Tokio daribelakang, Malam pun terus bergulir
 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 14, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DREAM DAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang