Chapter 24 | About the story

20.6K 1.5K 13
                                    

Happy reading....

...

Sepanjang perjalanan hanya hening yang terjadi.

"Kellan ka-"

"Renungkan saja apa kesalahanmu."

Fatimah menghela napas pelan. Ia, menunduk dalam sambil memainkan jari-jari tangannya. Hal yang pasti akan ia lakukan ketika ia sedang resah ataupun sekedar tak enak hati akan sesuatu.

Fatimah mengalihkan tatapannya pada jendela mobil Kellan. Ia dan Kellan kini sedang berada di dalam satu mobil yang sama. Setelah kejadian tadi, Fatimah tidak bisa menolak ketika Kellan mengajaknya pergi begitu saja tanpa menghiraukan Kean yang menatap marah padanya. Fatimah tidak tahu, apa yang akan terjadi nanti ketika ia kembali berpapasan dengan Kean. Yang ia tahu, Kellan telah menyelamatkan hatinya dengan mengrangi rasa sakit ketika harus terus-terusan melihat Kean dan Lizzy tertawa bersama, sementara ia hanya berdiri di belakang mereka dengan hati yang kembali hancur untuk kesekian kalinya.

Fatimah sedang merenung. Persis seperti apa yang telah Kellan suruh kepadanya. Memang benar, mungkin statusnya hanya istri perjanjian Kean, tapi hal itu harusnya bukan halangan bagi Fatimah untuk bisa memiliki Kean. Kini, nasi sudah terlanjur menjadi bubur. Fatimah sudah terlanjur jatuh cinta dengan Kean, dan melepaskan Kean mungkin akan jadi keputusan terburuk untuknya. Terutama hatinya.

Sekali lagi, Fatimah menatap ke arah depan, dimana di sana, Kellan sedang fokus menyetir melewati setiap jalanan ramai kota Jakarta. Lampu-lampu yang terjajar dari arah gedung-gedung tinggi mulai dimatikan satu persartu, memberi isyarat jika malam telah mulai jauh terlewati, dan perlahan siang telah kembali menanti. Ah, kadang Fatimah berpikir akan filosofi Bumi dan Matahari yang tidak pernah bisa bersatu. 'Matahari mencintai Bumi. Tapi ia sadar, mendekat pada sang kekasih justru akan menghancurkan'.

Air mata Fatimah tiba-tiba saja jatuh. Ayah yang memperkenalkan Fatimah pada filosofi itu. Kata Ayah, cinta yang sesungguhnya bukan terletak pada kalimat yang diucapkan, tapi juga prilaku yang harus ditunjukkan. Cinta yang sesungguhnya bukan membawa pada kehancuran, tapi kebahagiaan. Seperti Matahari sadar akan cintanya pada Bumi, namun sekalipun tak pernah ia berani mendekat pada Sang Kekasih. Sebab, ia tahu mendekatinya justru akan menghancurkan yang ia cinta. Pun dengan sebagian lelaki yang hanya mengungkapkan cinta lewat ucapan, namun enggan menghalalkan dia yang dicintainya. Hanya menumpuk tabungan dosa.

Tapi perkara Kean dan Fatimah, tidak sejalan dengan filosofi itu. Kisah mereka, jauh lebih kompleks.

"Kau akan melamun terus?" Kellan mengalihkan tatapannya pada Fatimah.

Fatimah menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. "Kau yang menyuruhku," jawabnya sekenanya, "Kita akan ke mana?" tanya Fatimah lagi. Sudah hampir satu jam ia hanya duduk di kursi penumpang dan Kellan yang duduk di kursi kemudi. Rasa-rasanya Kellan seperti supir pribadi Fatimah jika begini.

Kellan berpikir sejenak, kemudian mengetukkan jarinya pada stir yang dipegangnya. "Aku disuruh oleh Adrian untuk membantunya menyiapkan persiapan untuk acara-" Kellan berpikir keras. "Isra- isra, ah aku lupa," ucapnya pasrah.

Fatimah akhirnya ikut berpikir keras. "Mungkinkah maksudmu Isra Mi'raj?" tanya Fatimah. Ia baru ingat, memang menurut tanggal Hijriyah, sebentar lagi akan tiba pada tanggal tepat Nabi Muhammad menjalankan Isra Mi'raj. Ah, kenapa Fatimah cuek sekali hingga tidak mementingkan hari penting ini?

Astagfirullah. Fatimah mengelus dadanya pelan.

"Iya, itu maksudku."

Mendengar itu, Fatimah mengerutkan alisnya. "Maaf Kellan," ucap Fatimah pelan. "Bukankah kau bukan seorang Muslim?" Fatimah bertanya dengan hati-hati. Entahlah, Fatimayh merasa jika perkara soal agama selalu menjadi bahan perbincangan yang sangat sensitif di manapun.

Pure Love [Sudah Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang