Aku Anak kandung

56 2 0
                                    

Bab 1

Adzan subuh berkumandang.
Diiringi suara ayam yang bersahutan.
Aku menggeliat malas, mata ini enggan terbuka.
Tapi teriakan Ibu membangunkan seisi rumah,

"Ayo ,sadang bangunan. Kuler tu jangan di ingu. Rejeki tedahulu di patok ayam," ujar Ibu.

( Ayo, bangun. malas itu jangan di pelihara. Keburu rejeki di patok Ayam. )

''Ya Rahman... Ya Rahim... Ya Nur.
Terangilah, lembutkan lah hati Ibu.'' ku panjatkan doa di pagi ini dengan khusuk.

Ku langkahkan kaki ke padu ( tempat mandi).
Memompa air lalu mandi dengan 3 kali siraman.

"Brrrr..., dingin." gumamku dengan bibir bergetar.

Hari ini pengumuman kelulusan SLTP. Semua orang tua murid datang kecuali Ibuku. Beliau bilang adik- adikku juga pembagian raport. Jadi lebih baik aku mengalah dan meminta tolong ke orang tua temanku.

Mataku menatap nanar nilai yang tertera di kertas yang baru saja kusobek amplopnya. Angka 8 menghias kolom kolom pelajaran dan Aku lulus dengan nilai memuaskan.

Aku tersenyum puas walaupun sebenarnya batinku teriris ingat perkataan Ibu semalam.

Sore kemarin,

''Sa, kamu mau lanjutin sekolah kemana? Tanya Abah sambil menyeruput kopinya.

''Belum tahu bah, Salwa dan Aya ke SMK dan memilih jurusan Multimedia.''jawabku .

''Oh... Coba juga kamu kan suka komputer.'' kata Abah.

''Masuknya mahal bah, belum lagi nebus kain buat bikin seragam, lagian berangkat pakai apa? " tanyaku meminta kepastian.

''Nanti ada saja jalannya, yang penting ada kemauan,"kata Abah meyakinkan.

''Sagan apa binian sekolah tinggi tinggi, hujung kedapur jua, baik lakiakan, nyaman ampih mikirakan memberi makani," sanggah Ibu.

[Buat apa sekolah ke tingkat tinggi (SMA ) toh, akhirnya kedapur juga, lebih baik di nikahkan saja, biar berhenti memberi nafkah.]

''Ikam kada punya abah, sana mun handak sekolah minta duit ke seberang.'' ujar Ibu lagi dengsn menyunggingkan bibirnya atasnya.

[kamu nggak punya Ayah, kalau mau sekolah sana minta duit sama Ayahmu di seberang.!]

Air mataku menggenang lagi. Seperti nya Aku tidak akan meneruskan sekolah layaknya kedua sahabatku Aya dan Salwa.
Aku berjalan menuju lorong kelas untuk mengambil tas. Sekilas aku memperhatikan mading yang penuh tulisanku, aneka puisi, pantun dan cerpen.

Aku tersenyum dengan nama pena ''Naviela Annisa'' bakatku tersalurkan. Tak banyak yang tahu kalau aku yang menulisnya . Termasuk hobiku mengunjungi perpustakaan di saat senggang, sebenarnya bukan di saat senggang.

Tepatnya di saat uang jajan ku habis dan perpustakaan adalah tempat ngadem favoritku. Aku pernah di hadiahkan kaos kaki oleh penjaga perpus. Dia sering memperhatikan kaos kakiku yang berlubang tumitnya.


''Sa... Koq ngelamun... Hallooo Nurmanissa...? Kata Aya mengejutkanku.


''ih. Kamu, Ada apa ? '' jawabku sambil menyeka air mata.


''Kamu nangis ? Kenapa?" Kata Aya sambil menyerahkan tissue.

''Nggak...aku merasa sedih aja berpisah dengan semua ini. Kita tak mungkin mengulangnya lagi.'' Ucapku beralasan.

''Iya.. Koq aku ikutan sedih, kamu siih'' ujar Aya sembari menyeka air matanya.

''Oh ya... Itu Fauzi nyariin kamu." ucap Aya.

Mendengar nama Fauzi membuat bulu kuduk ku merinding. Bukannya menatapnya aku malah menunduk. Fauzi itu musuh bebuyutan waktu di kelas satu.

Dia terkenal karena suka iseng dan nakal. Dan Aku termasuk korbannya karena Aku berbeda dengan temanku yang lain.

Aku mempunyai paras yang pas pasan, sering di ejeknya karena tak punya modal hanya sekedar untuk membeli bedak. Atau di bulli karena pekerjaan Abahku.

Katanya dia kerap menemukan Abah lagi main judi di belakang rumahnya.

Malunya minta ampun ketika dia membeberkan aibku. Tapi apa mau dikata itu memang benar adanya.

Aku sudah berusaha menjauhi fauzi karena membuat nilai pelajaranku anjlok.

Aku depresi karena selalu di olok-oloknya. Beruntung, dikelas 2&3 tidak sekelas lagi karena Aku masuk kelas unggulan.


''A...ada apa zi ?'' Ucapku terbata.

''Aku minta tanda tanganmu dong di sini!'' ujar Fauzi menyerahkan bahunya.

''Kan , sayang bajunya zi... Mending di kasihkan ke adik kelas.''

''Ini kenang-kenangan, nanti aku minta ke teman teman lainya juga koq, nggak kamu aja, cepetan jangan banyak ngomong!"

''Ya sudah...''

Ku berikan tanda tangan di lengan bajunya dengan spidol biru yang tadi di berikannya.


''Ok ... Makasih, Oya , aku minta maaf atas semua perlakuan aku selama ini ke kamu. Tolong dimaafkan, yaa.''


Aku tertegun mendengarnya. Sepertinya ini tulus. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum.
Kami saling bersalaman, ada dentuman lembut dihatiku.

Perasaan suka kepadanya datang lagi tapi berusaha ku tepis. Kulihat dia berlalu pergi dan menggoda temanku yang lain.

''Hei, kalian berdua ... Gak mau ikut konvoi? Salwa datang mengejutkan Aku dan Aya.


''Kemana? Aku males ikut... Nanti baju dipilok dan dicoret-coret.'' jawabku cepat.

''Aku ikut deh.'' Ucap Aya.
Mereka berlalu sambil bergandengan tangan.

Aku hanya tersenyum kecut.
Kulihat mereka konvoi menaiki beberapa buah motor lengkap dengan pilok dan spidol. Aku pulang dengan mempercepat langkah.

Karena ingin memperlihatkan nilai-nilai hasil ujianku kepada Ibu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 15, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku anak kandungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang