Rabu, 2 Mei 2018.
—Kelas—
“Jadi, pihak sekolah memutuskan untuk mengutus Slaine dan Inaho mengikuti Asia Youth Conference lusa di Tokyo,” cakap sang guru bernama Marito itu. Slaine terkejut mendengarnya, pasalnya dia baru 3 minggu menjadi siswa baru di SMA Shingawara. Meanwhile, Inaho tetap bertahan dengan ekspresi datarnya itu.
“Uhm, Pak... Maaf memotong pembicaraan Bapak. Saya bukan bermaksud untuk menolak. Tapi, apa saya tidak terlalu dini untuk mengikuti kegiatan besar sekolah seperti tersebut? Dengan notabene saya masih baru di sekolah ini...” ujar Slaine dengan bahasanya yang super-duper sopan. Pandangan semua warga kelas tertuju ke arah Slaine. Sopan sekali, pikir mereka.
“Nggak apa-apa. Nambah-nambah pengalamanmu selama disini, bukan? Nanti kamu akan dibantu Inaho selama disana. Inaho?” sahut Pak Marito yang matanya tertuju ke arah pemuda beriris merah itu.
“Baik,” jawab pemuda yang bernama Inaho itu dengan ekspresi bak tembok rumah—begitu mulus. Ya, seperti yang kita ketahui saudara-saudara sekalian, dia adalah manusia teririt akan ekspresinya. Jika kalian semua menemukan Inaho dalam kondisi banyak ekspresi—misalnya tersenyum lebar ataupun tersipu malu, kalian harus mengabadikan momen tersebut. Sangat langka.
“Terima kasih. Mohon bantuannya, Kaizuka junior,” Pak Marito kemudian pamit lalu meninggalkan kelas. Situasi kelas pun heboh seketika.
“Kau keren, Slaine!” seru Nina sambil menepuk bahu Slaine, serta Calm mengacungkan jempolnya ke arah Slaine sambil berkata “Ini kesempatan emas, tau!”.
“Jarang-jarang sekolah mengutus siswa untuk ikut yang begituan, lho... Kalian beruntung,” jelas Inko dengan maksud menyemangati Inaho dan Slaine. Paras Slaine memerah, lalu memandangi Inaho yang juga memandangnya; Inaho mengangguk pelan.
×××
—Rooftop—
Inaho membuka bekal miliknya. Kali ini omelet nasi dengan saus teriyaki yang dihiasi sedikit perpaduan saus sambal dan mayonais. Sambil menikmati pemandangan awan yang begitu menyejukkan hati, tanpa sengaja dia melihat sosok pemuda berambut platina itu. Inaho memanggilnya dengan lagi-lagi ekspresi datarnya itu.
“Slaine.”
Slaine menoleh ke arahnya dari depan pintu masuk.
“Kaizuka—”
“Inaho saja.”
“A-ah, iya... Inaho.”
Pemuda berambut platina itu—sebut saja, Slaine—menghampirinya.
“Kupikir kau bergabung dengan Calm dan yang lainnya, ” ujar Slaine. Kini dia duduk berhadapan dengan Inaho.
“Mencari sinyal internet.”
Lagi-lagi ekspresi datar itu. Slaine heran.
“Kau sendiri, kenapa nggak bergabung dengan mereka?” tanya Inaho.
“Ah, aku hanya kurang pede.”
Suasana hening. Rasanya wajar jika Slaine gugup dan malu-malu untuk standar siswa baru. Apalagi jika berhadapan dengan manusia tanpa ekspresi seperti Inaho ini. Mungkin lama-kelamaan nyawanya akan melayang saking tak tahan dengan rasa malunya. No, Slaine harus tetap kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Train From Shingawara [ID]
FanfictionInaho dan Slaine diutus dari sekolahnya untuk mengikuti seminar antar Asia di Tokyo. Saat di perjalanan, kereta yang ditumpangi mereka bermasalah. Apakah Inaho dan Slaine bisa selamat sampai Tokyo? SureIna detected. Jangan kesel sama endingnya.