Hari ini begitu sunyi dan sepi buatku. Padahal bingar riuh tawa teman-temanku memenuhi seluruh ruangan tempatku duduk terdiam memandang kosong ke arah jendela.
"Del! Bengong saja sih neng. Kenapa lagi lu?" Tiba-tiba Fatra menghampiriku. Dia paling tahu perubahan emosiku. Dia pasti tahu apa yang ku pikirkan. Aku menatapnya.
"Dave tidak ada kabar lagi," keluhku sambil menghela nafas panjang.
"Halah Del, lu paling tahu dia bagaimana. Paling juga besok dia kembali," katanya seraya menyambar gelas milkshake ku yang tak tersentuh dan meneguknya.
"Lu ikut gabung ma kami sini. Itu si Revaldo lagi standup comedy," ajaknya seraya berdiri berusaha menarik tanganku. Aku menggeleng lemah. Dia tak ingin memaksaku lalu melepaskan tanganku. Dia menghela nafas putus asa.
"Jangan terlalu dipikirkan," katanya sambil menepuk pipiku.
"Kamu perlu bahagia," lanjutnya. Diapun pergi, bergabung dengan kerumunan orang yang terlihat sangat bahagia. Ku palingkan kembali mata ke sudut yang sama.Semua orang tahu siapa Dave Ferdinand. Laki-laki yang tak bisa menetap di satu tempat. Dia menikmati setiap langkahnya mencari hal baru. Menelusuri tiap sudut tempat-tempat yang indah. Dan ketika dia telah menemukan kepuasannya di sana, dia selalu lupa pada orang-orang yang menunggunya. Dia bisa tinggal di sana sampai sebulan tanpa kabar sama sekali.
Semua orang juga tahu siapa aku. Adelia Asmaranti. Perempuan yang senang kesendirian, buku dan aroma pagi. Aku tak suka tempat baru. Membuatku merasa tak aman dan sakit. Karena itu setiap kali Dave mengajakku pergi dengannya, aku menolak.
Pernah satu kali ku ikuti maunya. Ku iyakan pergi dengannya. Alhasil yang ada hanya kekacauan. Dave tak bisa kemana-mana karena aku tak biasa dengan terik matahari, debu dan perjalanan yang jauh. Aku terbaring demam di penginapan. Dia tak tega meninggalkanku sendiri. Sejak saat itu dia tak ingin lagi membawaku pergi dengannya.
Semua orang mempertanyakan mengapa kami bisa jatuh cinta sedang sifat kami dan kesukaan kami jauh berbeda. Kami juga tak tahu mengapa. Tak sedikit yang menyebut kami tidak serasi. Namun kami tetap begini adanya. Saling melengkapi.
Aku masih larut dalam lamunanku tentang Dave. Masih menatap kosong sudut yang sedari tadi ku tatap ketika tiba-tiba sesosok muncul tepat di sudut itu. Aku terlonjak kaget melihatnya muncul di sana.
Sesosok pria dengan rambut berantakan, kantung mata tebal karena kurang tidur dan muka yang sengaja diseram-seramkan. Julian Yansen. Salah satu temanku. Aku menjulurkan lidahku tanda protesku. Dia terpingkal melihatnya. Lalu melambaikan tangan padaku dan berlalu.
Sesaat kemudian, dia telah berada di ambang pintu. Berjalan ke arah kerumunan dan meneriakkan sapaan khasnya.
"Amigos!" Katanya. Yang lain langsung menyapanya dan bercanda dengannya. Dia berbaur.Ketika ku alihkan tatapanku kembali pada sudutku dan mulai melamun lagi, dia tiba-tiba telah duduk di sisiku. Membelai rambutku.
"Adek sudah makan belum?" Tanyanya. Aku menepis tangannya.
"Sudah om," jawabku sambil tersenyum. Dia terpingkal lagi.
"Kok om sih? Abang lha. Lebih romantis," katanya. Aku memutar bola mataku. Dia tertawa lagi.
"Kamu kok baru kelihatan?" Tanyaku. Dia menyambar gelas milk shake ku dan meminumnya.
"Sibuk cari duit untuk masa depan kita," ucapnya ringan. Aku tak pernah menghiraukan candaannya. Dia memang suka genit pada siapa saja.
"Oh gitu," ucapku "By the way, itu sudah diminum ma Fatra," kataku datar. Dia seketika hendak menyemburkan minumannya karena kaget.
"Bekas Fatra? Yampun masak gua ciumannya ma Fatra?" Omelnya.Aku tak bisa menahan senyumanku. Tak lama setelah tersenyum aku mulai tertawa melihatnya. Tapi setelahnya kembali ku palingkan mataku ke arah sudut yang sama.
Sementara itu dia tetap di sisiku menatapku lekat-lekat.
Hai hai! Apakabar? Ini projek ke-dua Dewi. Semoga lebih baik dari yang pertama.
Sebenarnya ini projek beberapa tahun lalu yang tidak pernah diteruskan. Jadi iseng2 skarang coba diteruskan.
Silahkan dinikmati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stand By Me
RomanceAdelia tidak pernah berhenti menantikan Dave Ferdinand kembali. Setiap hari dilaluinya dengan menghitung saat kepergian Dave. Sedang Dave sendiri adalah seorang petualang. Dia senang bertualang kemana saja. Pergi dan menghilang. Hingga suatu hari D...