1. Merekrut

19 3 0
                                    

Tak kan berubah perasaanku
Pada dirimu
Meskipun kita jauh
Tak kan berkurang kerinduan ini
Cepatlah pulang aku menunggumu..

Bastian Steel - Aku Rindu🎵

Dia Anastasya Faradika, biasa di panggil dengan sebutan Nasya. Gadis yang sedari tadi mengoceh menyanyikan lagu milik Bastian Steel yang merupakan mantan personil boyband Coboy Junior. Ia asyik dengan kegiatannya saat ini. Menempelkan selembaran kertas yang berisi informasi di mading sekolahnya. Sebenarnya ini bukan pekerjaannya, ia hanya membantu temannya yaitu Dinda. Mereka selalu terlihat bersama karena rumah mereka bedekatan dan mendukung adanya hubungan persahabatan, namun mereka berbeda kelas. Nasya kelas XI IPS 1 dan Dinda kelas XI IPS 2. Setiap rapat Osis diadakan, dan informasi terupdatenya belum tersampaikan, maka ia segera merecoki Nasya agar membantunya. Tak jarang Nasya muak dengan tampang Dinda yang selalu memelas ketika meminta bantuan.

"Gue merekrut lo sebagai Vokalis gue" Tunjuk seseorang yang entah dari mana asalnya tiba-tiba sudah berada di samping Nasya. Ia tak mendengar derap langkah seseorang sebelumnya, sebab itu ia terkejut dan langsung memundurkan diri. Orang itu masih menunjuk dengan jari telunjuknya yang membuat Nasya terlihat terintimidasi saat ini.

"Ma..maksud lo?" Entah yang membuat Nasya gagap seperti ini. Orang yang kini dihadapannya ialah Zian Bagaskara yang merupakan primadona di sekolahnya. Wajah tampan dan otak jeniusnya mampu membius para kaum hawa. Lihatlah ia sekarang! Ia selalu tampan di mata para wanita. Sneakers berwarna putih, setelan seragam dengan atasan corak kotak-katak merah kini ia balut dengan hoodie berwarna merah senada, serta potongan rambut yang selalu mempesona. Wah! Style casualnya selalu dipuji bahkan tak jarang banyak yang meniru gaya penampilannya itu.

Zian tak menjawab pertanyaan Nasya. Ia malah melenggang pergi tanpa sepatah kata. Sedang Nasya hanya diam seraya terus memandang langkah Zian yang mulai menghilang di balik lorong. Nasya memukul kepalanya sendiri seperti orang bodoh yang entah apa faedahnya. Bahkan ia meringis setelah memukul kepalanya. Ia menggeleng dan kembali memukul kepalanya yang tak bersalah itu. Apa yang bermasalah dengan kepalanya itu? Hingga harus dipukul dua kali?

"Stop Nasya lo jangan ngehalu! Zian nggak mungkin merekrut lo sebagai Vokal. Yang bener aja, salah denger kali lo. Haduhh Nasya! Nasya!" Gumam Nasya mentertawakan dirinya sendiri yang menurutnya terlalu berharap untuk direkrut menjadi Vokal.

Nasya memang berkeinginan untuk direkrut menjadi vokalis di salah satu band disekolahnya. Namun, ia selalu malas untuk ikut mendaftar menjadi anggota band. Alasan utamanya ia tak begitu percaya diri dengan suaranya. Lebih baik ia bernyanyi dengan kawan-kawan sekelasnya.

Drrt... Drrt...
Nasya segera merogoh tasnya yang terasa bergetar. Ia mengambil benda pipih berwarna hitam yang sedari tadi bergetar. Terlihat panggilan masuk dengan nomor tak dikenali. Nasya hanya menatapnya tanpa memerdulikan untuk segera mengangkat panggilan tersebut. Hingga berkali-kali panggilan masuk dari nomor tak dikenali tertera di layar ponselnya.

"Siapa sih?" Ia masih menatap ponsel yang masih setia bergetar. Ia segera menggeser tombol warna hijau dan mendekatkan ponselnya ke telinga.
"Nasya" panggil seseorang dari seberang sana. Ia terkejut sebelumnya mendengar suara serak khas seorang laki-laki memanggil namanya. Siapa? Ah pasti paman! Pikir Indah.

"Ini paman?"
"Paman siapa?"
"Kan paman Nasya cuma dua, jadi ini paman Dito apa paman Endro?"
"Apaan sih lo nggak jelas!"
"Wah paman gaul banget bahasanya lo, kekinian kaya Kids jaman now, haha. Bentar ya Nasya cari sinyal dulu biar jelas"
"Nggak waras nih bocah"
"Paman kok gitu, aku adu..."
"Gue Zian Bagaskara bukan paman lo!" Potongnya selagi Nasya mencerocos tentang pamannya.

Seketika Nasya bungkam dan langsung menutup mulutnya shock. Zian Bagaskara? Yang benar saja? Kok dia tau namanya? Bagaimana bisa dia tau nomornya? Lalu ada apa pula dengan hari ini? Ia dihantui oleh bayang Zian. Bahkan belum sampai satu jam, kini ia kembali terlibat dengan nama Zian yang entah itu sebuah kebenaran atau kehalusinasian.

"Anastasya Faradika"
Suara serak nan lembut itu kini kembali terdengar. Nasya tercengang dengan panggilan dari seberang sana, yang menyebut nama lengkapnya. Wahh! Benarkah Zian mengetahui nama lengkap Nasya?
"Sorry sorry gue kira lo paman gue. Soalnya biasanya paman gue suka ganti-ganti nomor terus kalau nelfon tuh nggak ada berhentinya. Padahal cuma mau ngasih tau kalau itu nomor barunya. Sorry yah, tadi panggil-panggil lo paman..." cerocos Nasya seraya terus menggigit bibir bawahnya. Ia terus saja mondar-mandir tak berhenti selagi ia menjelaskan kesalahan yang ia perbuat tadi.

"Save nomer gue! Inget gue Zian bukan paman Dito ataupun paman Endro"
Ucap Zian, setelahnya memutuskan sambungan.
Nasya mendengus menghembuskan nafas kelegaannya. Ia menyeka keringat yang membasahi dahinya, masih dengan menatap ponselnya tak percaya.

"Wahh.. Daebak!" Umpatnya. Sungguh tak percaya dengan kejadian hari ini. Dirinya kini selalu dibuat tercengang dengan satu nama yaitu Zian.

"Na..."
Dinda kini beranjak setelah menemukan orang yang tengah dicarinya. Rapat Osis hari ini telah usai dengan hikmat. Membahas rencana-rencana akhir tahun untuk kelas XI yang sebentar lagi memasuki kelas XII yang diharuskan untuk fokus dengan Ujian Nasional.

"Tuh muka di kondisikan tolong" ucap Dinda seraya menunjuk tepat bagian wajah Nasya yang masih terlihat cengo menatap layar ponselnya. Nasya gelagapan dan segera memasukkan ponselnya kedalam saku kemudian menarik Dinda cepat.

"Gue nggak tau dengan hari ini kenapa, gue selalu berhalusinasi yang seolah jadi kenyataan. Masa gue direkrut Zian buat jadi vokalisnya? Terus tiba-tiba Zian nelfon gue lagi? Lah dapat nomor gue dari mana coba? Terus dia tau nama lengkap gue lagi? Kan ngehalunya gue over?! Serem banget tau nggak sih? Kenapa sih sama otak gue? Padahal akhir-akhir ini gue nggak terlalu kepingin buat jadi Vokalis band! Terus gue juga nggak mikirin si Zian juga! Ihh serem banget! Gue ogah bantuin lo lagi Din" cerocos Nasya disepanjang jalan menuju ke tempat parkiran untuk mengambil motornya.

"Heh?!" Dinda menunjukkan wajah sinisnya kepada Nasya. Hal yang harus diketahui, Nasya nggak bisa melihat Dinda marah atau bahkan menangis. Seperti sekarang sahabatnya itu kini memincingkan matanya menatap Nasya sinis.
"Lo tuh ya..." Rajuknya yang kemudian memilih memakai helm guna menghindari tatapan sinis yang mematikan dari Dinda.
"Lebih serem dari pada cerita tentang kehalusinasian gue tau nggak!" Sambungnya tanpa menoleh menatap sahabatnya itu. Dinda hanya terkekeh mendapati Indah yang selalu takut akan dirinya. Ia pun segera memakai helmnya dan mengambil motornya yang bersebelahan dengan motor Nasya.

"Makanya jangan ngelamun mulu, digangguin kan sama penghuninya" ucap Dinda seraya mengeluarkan motornya dan menghampiri Nasya yang sudah berada di luar parkir.
"Ish! Jangan kek gitu napa?!" Nasya memang penakut. Ia paling malas jika harus berurusan dengan hal-hal yang menurutnya menyeramkan. Yah seperti tadi, menyangkut tentang hal makhluk tak kasat mata.

"Dasar penakut!" Ledek Dinda diiringi dengan tawanya yang semakin menjadi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 17, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sweet! Zi..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang